My Coldest CEO

71| Profitable Promise



71| Profitable Promise

3"Nanti jangan bersikap menyebalkan ya di depan Mommy ku, coba biasa saja mengobrol seperti layaknya calon menantu."     

Azrell mendengar ucapan Rio yang seperti mengatakan sebuah kebohongan tentang sifatnya, ia menaikkan sebelah alis lalu menatap laki-laki yang kini sedang menatap cermin di dalam kamarnya. "Tunggu, apa maksud mu tentang itu? bukannya kebalikan ya kalau kamu yang menyebalkan, huh?!" serunya sambil meninju pelan bahu Rio.     

"Ya kan aku hanya mengingatkan, kali saja nanti kamu malah marah-marah sama aku terus."     

"Ya makanya kamu jangan begitu, jangan suka meledek ku. Sikap mu saja yang membuat ku jengkel setengah mati,"     

Bukannya merasa bersalah, Azrell melihat Rio yang tampak terkekeh geli. Lihat, sekarang laki-laki itu malah tertawa dengan apa yang ia katakan. "Kamu begitu suka ya membuat ku kesal? apa untungnya bagi mu? padahal saat di club kamu sama sekali tidak menjengkelkan, tapi.." Tidak meneruskan kalimatnya, ia tahu kalau membuat Rio meninggi adalah suatu kesalahan terbesar di dalam hidupnya.     

Rio menaik turunkan alisnya, ia tahu kalau apa yang berada di benak Azrell merupakan kalimat pujian yang begitu menggiurkan. "Apa? terlihat menggoda dan tampan, iya kan?" tanyanya yang menebak-nebak kemungkinan perkataan wanita di hadapannya ini.     

"Jangan terlalu percaya diri untuk hal yang kamu tidak tahu, Rio."     

Setelah mengatakan itu, Azrell yang sudah rapih dengan dress selutut, high heels, tas jinjing, dan juga jepitan rambut sebagai hiasan langsung saja melangkahkan kakinya keluar kamar tanpa menutup pintunya kembali.     

Menghiraukan panggilan Rio yang di ucapkan lantang, namun masih terdengar kekehan menyebalkan itu. Apa iya keturunan keluarga dengan marga Wallie memiliki humor yang sereceh itu? ah tidak, ia yakin hanya laki-laki itu yang sangat konyol dan sukar untuk serius ketika sedang bersamanya.     

"Mom, Dad! Azrell ingin berangkat," serunya saat melihat kedua orang tuanya yang dengan akrab duduk bersebelahan dan jangan lupa Nayya tengah menyandarkan kepalanya di bahu Sam. Mereka adalah bukti kalau pernikahan dengan kedua insan yang bekerja, bukan sebuah hambatan untuk disibukkan oleh dokumen terus menerus.     

Sam dan Nayya serempak menolehkan kepalanya ke sumber suara.     

"Hai anak Mommy yang sangat cantik, kemari lah." ucap Nayya dengan senyuman yang mengembang di wajah cantiknya.     

Azrell menganggukkan kepala, lalu berjalan mendekati mereka yang selalu menyambutnya dengan hangat. "Daddy gak ke rumah lama? tumben sekali akhir pekan berada di rumah," ucapnya. Menghentikan langkah kaki di hadapan mereka, tubuhnya menghalangi televisi yang memang sedaritadi menjadi titik fokus kedua orangtuanya.     

Sam melihat putrinya dari atas sampai bawah, lalu tersenyum hangat. Entah kenapa sejak Azrell berpacaran dengan Rio --ia tahunya mereka berpacaran, padahal mah belum ada status apapun--, putrinya selalu berpakaian sopan. Ya setidaknya memakai dress yang menutupi bagian sensitif, tidak seperti dulu yang terkadang dengan PD-nya keluar rumah hanya memakai baju yang selalu menampilkan tubuh.     

"Iya sayang, Daddy mau di sini dulu. Lagian juga di sana mau ngapain? sudah tidak ada Felia, bosan juga." ucapnya sambil menarik tangan yang berada di bahu Nayya, supaya lebih nyaman mengobrol.     

Azrell mengerjapkan kedua bola matanya, merasa bersalah? tidak! tapi ia masih belum bisa memaafkan keadaaan yang terjadi menimpa kisah percintaannya.     

