Vania, Aku Rindu!
Vania, Aku Rindu!
"Akan aku beritahu." Setelah mengatakan itu Maxwell menendang mereka berempat secara bergiliran.
Rafael hanya bisa memejamkan matanya karena untuk kesekian kalinya ia menyaksikan kekejaman bosnya.
'Aku berharap, bos bisa bertemu dengan gadis seperti nona Vania lagi. Setidaknya, dia bisa menjadi manusia yang lebih tenang dan terkendali.'Batin Rafael.
"Aarrgg ... " Mereka berempat meringis kesakitan. Darah pun keluar dari mulut mereka.
"Aku benci sama lelaki yang suka menyakiti perempuan. Kalian sebaiknya berhenti bekerja dengan si brengsek Daniel, atau aku akan membakar kalian hidup-hidup!" Ucap Maxwell sambil menatap tajam kearah mereka berempat.
"Tentu, kami tidak akan menjadi pengawal tuan Daniel lagi!" Kata mereka secara bersamaan.
Maxwell tersenyum sambil melirik kearah samping kanannya.
"Patahkan tangan mereka yang sudah berani menyentuh wanitaku!"
"Baik bos!" Sahut dua pengawalnya yang sedari tadi berdiri sambil memegang tongkat bisbol.
Setelah itu Maxwell seger pergi dari markas itu dan diikuti oleh Rafael.
"Arggg .... "
Maxwell berhenti di depan pintu saat mendengar suara teriakan mereka berempat yang sedang di patahkan tangannya.
"Harusnya aku menyeret mereka ke hadapan Qiara dan Jasmin ... Tapi, mereka terlalu kotor untuk dilihat oleh dua wanita cantik itu. " Ucap Maxwell sambil tersenyum kearah Rafael.
"Iya bos." Rafael mengangguk walaupun ia tidak sepenuhnya setuju dengan cara Maxwell.
"Ayo pergi!"
"Kemana bos?" Tanya Rafael yang tidak fokus itu.
Maxwell menoleh lagi kearah Rafael. Setelah itu ia berbisik, "Kita harus membeli bunga untuk kekasihku."
Rafael merasa bingung, karena setahunya Maxwell tidak memiliki kekasih. Akan tetapi, ia sedang mengejar cinta perempuan yang seharusnya tidak dia kejar.
"Baik bos!" Walaupun bingung, Rafael tidak mau bertanya lagi karena dia tahu bagaimana karakter bosnya.
Maxwell dan Rafael pun bergegas pergi menuju toko bunga yang lebih dekat dengan tempat tujuannya.
"Dia sangat suka mawar putih. Jadi, belikan aku sembilan puluh sembilan mawar putih. " Kata Maxwell setelah mereka berhenti di depan toko bunga itu.
"Baik bos!" Setelah itu, Rafael segera keluar dari mobil untuk membeli bunga yang diminta oleh bosnya.
Sementara itu, Maxwell mengambil ponselnya. Ia lalu membuka galerinya. Seketika itu ia menemukan wajah cantik wanita yang dia sangat cintai.
"Sayang ... Apa kamu merindukan aku? Maaf karena aku sudah terlalu lama tidak mengunjungimu." Ucap Maxwell.
Setelah itu ia mencium foto itu sambil meneteskan air mata. Hatinya sakit saat mengingat bayangan wajah ceria dan senyum gadis itu.
"Bos ini ... " Rafael tidak bisa melanjutkan ucapannya karena ia tahu betul kenapa bosnya terdiam kaku sambil mencium ponselnya. Seketika itu, Rafael menjadi kasihan dan ikut sedih.
'Ternyata kekasih yang bos maksud adalah nona Vania. Ini sudah tahun keenam sejak kematiannya. Tapi, bos masih menyimpannya dalam hati. Anda saja nona Qiara bukan istri Tuan Ju, mungkin bos akan lebih baik dan bisa melupakan nona Vania. Tapi, kenapa bos harus berurusan untuk yang kedua kalinya dalam urusan yang sama dengan tuan Ju? Takdir memang lucu.'Batin Rafael.
Setelah itu, Rafael bergegas menjalankan mobilnya setelah meletakkan bunga yang dia beli di samping tempat duduk Maxwell.
