Istri Kecil Tuan Ju

Sangat Sakit.



Sangat Sakit.

2Vania merasa gatal di telinganya saat mendengar perkataan mereka semua tentang Julian dan Viona.      

'Tuhan ... Ini sangat sakit. Aku harus bisa melupakan Julian dan mengikhlaskan dia bersama wanita yang lebih baik untuknya. 'Batin Vania sambil berjuang menahan air matanya.      

Maxwell masih terdiam sambil memperhatikan Vania. Ia tahu kalau gadis di depannya sedang menahan tangis tapi ia belum bisa mengerti kenapa Vania seperti itu.     

Tidak lama setelah itu, Vania tanpa sengaja meminum champane sampai habis.      

"Apakah kamu begitu haus?" Tanya Maxwell yang masih belum membuka topengnya.      

"Maaf, sepertinya aku harus ke kamar mandi lagi!" Vania mengabaikan Maxwell karena ia merasa sudah tidak sanggup menahan air matanya.      

Julian adalah cinta pertama dan terdalamnya. Bagaimana mungkin ia pergi dengan begitu mudah dalam hatinya.      

Tapi, ia tidak tahu kenapa sikap Julian juga tiba-tiba berubah padanya. Walaupun begitu Julian tetap yang terbaik di hatinya.     

Maxwell tidak mencoba menahannya karena ia tahu kalau perasaan Vania sedang kacau. Ia pun menunggu dengan santai di meja itu.     

Beberapa gadis ingin mendekatinya tapi tidak ada yang berani sama sekali untuk mengganggunya.      

Beberapa saat kemudian. Vania belum juga kembali.     

Karena merasa khawatir , Maxwell menyusul Vania ke kamar mandi. Namun, langkahnya terhenti ketika Ia melihat Viona masuk ke kamar mandi perempuan itu.      

Maxwell curiga sehingga ia diam-diam ikut masuk. Untungnya kamar mandi wanita itu hanya ada Viona dan Vania.     

Vania yang sedang  mencuci tangannya setelah selesai menangis itu pun terkejut saat melihat  perempuan cantik dan menawan sudah berdiri di di sampingnya.      

'Bukankah dia nona Viona?' Batin Vania sambil  mengamati Viona  melalui cermin.     

Viona memang sangat cantik kalau dilihat dari jarak dekat. Bibir merah nya terlihat  sangat lembut. Pantas saja siapa pun yang melihat bibir itu terangsang untuk mengggitnya sekali.     

'Cantik dan sangat menggoda ... ' Batin Vania.     

Tanpa Vania ketahui, Viona juga mengamatinya.      

"Bukankah kami Vania yang  Julian sudah buang?" Tanya Viona setelah  ia  selesai melumurri lipstik di bibirnya.      

Setelah bertanya begitu, Viona pun langsung mengeluarkan bedak untuk memperbaiki riasannya, dan menggambar eyeliner.     

"Bagaimana kamu bisa tahu kalau aku kenal dengan Julian?" Tanya Vania balik karena setahunya dia kalau Julian belum pernah mengumumkan hubungannya kepada siapapun kecuali ayah dan ibunya serta saudara-saudara nya.     

"Tidak sulit untuk mengenal sampah." Setelah menjawab pertanyaan Vania. Viona pun tersenyum lalu pergi begitu saja dengan langkah yang gemulai.      

Vania mengepalkan tangannya karena kesal pada ucapan Viona yang menganggap nya sampah. Ia juga sakit hati saat Viona mengatakan kalau dia adalah orang yang dibuang oleh Julian.     

"Sabar Vania! Kamu pasti bisa melewati semua ini!"      

Setelah mengontrol emosinya, Vania langsung memperbaiki lipstiknya lalu keluar dari toilet dengan segera.     

Maxwell keluar dari persembunyiannya, ia lalu menatap Vania dari kejauhan dengan perasaan yang semakin penasaran.     

'Ada hubungan apa Vania dengan Julian? Dibuang oleh Julian? Apakah mungkin lelaki brengsek itu sudah mempermainkan perempuan selugu Vania? ' Batin Maxwell.     

Setelah membatin, Maxwell segera menghubungi Rafael.     

"Halo bos? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Rafael dari seberang telpon setelah panggilan tersambung.     

"Cari informasi tentang nona Vania dan Julian Al Vero!"     

"Baik bos! Saya akan segera mencari tahu nya!"      

