86| The Best Couple
86| The Best Couple
"Sayang, bagaimana sarapan mu tadi?"
Suara bariton itu terdengar, lalu tak lama kemudian ada tangan kekar yang melingkari lehernya. Di susul dengan sebuah bibir sexy yang mendarat pada keningnya, jangan lupa juga aroma maskulin yang menenangkan itu.
Felia sedikit mendongakkan kepalanya, lalu menghembuskan napas lega kalau laki-laki tersebut adalah Leo. Ia kembali memposisikan kepalanya dengan nyaman, namun tidak bisa bertatapan dengan kekasihnya. "Enak banget, terasa makan menu sehat seperti sedang diet gitu menjaga kalori." jawabannya dengan senyum mengembang.
Leo sama sekali tidak peduli dengan wanita yang sedang memijat Felia itu mendengar percakapan mereka, ya beginilah sepasang kekasih pasti di setiap detik menebarkan keromantisan.
"Baguslah kalau begitu, saya senang karena kamu selalu menikmati menu yang saya buat."
"Bukan kamu kali, tapi kan Bara yang buat."
"Bukan makanannya sayang, tapi daftar menu yang harus kamu makan di pagi, siang, sore, dan malam hari. Kan semua itu saya yang susun,"
Memang benar sejak Felia mengandung bayi kecil di dalam perutnya, nafsu makannya semakin meningkat entah karena di dalam perutnya memang ada satu calon manusia yang membutuhkan asupan atau memang hanya hormon saat mengandung.
"Oh iya aku lupa, kalau begitu kenapa kamu tidak membuat menu makan mu menjadi sehat juga? setidaknya sup sayur-sayuran seperti ku.. atau makanan yang tidak memiliki karbohidrat tinggi."
Felia mendengar suara kekehan berat dari atas kepalanya, ia tahu kalau Leo terkekeh.
"Loh saya kan kerja, tentu saja tenaga saya terbuang banyak daripada kamu. Saya perlu kalori yang cukup untuk mengembalikan tenaga saya,"
Benar juga dengan apa yang dikatakan Leo. Lagipula, laki-laki itu tidak terlihat berlemak sama sekali. Justru dari minggu ke minggu tubuhnya semakin kekar membuat siapapun wanita yang berada di dekatnya ingin mengelus perut kotak-kotak itu, tapi ia tidak mengizinkannya lah kalau selain Felia.
"Tapi masa iya makanan kamu enak-enak gitu aku kan jadi mau kalau begitu."
"Jangan dong, kamu kan punya tanggung jawab besar. Nanti kita konsultasi ke dokter kandungan, apa saja menu enak yang bisa kamu makan, oke?"
Leo selalu mengusahakan dan mengoptimalkan segala yang di perlukan oleh Felia, baginya wanita ini adalah suatu hal terhebat yang bisa menjadi istri selanjutnya. Ia juga sudah mengatakan hal ini dengan Vrans, tebak apa yang dia katakan?
'Kalau Daddy bahagia bersama Felia, ya itu gak masalah. Mau nikah lagi kan urusan Daddy, lagipula dilihat-lihat juga Felia itu wanita yang baik jadi ya setuju-setuju aja, why not?'
Mendengar jawaban sang putra yang sangat positif tentu saja bagai lampu hijau dalam hubungannya. Jadi, ia dengan senang hati langsung memutuskan untuk acara pernikahannya dengan Felia.
"Iya, sayang. Tapi meskipun makanan ku di jaga, urusan rasa Bara masih nomor satu."
"Iya, jadi saya tidak perlu takut ya kalau nafsu makan mu berkurang atau bahkan kamu memilih untuk mogok makan."
"Enggak dong, sayang. Aku mana mau bersikap seperti anak kecil seperti itu, bisa makan enak saja aku sudah puji syukur sama Tuhan."
Felia sibuk menatap layar televisi yang menyala, namun titik fokusnya berada pada Leo dengan segala topik pembicaraan yang dibawanya.
"Iya bagus," bersamaan dengan itu tangan kekarnya mulai mengelus pipi mulus Felia dengan ibu jarinya.