Nayya yang melihat sang putri hanya bergeming pun mencubit pinggang Sam, seolah-olah memberitahu suaminya untuk tidak menyebut nama wanita yang menjadi pemicu suasana hati Azrell. "Ah iya, dimana Rio? bukankah kalian satu kamar, mengapa hanya turun sendirian?" tanyanya sambil mengarahkan tatapannya pada lantai dua, lalu kembali ke wajah cantik putrinya.     

"Ah dia sedang bersiap-siap, memang lama seperti wanita. Aku saja sebal dengannya,"     

"Sebal bisa jadi cinta sayang, dan mungkin saja ia ingin tampil yang terbaik saat berjalan dengan anak Mommy yang cantik ini."     

"Apa? tidak Mom! Rio memang lama, padahal penampilannya biasa saja. Lebih tampan juga Leo.."     

Sam yang mendengar itu pun langsung berdesis. "Hust, jangan membanding-bandingkan pribadi laki-laki sayang. Rio begitu mungkin ingin membuat suatu memori spesial di dalam ingatan kamu, jadi ya kamu nikmati saja." ucapnya memberikan nasihat pada putrinya. Ia tidak ingin Azrell selalu memposisikan laki-laki lain dari Leo bawah derajat. Ia ia juga mengaku kalau laki-laki bermarga Luis itu tampan, berkharisma, bahkan bisa membelikan apapun untuk putrinya. Namun ia juga tidak pernah menolak laki-laki lain hanya karena perbandingan tersebut.     

"Dad, apanya yang harus di nikmati mengenai kejengkelan itu, huh?"     

"Ya memang apa salahnya sayang?"     

Azrell tidak habis pikir dengan Daddy-nya. Ia sangat berharap sekali kalau Rio di tendang dari rumah ini karena tidak setuju dengan hubungan mereka, tunggu hubungan apa?!     

"Maaf aku terlambat."     

Suara bariton itu memenuhi sudut ruang televisi, membuat ketiga orang yang berada di sana langsung memusatkan perhatiannya. Di sana sudah terlihat Rio yang sedang berjalan ke arah mereka dengan langkah kaki besar yang terlihat sangat gagah, ia benar-benar terlihat mempesona dengan tampilan yang casual.     

"Nah itu sudah datang orangnya, katanya Azrell nungguin kamu dan tidak sabar pergi bersama mu." ucap Sam sambil mengulum sebuah senyuman yang terlihat sangat bahagia karena telah mengatakan hal kebohongan.     

Azrell membelalakkan kedua bola matanya, lalu menggelengkan kepala dengan cepat. "Eh? Tidak! jangan terlalu percaya diri ya kamu," ucapnya sambil menatap Rio dengan sorot mata yang setajam elang.     

Rio terkekeh kecil, lalu menghentikan langkah di dekat Azrell, bahkan kini lengannya sudah di taruh melingkari pinggang ramping wanitanya. "Kalau beneran juga gak masalah, aku selalu tahu kalau sebenarnya kamu juga menunggu ku." ucapnya. Ia melihat Sam, lalu seperti bertukar tos ria dengan sang Tuan rumah itu.     

Ah memang laki-laki kalau urusan mengerjai wanita itu tidak pernah ketinggalan dan selalu menjadi hal yang menyenangkan, justru kalau menurut para wanita hal itu sangatlah menjengkelkan!     

"Sudah ku bilang jangan percaya diri," ucapnya sambil berusaha menurunkan tangan Rio dari lingkaran pinggangnya. Ia terkadang tidak suka di sentuh sembarangan oleh laki-laki ini, namun terkadang sentuhannya menjadi candu di lain sisi.     

Nayya yang melihat tingkah mereka berdua pun akhirnya terkekeh. Entah kenapa ia suka dengan kehadiran Rio yang dapat mengubah sifat keras kepala Azrell, sekarang putrinya itu lebih suka menyerah dalam perdebatan. "Yasudah sana kalian pergi, nanti keburu kesorean." ucapnya.     

Azrell menghembuskan napasnya, lalu menganggukkan kepala. "Iya, Mommy."     

Rio ikut melakukan hal serupa dengan wanitanya, lalu melepaskan lengannya untuk bersalaman dengan kedua orang hebat yang sudah menciptakan seorang Azrell yang sangat-sangat sempurna ini. "Kami berangkat dulu ya, sampai jumpa."     

