Last Boss

Chapter 53 - Pos 104



Chapter 53 - Pos 104

3Di ruang tengah sebuah rumah berlantai 2, Edward, Ivaldi dan Retto duduk di sofa dengan perasaan tidak tenang. Meski diminta untuk bersantai setelah perjalanan jauh mereka, tetap saja kaki dan tubuh mereka merasa sangat tidak nyaman. Sebab, rumah yang mereka masuki bukanlah kediaman yang ditempati sebuah keluarga pada umumnya.     

"Silahkan diminum," ucap perempuan yang mengenakan seragam prajurit Kekaisaran bernama Fornelia, perempuan itu pula yang membawa mereka kemari "Ya aku senang karena bisa bertemu lebih cepat dengan kadet yang ditempatkan di pos kami," membawa mereka ke pos 104, pos yang mereka cari-cari karena perintah dari Belial. Pos yang bukan sebuah barak, tetapi benar-benar sebuah rumah pada umumnya, bahkan tidak bisa dibilang sebuah pos.     

Selain itu perempuan yang membawa mereka ketempat ini adalah salah satu prajurit yang bertanggung jawab atas pos penjaga 104 yang secara kebetulan bertemu dengan Edward, berbicara dengannya dan membawa mereka langsung ke pos penjaga 104     

"Astaga benar-benar kebetulan yang tidak terduga, jujur aku benar-benar terkejut saat tahu kalau Edward adalah kadet yang akan datang ke pos ini."     

"Maaf, apa mungkin anda mencari kami?" potong Retto bertanya kepadanya.     

"Tidak kok, benar-benar kebetulan. Saat itu aku mengakhiri patroli ku dengan melewati alun-alun, kebetulan aku melihat seorang kadet di alun-alun dan mengobrol dengannya. Ya, Benar-benar kebetulan, kok."     

Entah keberuntungan apa yang mereka menimpa mereka, mereka bersyukur karena bisa langsung bertemu dengan salah satu prajurit pos mereka di tempatkan. Walau hal itu juga menjadi kesialan bagi mereka, karena sepanjang perjalanan mereka menunjukkan sikap yang tidak pantas di depan Fornelia, mereka takut jika pertengkaran konyol mereka masuk kedalam penilaian.     

"A--anu, kami minta maaf jika sikap kami sebelumnya tidak sopan kepada Senior," ucap Retto terdengar sangat formal sekaligus gugup ketika berbicara, membuatnya sekilas menjadi orang yang berbeda.     

Fornelia tertawa pelan mendengar itu seraya berkata kepadanya "Ah tenang saja, aku tidak mempermasalahkannya. Lagipula aku juga salah karena tidak langsung memberitahu kalian. Tapi, untuk kedepannya jangan sering bertengkar, ya. Mau bagaimana juga prajurit harus menjadi contoh yang baik untuk penduduk sekitar, jika tidak nantinya kemampuan kita diragukan, mengerti?"     

Retto menunduk penuh penyesalan seraya berkata "Ma--maafkan kami," diikuti Edward juga Retto menunduk kearah senior mereka.     

Fornelia hanya tersenyum tipis melihat. Kemudian balik bertanya kepada mereka.     

"Oh ya, kalian belum memberitahu nama kalian. Aku dan penjaga lain memang tahu akan kedatangan kadet, tapi kami tidak tahu masing-masing nama dari kadet yang akan datang ke pos kami."     

Mendengar itu Retto pun dengan sigap langsung berdiri, menaruh telapak tangan kanannya di atas dada kirinya, membungkuk dengan penuh rasa hormat "Baik! Nama saya Retto, calon prajurit pelatihan benteng Drachen."     

Sangat formal dan kaku ucapannya, ia benar-benar gugup sejak tiba di tempat ini. Sikapnya yang biasanya terlihat bar-bar seketika langsung berubah menjadi seperti anak yang baru masuk ke sekolah barunya tanpa ada yang menemani dirinya.     

