73| Place Of Love (CP)
73| Place Of Love (CP)
Entah kenapa, kekasihnya memilih untuk berkunjung ke taman besar ini daripada ke patung Liberty yang bernotabene adalah pusatnya negara ini yang paling terkenal. Namun, ia tidak akan menolak permintaan apapun itu. Menurutnya, ya tidak buruk juga berjalan-jalan di sekeliling taman bersama orang-orang yang juga melakukan hal serupa dengan mereka.
"Tuan, ayo duduk di sana!"
Tiba-tiba, bersamaan dengan pekikan Felia tangannya sudah di tarik oleh wanitanya itu. Membuat dirinya terkekeh, mengikuti setiap langkah yang diarahkan sang kekasih.
Kini, mereka duduk di rerumputan yang dipangkas sangat rapih bahkan terlihat subur. Ia tersenyum hangat, baru pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya ia tidak duduk di rerumputan karena terlalu sibuk duduk di kursi kekuasaan dengan bertumpuk-tumpuk kertas dokumen.
Dulu, saat bersama Azrell mana mau wanita itu mengajaknya ke taman untuk sekedar jalan-jalan sore seperti ini. Azrell terlalu mahal untuk di bandingkan dengan Felia yang sangat sederhana, justru kesederhanaan itu menarik ia ke masa lalu yang menenangkan di saat belum mengenal dunia sibuknya bekerja.
"Nanti mau makan di restoran mana? sekalian saja kita dinner romantis." ucap Leo sambil menolehkan kepalanya ke arah Felia yang berada di sampingnya, mereka sama-sama bersandar pada batang pohon besar yang menjulang.
Felia yang sibuk menatap langit sore pun enggan mengalihkan pandangannya dari cakrawala, berdehem kecil untuk menjawab pertanyaan Leo. "Euhm, rasanya kalau makan malam di restoran itu mahal, bagaimana kalau nanti di rumah saja? bersama dengan Vrans dan Xena." ucapnya yang masih merasa tidak enak kalau apa-apa terlalu banyak mengeluarkan uang.
Leo yang mendengar itu tentu saja tidak setuju, ia bosan mendapatkan tatapan malas sekaligus dingin yang dilontarkan Vrans untuk dirinya. Padahal saat Xena bermanja-manja dengan dia, pasti langsung luluh dan tatapannya melembut. Memang cinta mempengaruhi segalanya, semuanya seakan mudah kalau sudah kenal cinta.
"Tidak, saya tidak mau. Lagipula masakan Aldo sebelas dua belas dengan milik Bara, jadi saya sudah bosan."
"Ya kalau makan di luar, pasti nanti mahal dan juga pasti porsinya dikit sekali bahkan mengurangi porsi kebutuhan standar."
"Tidak masalah, nanti kan saya yang bayar. Mau pesan berapa macam makanan pun saya masih sanggup membayarnya, selagi itu juga saya masih bekerja keras untuk meningkatkan kualitas Luis Company."
Leo tidak menerima perdebatan tentang materi, jadi ia selalu mendesak Felia untuk menyetujui apa yang ia inginkan. Toh memang benar ia akan membayarnya selagi bisa mengisi perut, lagipula menu makan malam tidak perlu terlalu mengisi perut yang penting sudah cukup dan pulang.
"Yasudah nanti aku bayar nyicil pakai uang tabungan aku, kita baru berpacaran dan rasanya kamu sudah memiliki tanggung jawab penuh untukku."
"Loh tidak masalah, sayang. Tugas seorang kekasih ya memenuhi kebutuhan wanitanya, dan saya tidak pernah keberatan uang saya habis karena hal itu. Habis pun tidak mungkin," Leo mengulurkan tangannya. Ia mengelus puncak kepala wanitanya dengan gerakan perlahan, sangat menggemaskan bahkan kini senyuman kian tercetak jelas di permukaan wajahnya.
Tersenyum untuk Felia, namun banyak wanita berlalu lalang yang memekik tertahan karena melihat fenomena yang selalu di tunggu-tunggu untuk di nikmati secara langsung.