Setelah itu Maxwell  menutup panggilan itu lalu membuntuti Vania dengan diam-diam.     

Sementara itu Vania segera menemui ibu tirinya saat ia tidak melihat Maxwell lagi di tempat mereka duduk sebelumnya.      

"Apa kamu sudah kenal dengan cucu tuan Adamson? Bagaimana orangnya?" Tanya ibu tiri Vania dengan tidak sabaran.     

"Iya. Dia sangat baik." Jawab Vania sambil menunduk malu.      

"Apakah dia mengajakku bertemu lagi?" Ibu tiri Vania semakin ingin tahu karena dia tidak ingin Vania sampai gagal mendapatkan simpati Maxwell.     

"Iya. Dia akan menemui ku lagi." Vania terpaksa berbohong karena dia sangat malas berdebat dengan Ibu tirinya ditengah keramaian seperti ini.      

Hatinya sudah cukup sakit saat melihat Julian yang datang dengan perempuan dan mengabaikan keberadaannya.  Oleh karena itu ia tidak ingin menambah masalahmu lagi.      

Ibu Tiri Vania sangat senang mendengar jawaban Vania.      

Tidak lama setelah itu, ia mengajak Vania untuk pulang karena malam semakin larut dan tujuannya sudah tercapai.      

Tepat saat Vania dan Ibu tirinya  berjalan ke arah pintu, mereka tidak sengaja  melihat Julian sedang berdiri di depan mobilnya. Julian berdiri sendiri di  sana dengan santai, dasinya sedikit melonggar dan bajunya juga berantakan.     

"Vania ... Coba kamu dekati tuan muda Ju! Siapa tahu dia tertarik padamu sehingga kita bisa memanfaatkan itu untuk menyelamatkan perusahaan ayahmu. " Bisik Ibu tiri Vania sambil tersenyum licik.     

"Tapi ... " Vania tidak bisa melanjutkan ucapannya saat tubuhnya sudah di dorong oleh ibu tirinya hingga ia tersandung.     

Melihat Vania hampir terjatuh ke tanah, Julian dengan spontan langsung menangkap tubuh Vania.      

Seketika itu mata mereka saling bertatap bersamaan dengan detakan  jantung yang berdetak semakin cepat.     

"Julian ... " Ucap Vania dengan bibir yang gemetaran.     

"Lain kali hati-hati kalau jalan nona!" Kata Julian tanpa ekspresi setelah ia membantu Vania untuk berdiri dengan tegak.     

"Iya. " Vania merasakan hatinya semakin  sakit hingga ia susah bernafas  ketika ia melihat sikap dingin dan cuek Julian.     

Tanpa mengatakan apapun, Julian pergi dari hadapan Vania lalu masuk ke dalam mobilnya.      

Tidak lama setelah itu, Julian membawa mobilnya ke depan pintu utama. Di sana sudah ada Viona yang menunggunya.      

Vania bisa melihat senyum indah Viona saat ia masuk ke dalam mobil Julian.     

'Hatiku sakit! Ya tuhan, kakiku terasa sangat lemas sehingga aku tidak mampu berdiri atau berjalan.' Batin Vania sambil menunduk karena air matanya kembali mengalir tanpa bisa ditahan.     

Ibu tiri Vania pergi begitu saja tanpa memperdulikan Vania yang dicuekin oleh Julian. Ia tidak perduli Vania pulang dengan apa. Ia bahkan berharap Vania tidak akan bisa kembali lagi ke rumah.     

Tepat saat ia hampir terjatuh ke tanah, sebuah tangan besar melingkar di pinggangnya. Seketika itu Vania mendongak melihat siapa yang sudah menolongnya.      

"Tuan lagi?" Ucap Vania dengan suara yang lemah karena ia masih ingat wajah Maxwell yang sudah membantunya saat malam itu.     

Saat ini, Maxwell sudah mepaskan topengnya sehingga Vania bisa mengenalinya.      

"Apakah nona Vania baik-baik saja?" Tanya Maxwell dengan suara yang lembut.      

Sebenarnya Maxwell mengikuti Vania dari sejak ia di dalam hingga keluar dari hotel. Ia pun melihat semua yang terjadi dengan Vania dan Julian.     

"Saya baik-baik saja!" Jawab Vania setelah melepaskan diri dari pelukan Maxwell dengan gugup karena ia merasa tidak nyaman di peluk oleh orang yang asing seperti Maxwell.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.