Setelah mendengar ucapan perpisahan singkat itu, mereka berdua melangkahkan kakinya keluar dari rumah megah ini dan langsung memasuki mobil milik Rio serta memakai seat belt untuk keamanan berkendara. "Sudah siap?" Rio bertanya sambil menolehkan kepalanya ke arah Azrell yang sudah menaruh tas jinjingnya di atas dashboard mobil.     

Azrell yang mendengar pertanyaan itu pun menganggukkan kepala sambil menoleh ke arah laki-laki yang duduk bersebelahan dengan dirinya. "Sudah, Rio." jawabnya tanpa embel-embel kekesalan seperti beberapa menit sebelumnya.     

"Perlihatkan senyuman kamu, sayang. Jangan sibuk menekuk seperti itu, kamu sangat cantik dan senyuman sudah harus terpasang di wajah mu."     

"Bagaimana aku ingin tersenyum kalau kamu saja sibuk menjahili ku?"     

"Oke, untuk menit ini sampai selanjutnya aku akan bersikap layaknya kekasih yang sangat romantis."     

"Tidak, berhenti halusinasi. Kita tidak punya hubungan apapun, ingat? kalau lupa, silahkan benturkan kepala mu ke kemudi mobil."     

Azrell sangat bingung dengan hubungan mereka, tidak ada status spesial namun Rio seolah-olah membuat hubungan mereka terlihat sangat dekat seperti layaknya suami istri --terlebih laki-laki tersebut gemar menginap, bahkan satu kamar dengannya--. Seorang wanita sangat membutuhkan kejelasan, begitu juga dengan dirinya. Walaupun terkesan enggan karena cukup muak dengan sifat Rio, tapi tentu saja tak ayal ia menginginkan kepastian.     

"Oh jadi kamu ingin status yang jelas? nanti akan ku berikan setelah bertemu dengan Mommy, itu juga kalau aku ingat ya." ucap Rio sambil terkekeh kecil, lalu mulai memegang kemudi mobil untuk segera melaju meninggalkan pekarangan rumah.     

Azrell mendengus kecil, lalu kedua tangannya di lipat di depan dada. "Masa? aku tidak ingin percaya lebih besar pada diri mu, mana ada laki-laki menyebalkan bisa berubah menjadi serius." ucapnya dengan nada mencibir.     

"Ya memang kenapa? tidak percaya? kalau aku bisa, aku meminta jatah ku untuk malam ini. Dan ya, aku tidak menerima penolakan untuk setiap keinginan ku, bagaimana?"     

Kedua bole mata Azrell sudah memutuskan pandangan dari wajah Rio, kini ia melihat pemandangan yang sudah berganti menjadi jalan raya. "Euhm, apa tidak ada penawaran lainnya selain itu, Rio?" tanyanya. Keberatan? tidak, ia tidak akan pernah keberatan kalau soal urusan berhubungan badan. Namun... mengingat permainan laki-laki tersebut yang menimbulkan kecanduan, membuat dirinya serasa melayang sampai langit paling atas.     

Rio menaikkan sebelah alisnya, namun tatapannya masih fokus ke jalanan yang menjadi pusat lintasnya saat ini. "Kenapa memang? takut kalah dan berakhir melenguh nikmat dan menyebut nama ku?" tanyanya sambil menampilkan sebuah senyuman miring yang terlihat menunjukkan aura penuh kemenangan.     

"Ah tidak! kenapa kamu terlalu percaya diri?"     

"Bilang saja iya, dasar gengsi. Padahal kalau kaku jujur aku tidak masalah sama sekali, karena mendengar mu seperti itu sangat membangun semangat untuk menggempur."     

Mendengar ucapan Rio yang malah semakin membahas hal vulgar seperti ini membuat kedua pipi Azrell serasa panas, bahkan sampai menjalar ke daun telinga.     

"Menyebalkan, sudah mulai katanya ingin serius pada ku! aku akan menerimanya, puas?" ucap Azrell pada akhirnya.     

"Tentu saja aku puas, sayang. Permainan di mulai, yang menang mendapatkan apa yang ia mau dan yang kalah boleh di hukum sepuas mu, deal?"     

"Deal, jerk."     

Terciptalah sebuah perjanjian yang memang saling menguntungkan kalau kalah atau pun menang, tapi di sini Rio ingin membuktikan kalau dirinyalah yang akan memenangkan perjanjian ini. Tidak boleh munafik karena semua laki-laki memang mementingkan hal seksual untuk memenuhi hasrat batinnya.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.