Merasa diperlakukan sangat lembut, apalagi kini tubuhnya terasa rileks karena pijatan dari wanita yang berprofesi sebagai tukang pijat itu, Felia melebarkan senyumnya sambil menutup mata. "Kamu tidak kerja, Leo?" tanyanya dengan nada lembut, masih memejamkan mata karena benar-benar berasa kebas di tubuhnya sirna.
Leo yang mendengar pertahanan itu hanya bisa menggelengkan kepala, bukan karena tidak ingin bekerja. "Belum dong, kan masih jam enam pagi untuk apa saya datang sepagi itu?" ucapnya sambil terkekeh. Ia adalah tipe bos yang datang dipertengahan waktu jam masuk kantor, artiannya tidak pernah datang terlalu awal ataupun datang terlambat --ah ini tentu saja sangat tidak teladan--.
Felia mengalihkan pandangannya dimana tempat jam dinding berada, lalu benar melihat apa yang dikatakan oleh Leo barusan bahwa kini angka jam dinding menunjukkan pukul 6 pagi. "Ah iya juga, tapi gak masalah dong supaya kamu jadi CEO yang rajin bekerja." ucapnya sambil terkekeh.
Leo hanya tersenyum, bukannya ia tidak mau tapi menurutnya kalau pekerjaan terlalu diselesaikan dengan cepat pasti akan bosan nantinya karena tidak tahu ingin berbuat apa di jam selanjutnya. "Tidak ah, mengobrol saja dulu dengan calon Mommy dan calon istri saya." balasnya sambil menaik turunkan alis.
Saat mengetahui Azrell juga hamil, tentu saja Leo langsung mengatakan pada wanita itu untuk tidak perlu kembali bekerja lagipula keluarga Wallson cukup kaya jadi Rio bisa membiayai Azrell untuk banyak hal. Dan jadilah ia merekrut sekretaris baru, tapi kali ini laki-laki karena ia tidak mau kalau mempekerjakan wanita sebagai sekretarisnya lagi pasti nanti ada hal tidak-tidak yang terjadi di kemudian hari.
Mendengar apa yang dikatakan Leo, tentu saja kini Felia langsung mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah manis Leo. Ia mengelus rahang kokoh itu dengan gerakan perlahan. "Tuhan baik ya sudah mempertemukan aku sama kamu, aku sangat bersyukur dengan hubungan yang kini kita jalani. Rasanya masih sangat sebentar ya, tiba-tiba saja kita ingin menikah." ucapnya dengan nada bicara pelan yang penuh dengan kelembutan.
Leo menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang dikatakan wanitanya ini. "Iya, Tuhan akan selalu baik pada manusia yang masih berada dijalan-Nya. Bahkan manusia jahat pun masih tetap akan di berikan hak yang terbaik asalkan ingin mengakui kesalahannya. Bayangkan kita tidak bertemu saat itu, saya tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan."
Membayangkan pertemuan mereka, membuat kedua insan ini langsung saja merasa tersipu karena pertemuan mereka lebih langka daripada pertemuan Leo dengan wanita lain yang terbilang klasik dan juga terlalu pasaran. Namun dengan Felia dan mengingat kejadian itu, tentu saja dirinya terkekeh kala di memori pikirannya terputar dimana saat kekasihnya ini dengan wajah lugu mulai duduk di hadapannya yang ternyata salah orang.
"Ah yasudah sana berangkat, lagipula jam semakin cepat berjalan, sayang. Aku tidak ingin kamu terlambat, masa atasan mencontohkan hal yang tidak baik pada karyawannya sih." ucap Felia yang mengatakan hal sebenarnya. Bagaimana bisa menjadi atasan kalau jam masuk saja bisa terlambat, iya kan?
Leo menggelengkan kepalanya, ia merasa tidak setuju dengan apa yang diucapkan oleh Felia. "Kalaupun ada yang bertanya tentang keterlambatan saya, dengan senang hati saya menjawab karena sudah memiliki calon istri yang tengah mengandung jadi wajar kalau saya terlambat." ucapnya yang ternyata sudah menyiapkan alasan yang sangat-sangat masuk akal.