Fornelia kembali tertawa mendengar ucapan gugup Retto, ia sampai menutupi mulutnya untuk menahan tawanya "Aku sudah bilang, tenang saja. Jika kamu takut tentang penilaiannya, aku tidak akan menilai kalian sekarang kok jadi santai saja. Lagipula penjaga yang lain belum kembali, mungkin sebentar lagi? Jadi tenang saja, ya."     

Wajah Retto langsung memerah, menahan malu seraya memejamkan matanya "A--ah, maaf."     

"Kalau begitu, kalian beruda?"     

Edward dan Ivaldi pun berdiri dengan santai, bersamaan mencondongkan tubuh mereka memberikan rasa hormat kepada Fornelia.     

"Nama saya Edward, calon prajurit pelatihan Benteng Drachen."     

"Ivaldi, sama sepertinya calon prajurit pelatihan Benteng Drachen."     

"Begitu, Retto, Ivaldi dan Edward, ya. Tidak apa-apa bersantai saja, aku akan memberitahu apa yang akan kalian lakukan besok setelah penjaga yang lainnya kembali."     

Lalu Fornelia meminum tehnya perlahan menikmatinya, Edward dan yang lain juga begitu meski masih ragu-ragu saat meminumnya. Mata Edward terus menyisiri segala sudut ruang tengah itu, lemari besar berisi piring dan alat makan lainnya, sofa, cat dinding berwarna kuning, pot bunga daisy diatas meja kecil dekat sofa mereka. Benar-benar tidak terlihat sama sekali seperti pos penjaga yang ia bayangkan seperti sebuah barak atau bangunan yang lebih kecil dan di sudut pemukiman penduduk.     

"Ada apa, Edward?" tanya Fornelia menyadari sikap Edward.     

"A--ah. Tidak, hanya saja pos penjaga ini benar-benar diluar bayangan saya. Saya pikir pos penjaga itu terlihat seperti barak atau seperti markas militer. Saya benar-benar terkejut jika pos penjaga itu sebuah rumah yang biasa saja ya."     

Fornelia tertawa mendengarnya, "Saat aku pertama kali menjadi penjaga pos pun berpikir begitu, pantas saja pos penjaga tidak pernah terlihat, ternyata seperti ini, pikirku begitu saat melihat pos penjaga pertama ku," Fornelia menaruh cangkirnya, menghembus nafas lembut lalu menatap ke langit-langit rumah "Aku kurang begitu tahu alasannya. Senior ku sebelumnya bilang kalau dibentuk rumah hanya sebagai penyamaran, ada juga yang berkata jika pemerintah pusat–Kaisar dan petinggi lainnya ingin penjaga juga mendapat tempat yang layak selama melaksanakan tugas, juga ada alasan lainnya. Walau begitu kami tidak bisa menyebut ini rumah kami, sih."     

"Kenapa begitu?" tanya Edward.     

"Kami dilarang menghiasi kamar kami dengan barang-barang kesukaan kami, atau membawa barang-barang dari rumah ke tempat ini selain pakaian. Karena itu bisa dibilang, tempat ini hanya tempat kami bekerja sekaligus istirahat."     

Ivaldi tiba-tiba mengangkat tangannya, memberi tanda ingin menyela pembicaraan mereka "Silahkan," ucap Fornelia.     

"Bukankah kalau dibentuk rumah seperti ini akan sulit untuk penduduk mencari pos penjaga? Misalkan terjadi sesuatu bisa saja mereka bingung mencarinya, benar?" tanya Ivaldi.     

Fornelia terdiam, memegang dagu seraya memejamkan matanya seakan tengah berpikir, kemudian kembali bicara "Benar sih, ada kemungkinan begitu. Tapi aku rasa tidak mungkin juga ada yang datang ke pos ini."     

"Kenapa begitu?" tanya Ivaldi lagi.     

"Karena kami patroli 24 jam."     

Dalam sekejap suasana hening, mereka terkejut dalam diam mendengar jangka waktu patroli penjaga selama satu hari. Terasa sangat berat dari apa yang mereka bayangkan, namun itu hanya di pikiran mereka. Fornelia pun menambahkan ucapannya.     

