Keadaan Terburuk.
Keadaan Terburuk.
"Julian ... Kenapa kamu menyeret ku seperti buronan?" Tanya Vania setelah mereka sudah berada di dalam mobil Julian.
Sekali lagi, Julian mengabaikan Vania, ia langsung menjalankan mobil Vania dengan kecepatan yang menggila.
Julian sengaja menggunakan mobil Vania yang tidak memiliki rekaman pengawasan yang di pasang di mobilnya oleh ayahnya.
"Julian ... Ada apa denganmu?" Tanya Vania yang mulai ketakutan.
"Kenapa kamu meninggalkan aku dan memilih Maxwell ?" Tanya Julian balik dengan nada suara yang berat.
Vania pun terdiam mendengar pertanyaan Julian. Ia tidak mungkin mengatakan kalau ia sudah diancam oleh Tuan Jhosep.
"Aku ... "
"Aku mencintaimu Vania! Aku tidak bisa menjalani hidupku dengan baik tanpa kamu. Selain itu, aku tidak pernah mengkhianati kamu karena pada malam itu yang kamu lihat bukan seperti yang kamu pikirkan. Aku tidak sedang berciuman dengan Sherly, tapi aku sedang membantunya untuk melepaskan rambutnya yang nyangkut di kancing bajuku." Jelas Julian dengan detail karena selama ini Vania tidak memberikannya kesempatan untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
Vania meneteskan air mata, karena ia tahu keberadaannya.
'Julian ... Maafkan aku, sesungguhnya bukan karena itu aku meninggalkanmu karena aku tahu siapa kamu. Lima tahun bukan waktu yang singkat buat kita. Tapi, aku punya alasan untuk itu.' Batin Vania sambil meneteskan air mata lebih deras lagi.
Seketika itu, Julian merasa bersalah melihat Vania yang menangis. Ia pun mulai tidak fokus sehingga ia berniat untuk menghentikan mobilnya, tapi sayang remnya blong.
"Vania ... Kenapa mobilmu remnya blong?" Tanya Julian dengan ekspresi yang tegang.
Seketika itu, Vania melirik Julian dengan bingung.
"Tadi tidak apa-apa. Tapi, kenapa sekarang begini? "Tanya Vania dengan bingung dan ketakutan.
Tidak lama setelah itu, mobil pengangkut barang menyalipnya lalu berhenti mendadak di depan mobil Vania.
Seketika itu, mobil Vania menabrak mobil di depannya lalu terbalik.
Sesaat kemudian.
"Vania ... " Julian mencoba meraih tangan Vania yang sudah berlumuran darah. Seketika itu Vania membuka matanya sebentar dan meraih tangan Julian.
"Tolong lindungi adik dan ibuku ... !" Ucap Vania dengan susah payah.
"Apa yang kamu katakan? Aku tidak akan membiarkanmu mati, tinggulah sampai kita dibawa ke rumah sakit!" Kata Julian yang juga menahan sakit di bagian kepalanya yang terbentur dan mengeluarkan darah yang cukup banyak.
Akan tetapi, Vania menutup matanya lalu melepaskan tangan Julian. Seketika itu Julian meneteskan air mata yang deras.
"Tidak ... " Julian berteriak sekencang-kencangnya sampai ia hilang kesadaran.
Berita kecelakaan itu sampai di telinga Maxeell. Akan tetapi, di berita yang dia baca kalau kecelakaan itu hanya menyebutkan Vania sebagai korbannya sedangkan Julian tidak disebutkan sebagai salah satu korban kecelakaan itu.
"Vania ... " Maxwell berteriak setelah mendapat kabar itu dari berita. Ia semakin membenci Julian saat melihat rekaman bagaimana Julian menyeret Vania keluar dari Apartemen dan mengendarai mobil Vania.
Ia ingin melaporkan Julian ke polisi menggunakan bukti yang dia punya. Tapi, ia tidak melakukannya karena ia merasa ada yang aneh dengan kecelakaan itu. Bahkan, jejak Julian yang juga berada di mobil yang sama dengan Vania juga hilang.
Sejak kecelakaan itu, Maxwell pulang ke kita A sekali setahun hanya untuk mengunjungi makan Vania seraya meminta maaf atas sikapnya malam itu.
Tapi, penyesalan terlalu dalam dihati Maxeell sehingga ia menjadi frustasi setiap kali melihat makam Vania.