"Dasar kami banyak sekali alasan dan akal,"
"Iya dong, itu kunci utama karena saya jujur. Oh ya, nanti pulang kerja ingin apa? nanti saya langsung belikan kalau kamu ingin sesuatu."
"Sushi kayaknya enak, Leo."
Permintaan Felia yang satu ini membuat Leo langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak, saya tidak suka ya kalau kamu ngidam hal yang justru malah di larang pihak dokter." ucapnya dengan wajah yang menunjukkan kalau apa yang dilarangnya ini adalah hal yangs serius.
"Ah iya tidak jadi, sayang. Aku hanya ingin mushroom creamy soup di salah satu restoran berbintang, bisa?"
"Bisa sayang, nanti setelah selesai bekerja saya langsung pergi ke restoran untuk membelinya."
Ada banyak hal yang menjadi permintaan Felia semenjak kehamilannya, ini semua mungkin memang kemauan sang bayi yang berada di dalam perutnya. Namun tentu saja dengan senang hati Leo langsung menurutinya, namun tidak bisa pada saat ini juga dan itu tidak masalah.
"Yeay, terimakasih banyak ya! kalau sudah ingin berangkat hati-hati di jalan, lihat rambu-rambu lalu lintas, pokonya jangan melakukan hal apapun saat sedang menyetir."
Sejak Felia tahu kalau Leo serius dengannya, tentu saja ini menjadi pribadi yang bawel karena tidak ingin terjadi sesuatu pada laki-laki ini jadi ia tidak akan pernah bosan untuk cerewet hanya untuk mengingatkan kekasihnya.
Leo menganggukkan kepala, lalu mengecup kening Felia dengan lembut dan langsung menegakkan tubuhnya. "Iya sayang, kamu bawel sekali tapi saya suka karena demi kebaikan, iya kan?"
"Nah itu kamu tahu, jadi jangan ceroboh ya saat berkendara karena aku selalu menunggu kepulangan kamu."
Felia kini bisa melihat tubuh tegak Leo yang dibalut dengan tuxedo hitam, karena laki-laki itu kini berdiri di sampingnya sehingga penglihatannya terlihat sangat jelas.
Leo mencondongkan tubuhnya, sambil mendekatkan wajahnya pada wajah cantik milik Felia. Ia melumat bibir mungil yang seterusnya akan menjadi candu.
Sedangkan Felia, ia merasa malu karena kini Leo mencium dirinya di hadapan orang lain. Ya walaupun tukang pijat tersebut hanya fokus dengan pekerjaannya karena harus profesional, tapi tetap saja ia malu dengan perlakuan seperti ini yang di dapatkan dari kekasihnya.
"Buka mulut mu sayang,"
Merasa pasrah karena bibir dalamnya tidak ingin di gigit oleh Leo, tentu saja Felia langsung membuka mulutnya seperti apa yang di pinta laki-laki tersebut.
Kini, mereka berdua saling bertukar saliva. Dengan nikmat yang hanya bisa si nikmat kedua insan ini, bahkan saat ini Felia terasa melayang dengan lumatan yang selalu bisa menghipnotis dirinya.
Setelah merasa puas, Leo langsung melepaskan ciuman mereka dan kembali menegakkan tubuhnya. "Saya berangkat dulu ya sayang, nanti kalau ada waktu luang saya akan menelepon kamu. Nanti juga kalau sudah sampai saya kabari, nanti jam makan siang stay dengan ponsel mu karena saya ingin video call kamu."
"Aye-aye captain! siap laksanakan, aku juga akan menanti setiap kabar dari kamu."
Kini, bagi Leo yang tadinya acuh dengan kabar ataupun memberikan kabar pun menjadi pribadi yang suka sekali mengatakan kabar dan memberitahukan apa saja kegiatannya pada Felia. Memang benar, jodoh yang baik pasti akan mengubah kepribadian yang buruk dengan sangat mudah, wanita itu membawa pengaruh positif bagi seorang Leonardo Luis.
"Iya, dah ya sayang saya berangkat dulu. Nanti menu makan siang mu akan langsung di sajikan oleh Bara. Sampai jumpa ya nanti saat jam pulang..."
...
Next chapter