"Ah tapi jangan khawatir, kami patroli bergantian, kok. Setiap pos penjaga biasanya diisi 4 sampai 5 prajurit, dan kami juga membuat jadwal siapa yang akan berpatroli lebih dulu dan siapa yang akan berpatroli hingga pagi hari. Ah lalu, biasanya satu kelompok kami akan berpatroli selama 12 jam jadi 12 jam berikutnya akan diganti oleh kelompok yang lain. Jadi masih ada waktu untuk beristirahat."     

Mereka sedikit tenang mendengar penjelasan lengkap Fornelia. Dengan jumlah seluruh pos–sekitar 500 pos yang tersebar di Kekaisaran, ada 1.000 sampai 2.000 prajurit yang terus berpatroli mengawasi keamanan Ibukota Kekaisaran. Dengan jumlah seperti itu penduduk tidak perlu repot-repot untuk datang ke pos penjaga, karena dalam beberapa menit saja mereka pastinya dapat melihat penjaga yang sedang berpatroli.     

Suara langkah sepatu besi menggema ke ruang tamu, dari dalam–ruangan lain, seorang lelaki muncul dengan seragam lengkap "Oh, lia, kau sudah pulang?" ucap lelaki itu menyapa juga bertanya padanya.     

"Ah iya. Kamu mau pergi patroli, Xavier?"     

Lelaki itu bernama Xavier, lelaki tinggi yang wajahnya tidak begitu terlihat jelas karena sudah memakai helm besi yang menutup sampai matanya hanya terlihat janggut tipis-tipis di dagunya.     

"Iya. Lalu mereka? Apa jangan-jangan para kadet, itu?"     

"Benar, mereka akan bertugas disini untuk sementara."     

"Oh begitu, ya. salam kenal kalian semua, nama ku Xavier. Tapi maaf aku tidak memiliki waktu lagi jadi simpan untuk nanti waktu mengobrolnya. Aku harus segera pergi," ucapnya ramah kepada Edward dan yang lain, lalu ia berbicara lagi "Oh ya, Lia bangunkan Jinn dibawah. Suruh dia cepat bangun dan patroli," ucapannya berubah, terdengar sangat jengkel dirinya ketika berbicara tentang orang bernama Jinn.     

"Eh, kenapa tidak Kamu, saja?"     

"Kalau aku bisa, aku tidak mungkin meminta mu. Siram atau apapun sampai dia bangun, waktunya sudah mepet."     

Fornelia pun kembali bertanya, pertanyaan yang membuat Xavier mematung untuk sesaat.     

"Apa ada sesuatu?"     

"..."     

Reaksi Xavier jelas memberikan jawaban jelas untuk mereka. Intuisinya tepat sasaran, Fornelia yang mengatakan itu dengan wajah serius seakan sudah tahu jika ada yang terjadi di Ibukota.     

"Astaga, terkadang dirimu mengerikan ya. Ya kemarin malam terjadi penculikan, penjaga pos 110 dan beberapa penjaga dari pos lain sempat mengejarnya tetapi penculik itu menghilang. Setelah dikejar banyak penjaga masih saja bisa lolos, entah karena kita yang lengah atau penculik itu yang terlalu lihai. Karena itu sekarang kami akan berpatroli sambil mencari penculik itu," ucap Xavier menjelaskan situasi kemarin malam kepada mereka semua, Edward dan yang lainnya terkejut mendengar kasus penculikan itu.     

Fornelia tiba-tiba memukul meja dan berdiri dari sofanya, ia bertanya dengan suara yang amat keras     

"Kenapa aku belum tahu soal itu?!"     

Marah dirinya seraya memberikan tatapan tajam. Sosoknya yang ceria, ramah dan lembut seketika lenyap dari dirinya.     

"Y--ya aku memang hanya memberitahu ketua saja. Lagipula kejahatan di Ibukota bukan hanya penculikan saja, ada kejahatan lain yang juga yang terjadi jadi itu hal lumrah. Tenang saja, jika penculiknya masih belum ditemukan nanti juga Ketua akan memberitahu mu, kalau begitu sampai nanti," dengan tergesa-gesa Xavier pergi keluar, seolah ingin melarikan diri dari rumah itu, tepatnya ia ingin lari dari amarah Fornelia.     