Ia dinyatakan sembuh setahun yang lalu sehingga ia memutuskan untuk kembali tinggal di kota A setahun yang lalu.
Back.
Mengingat kejadian itu membuat kepala Maxwell terasa sakit. Ia memegangnya lalu berteriak untuk melepaskan rasa sakit di hatinya.
Rafael yang berada di luar kaget mendengar suara teriakan Maxeell. Tepat saat itu, dokter Maxwell datang sehingga Rafael mengurungkan niatnya untuk masuk.
"Apa kamu sudah sadar?" Tanya Dokter Felix ketika ia sudah berdiri di samping ranjang Maxwell.
Seketika itu Maxwell yang sudah keringat dingin menoleh kearah Felix.
"Kenapa kamu datang?" Tanya Maxwell dengan nada suara yang dingin.
Setelah itu dia duduk lalu bersandar dengan ekspresi yang gelap.
Felix pun duduk di sampingnya sambil menatap Maxwell yang tidak seperti biasanya itu.
"Apakah dia datang lagi? Apa kali ini dia datang untuk minta tolong?" Tanya Felix dengan suara yang lembut.
Hanya Felix yang tidak takut dengan Maxwell yang berada dalam keadaan terburuknya. Bahkan Rafael sendiri tidak berani menemuinya saat ia sedang seperti ini.
Untuk sesaat tidak ada suara, Maxwell terdiam dan tidak membuka mulutnya sedikitpun. Sedangkan Felix menunggu dengan sabar.
Sesaat kemudian.
"Dia marah padaku." Ucap Maxwell setelah lama terdiam.
Felix menarik nafas dalam karena Maxwell sudah mulai membuka pembicaraan nya.
"Marah kenapa?" Tanya Felix.
"Dia marah karena aku menyakiti orang lain. Aku melihatnya kemarin, dia tersenyum tapi tidak mau aku berada di dekatnya. Aku harus bagaimana?" Tanya Maxwell dengan mata yang melotot saat melihat Felix.
"Kemarin? Bukankah dia sudah meninggalkan enam tahun tang lalu? Bahkan akan memasuki tahun ke tujuh." Tanya Felix dengan hati-hati.
Seketika itu Maxwell terdiam, air matanya tiba-tiba keluar dengan derasnya.
"Arggg ... "Maxwell pun berteriak sambil memegang kepalanya saat ia mengingat lagi tentang berita kematian Vania.
"Maxwell ... Coba lihat aku!" Kata Felix sambil menepuk bahu Maxwell tiga kali.
Seketika itu Maxwell menoleh kearah Felix dengan patuh.
Dengan kemampuan hipnoterapi nya, Felix mempengaruhi alam bawah sadar Maxwell agar kembali kepada kenyataan dan meninggalkan masa lalunya yang menyakitkan.
"Kamu harus melepaskan Vania, dia sudah Bahagia di alam sana. Selain itu, dia sudah memaafkan kesalahanmu. Jadi, lepaskan dan berbahagialah, itulah yang Vania inginkan darimu. Selain itu, berhenti melukai orang lain agar Vania tidak mendatangimu lagi. Dalam hitungan ketiga kamu harus kembali kepada kenyataan ... Satu ... Dua ... Tiga ..." Kata Felix.
Setelah mendengar ucapan Felix, Maxwell terdiam sesaat. Setelah itu ia terkulai lemah dan tertidur.
Felix menarik nafas dalam karena ia masih bisa melakukan hipnoterapi itu pada Maxwell. Ia pikir akan sulit kali ini karena kondisi Maxwell terlihat buruk. Dan ini adalah pertama kalinya Maxwell mengatakan kalau dia melihat Vania kemarin.
Setelah ia merasa kondisi Maxwell membaik, Felix pun membiarkannya tidur.
"Bagaimana keadaan bos?" Tanya Rafael setelah melihat Felix keluar.
"Cukup buruk. Sepertinya dia sudah melihat orang yang mirip dengan Vania. Apakah kamu tahu siapa orangnya! Karena dia bisa memicu ingatan buruknya, terlebih jika wanita itu menolaknya." Tanya Felix.
Untuk sesaat Rafael terdiam. Ia mencoba mengingat-ingat siapa saja wanita yang diperhatikan oleh bosnya.