Felia menghembuskan napasnya, ia kalah dan mau tidak mau mengalah. "Yasudah oke, memang aku tidak akan pernah bisa membantah kamu." ucapnya sambil menolehkan kepala ke arah Leo, lalu kedua manik mata mereka bertemu satu sama lain, bertabrakan untuk menukar kasih yang terlihat jelas di masing-masing mata.
"Iya, saya juga tidak akan pernah menerima penolakan, sayang. Memang harus berdebat dulu ya supaya kamu bisa mengiyakan apa yang aku inginkan, gemas sekali."
"Ya kan aku tidak enak sama kamu, seolah-olah sudah memiliki tanggung jawab sepenuhnya untukku padahal hanya sekedar kekasih tanpa hubungan serius yang memang harus dipertanggungjawabkan."
Leo menaikkan sebelah alisnya, lalu mengulum sebuah senyuman yang sangat terlihat manis. "Loh kan sudah saya bilang kalau kamu itu calon Nyonya Luis, apa masih kurang?" ucapnya sambil menarik tangannya yang sedaritadi berada di puncak kepala Felia.
Menunggu jawaban, namun wanitanya hanya diam bergeming tanpa berniat untuk mengatakan apapun itu.
"Oh butuh kepastian dari saya, iya kan? kan sudah saya bilang tunggu satu bulan lagi dan marga kamu pasti setelah itu akan berganti menjadi Luis."
"E-eh? jangan membuat aku terlalu berharap dengan apa yang kamu katakan, Tuan. Karena mengharapkan suatu yang tidak pasti sangat menyakitkan,"
Sebelumnya, Leo tidak pernah tahu apa yang dirasakan oleh Felia. Namun kini ia tahu. Mungkin memang hubungan mereka masih sangat cepat untuk menjalankan status yang lebih serius dari sekedar menjadi sepasang kekasih, namun hal itu tidak membuat keyakinannya terhadapnya Felia luntur. Ia telah jatuh cinta, pada wanita yang memberikannya kesederhanaan.
"Hei," Leo meraih rahang Felia, lalu ibu jarinya mulai bergerak untuk mengelus pipi tanpa sapuan make up itu. "Kalau kamu tidak percaya, perlahan akan kita lakukan bersama-sama, oke? saya tidak menyuruh mu untuk berharap pada saya, tapi menyuruhmu untuk tetap selalu mencintai saya sampai takdir menyetujui."
Kedewasaan seorang laki-laki memang tidak ada tandingannya bagi para kaum wanita. Apalagi, Leo memang sangat tidak ingin membuat Felia berpikiran kalau ia hanya berniat untuk main-main tanpa adanya kejelasan sedikitpun.
"Iya, Tuan. Saya hanya berharap, bukan menaruh pikiran kalau harapan itu harus terwujud. Kalau nanti kamu bukan takdir aku--"
"Saya akan berdoa pada Tuhan kalau takdir mu tetap bersama ku, kalau pun ada orang lain saya akan berdoa supaya orang lain itu tetap saya."
Menemukan wanita di dunia ini untuk di jadikan kekasih adalah poin termudah bagi Leo karena selain tampangnya yang mendukung karena mampu membuat para wanita terpesona hanya dengan satu kedipan mata, namun menemukan wanita yang bisa bersikap apa adanya tanpa mempedulikan apa yang ia miliki dan juga berhati rendah serta tidak menjunjung tinggi popularitas saat bersamanya adalah hal yang sulit.
Saat Leo sudah mendapatkan kriteria kedua yang sangat cocok itu, ia tidak akan melepaskannya dengan sangat mudah dan cara apapun ia akan lakukan untuk bertahan serta mempertahankan.
"Bisa seperti itu ya Tuan?" tanya Felia sambil terkekeh kecil, pasalnya ia mendengar Leo yang seperti memaksakan takdir. Padahal di lubuk hatinya yang paling dalam ia sangat sangat tidak rela kalau sampai kehilangan laki-laki itu juga. Ya namanya wanita pasti mempersiapkan hati supaya tidak sakit hati dengan apa yang terjadi.
Mendengar Felia yang akhirnya terkekeh, rongga dada Leo rasanya sangat lega. Ia senang jika kebahagiaan wanitanya masih berasal dari dirinya, dan kini ia juga melakukan hal yang serupa yaitu itu terkekeh dengan suara khasnya. "Kamu sangat lucu, bolehkah saya mencium mu pada saat ini juga?" tanya sambil menghentikan tawa, mengubahnya dengan mengulum senyuman.