Tanpa bertanya lagi, Rafael bergegas menuju pemakaman khusus bagi orang kaya di pusat kota A.
Vania di makamkan di pemakan elit itu atas permintaan Julian. Sayangnya, Maxwell sedang berada di Amerika sehingga ia tidak bisa menghadiri pemakan Vania.
Penyesalan terbesar Maxwell adalah, tidak bisa bertemu Vania di hari terakhirnya.
Beberapa saat kemudian.
Maxwell bergegaslah turun sambil membawa bunga kesukaan Vania setelah mobilnya sampai di pemakaman itu.
Mata Maxwell masih berair namun tertutup oleh kaca mata hitam yang dia gunakan.
Sementara itu, Rafael memilih untuk menunggu di mobil karena ia tidak mau mengganggu Maxwell.
Kuburan Vania.
Maxwell berjongkok sambil meletakkan bunga yang dia bawa di atas kuburan Vania. Setelah itu ia membuka kaca matanya lalu menatap nama Vania yang tertulis indah di mesan nya.
"Hi sayang .... Apa kabarmu? Aku sudah lama tidak datang, tapi kamu semakin cantik. Apakah kamu bahagia melihatku sebagaimana kamu selalu tersenyum sambil mencubit pipiku." Ucap Maxwell sambil meraba mesan Vania.
Seketika itu, ia terngiang-ngiang suara Vania yang selalu memanggilnya dengan penuh semangat. Gadis itu selalu tersenyum bahkan saat ia sedang terluka .
"Vania ... Aku kangen ... " Maxwell mencium mesan Vania berulang kali sambil menangis. Ia juga memeluknya layaknya manusia yang hidup.
Beberapa saat Kemudian.
Rafael yang sudah menunggu lama itu mulai khawatir, ia pun segera turun dari mobil untuk mengecek bosnya.
Setelah melangkah cukup dalam, Rafael pun berhenti saat melihat bosnya masih duduk dalam posisi memeluk mesan itu.
Tepat saat itu, hujan turun dengan sangat deras. Rafael pun mendongak ke langit yang seolah ikut bersedih mengetahui suasana hati Maxwell.
'Bahkan langit pun tahu kalau bos sangat mencintai nona Vania. Seorang mafia berdarah iblis itu menangis demi seorang perempuan yang sudah menjadi tanah. Memang tidak masuk akal, tapi ini adalah fakta yang aku lihat sendiri. Jika seluruh Mafia yang ada di negara ini tahu, mungkin bos akan diremehkan.'Batin Rafael.
Setelah selesai membatin, Rafael pun menyeka air yang hujan yang membasahi wajahnya. Ia lalu melangkah mendekati Maxwell yang masih berdiam diri ditempatnya walaupun sudah di guyur hujan deras.
"Bos ... Mari kita pulang! Hujan semakin lebat, saya khawatir anda akan sakit terkena hujan." Kata Rafael sambil memegang tangan Maxwell.
"Aku tidak akan meninggalkan nya sendirian ditengah hujan. Aku juga khawatir dia akan sakit." Ucap Maxwell sambil menyingkirkan tangan Rafael dengan kasar.
Rafael sudah menduga akan seperti ini. Ia tahu kalau bosnya akan setengah waras apabila sudah berada di makam Vania.
'Harusnya aku mencegahnya untuk datang. Tapi, aku terlalu bodoh. Aku tidak punya jalan lain selain memaksanya dengan caraku.' Batin Rafael.
Setelah itu, Rafael menyiapkan dirinya untuk memukul bagian belakang kepala. Maxwell agar ia pingsan.
Tidak menunggu lama, Rafael langsung memukul Maxwell dengan seluruh tenaganya.
"Ahh ... " Maxwell meringis sebentar sambil memegang bagian belakang kepalanya. Setelah itu ia jatuh pingsan di makan Vania.
'Maaf bos, aku harus melalukan ini agar anda bisa sadar!'
Setelah itu, Rafael membawa Maxwell ke punggungnya dengan seluruh kekuatannya.
Dengan tertatih-tatih Rafael berjalan menuju mobil dibawah guyuran hujan yang semakin deras.
Setelah menidurkan tubuh Maxwell di bagian belakang, Rafael pun segera masuk ke mobil sambil memegang punggungnya yang terasa sakit karena menopang tubuh Maxwell sangat berat.