Terlihat Felia yang langsung membelalakkan kedua bola matanya, lalu menurunkan tangan Leo yang berada di rahangnya bahkan kini ia menegakkan tubuhnya, tidak bersandar lagi pada pohon. "Tidak, yang benar saja! ini muka umum, Tuan. Aku tidak akan mau menerima ciuman mu,"
"Kalau di tempat sepi, mau? sambil melakukan hal lain yang mengeluarkan keringat."
"Jangan membahas hal yang tidak jelas, Tuan."
"Ya makanya jangan memanggil saya dengan sebutan Tuan, kan sudah di bilang panggil sayang oh atau semacamnya seperti honey, mungkin?"
Melihat Felia yang menaikkan sebelah alisnya, justru membuat Leo semakin gemas dengan kekasihnya itu. Padahal, sewaktu di Paris juga mereka berciuman di muka umum. Oh mungkin keadaannya yang berbeda ...
"Iya maaf kan aku belum terbiasa, soalnya panggilan Tuan menurutku sangat sopan."
"Iya sopan, tapi kan saya kekasih kamu. Mana ada kekasih yang memanggil Tuan seperti itu."
"Ada kok,"
"Siapa memangnya?"
"Aku."
Tuh kan, bagaimana Leo tidak gemas dengan Felia kalau wanitanya saja seperti ini? Ih ia sangat suka dengan berbagai macam sifat wanitanya yang sangat lugu. Rasanya ingin menggigit gemas pipinya namun tidak di gigit kencang, hanya perumpamaan saja.
"Kamu bisa saja ya," ucapnya sambil memajukan wajah dan ya ia hanya berhasil mengecup singkat pipi wanita di sebelahnya. Lalu ia beranjak dari duduk, dan membersihkan bokongnya takut ada rerumputan yang menempel di sana. "Yuk hari sudah semakin gelap dan aku yakin taman juga akan segera di tutup," sambungnya sambil menjulurkan tangan ke arah Felia.
Menyambut tangan Leo, akhirnya Felia di bantu berdiri oleh laki-laki tersebut.
"Kita jadi makan malam di restoran?" tanyanya yang masih sedikit ragu dengan apa yang diucapkan oleh Leo. Pasalnya kan mereka bisa mengirit uang dengan makan masakan Chef yang berada di mansion Vrans saja, lagipula rasanya tidak kalah enak dengan bintang lima kok.
Leo yang kembali mendengar pertanyaan itu pun langsung menampilkan senyuman kecil, lalu tanpa aba-aba meraih tubuh mungil tersebut untuk tetap masuk ke dalam dekapannya ala bridal style.
Felia yang tidak siap segera melingkarkan kedua tangannya pada leher Leo, lalu dengan wajah sebal mengarahkan ke laki-laki tersebut. "Kamu gila ya?" tanyanya sambil mendelik tajam.
"Iya gila karena kamu, sudah tahu saya tidak ingin di tolak masih saja bertanya sangat menggemaskan." balas Leo sambil mencium hidung mancung Felia, tanpa mendengarkan kalimat protes selanjutnya dari wanita yang kini berada di gendongannya, ia pun melangkahkan kakinya menuju gerbang keluar taman dan melihat sebuah mobil yang menjemput mereka sesuai dengan jam yang telah di tentukan.
"Jangan menjadi laki-laki menyebalkan, sayang."
"Iya, aku juga sangat sayang sama kamu." balas Leo yang menjawab ucapan Felia dengan kalimat tidak nyambung, habisnya ia hanya tidak ingin membuat wanita semakin memperpanjang topik pembicaraan ini karena perutnya sudah lapar.
Walaupun jawaban Leo tidak nyambung seperti itu, tak ayal membuat kedua pipi Felia merona malu, menyerupai kepiting rebus yang memerah.
Kini, Central Park menjadi tempat ketiga di luar negeri sebagai saksi cinta Leo dan Felia setelah menara Eiffel dan tempat wisata lainnya di Paris.
...
Next chapter