Meski ada penjaga disegala penjuru Ibukota, tetapi tindak kejahatan di kota besar selalu terjadi. Seperti yang dikatakan Xavier, hal itu lumrah bagi Ibukota yang memiliki wilayah yang luas, ketatnya penjagaan bukan berarti tidak ada kejahatan.     

Fornelia menghela nafasnya berat, pandangannya bergeser kearah Edward dan yang lain yang tengah menatap Fornelia dengan tatapan terkejut. Sikap Fornelia berubah menjadi sosok yang mengerikan ketika marah, sorot mata tajam, suaranya lebih keras menggelegar sampai ke seluruh ruangan, ia menjadi sosok Iblis yang berbeda daripada saat mereka bertiga bertemu dengannya.     

Sedikit canggung, Fornelia memperbaiki posisi duduknya, kembali menuangkan teh ke canvkirnha dan meminumnya perlahan. Setelah helaan nafas lembut ia keluarkan, senyuman ramah kembali ia tunjukkan kepada mereka.     

"Baiklah, apa ada yang mau kalian tanyakan lagi."     

Kala itu mereka memiliki pemikiran yang sama 'Jika diriku melakukan kesalahan, aku yakin tidak akan selamat.'     

Untuk mencairkan suasana, Fornelia mengajak Edward, Retto dan Ivaldi ke kamar mereka. Namun buka dibawa ke sebuah kamar di dekat ruang tamu atau ke lantai dua, mereka dibawa ke sebuah ruang bawah tanah yang tangganya tepat berada di belakang tangga menuju lantai 2. Edward ean yang lain terkejut melihat pos itu ternyata memiliki ruang bawah tanah.     

Tangga menuju lantai bawah dihiasi dengan lampu-lampu yang terbuat dari kristal cahaya berwarna putih, begitu juga dengan ruang bawah tanahnya. Ruangan yang sangat luas dengan banyak ornamen-ornamen bergaya khas militer abad pertengahan, lantainya terbuat dari kayu ek dan temboknya pun di cat berwarna kuning cerah.     

'Aku rasa ruangan ini adalah pos yang sebenarnya,' batin Edward.     

Di dalam ruangan itu juga terdapat tempat menaruh pedang, samsak tinju, juga dua kamar lainnya. Fornelia berkata jika dua kamar yang mereka lihat adalah kamar untuk mereka istirahat selama berada disini "Walau sempit tapi ada ranjang dan lemari di dalamnya. Tapi ranjangnya hanya ada satu di masing-masing kamar, sedangkan kalian bertiga ...," ucap Fornelia tampak kebingungan memilihkan kamar untuk mereka.     

Ivaldi pun menyela "Tidak masalah, Nona Fornelia. Retto akan tidur dibawah, jadi tidak usah dipikirkan."     

"Hah!? Ah ...," Retto ingin marah namun ia tidak bisa karena harus menjaga sikap "A--apa maksudmu, Ivaldi?" tanyanya, meski terdengar ramah tapi juga terasa jengkel kepada sahabatnya itu.     

"Tidak usah dipikirkan, Retto. Sebagai prajurit kau harus terbiasa tidur di tanah. Kalau aku sudah terbiasa jadi tidak perlu," balas Ivaldi semakin membuat Retto jengkel, tetapi tetap ia tidak bisa marah selain karena menjaga sikap kali ini juga ia tidak bisa marah karena Ivaldi mengatakan sebuah fakta.     

Kemudian tatapannya berpindah kepada Edward yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba ia menyungkan senyumannya dan berkata "Benar, Retto. Ivaldi sudah terbiasa jadi sesekali kalian harus bertukar tempat."     

"Hah!? Kau juga–. A--ah maksudku," Retto semakin jengkel dan tidak bisa menahan emosinya, tapi disaat yang sama juga kesadarannya memaksa dirinya untuk menahan diri karena masih ada Fornelia di dekat mereka. Meski saat ini Fornelia tengah menahan tawanya karena melihat tingkah mereka bertiga.     

Akhirnya Retto menyerah dengan takdirnya "Ba--baiklah, aku akan tidur dibawah. Aku akan satu ruangan denga Ivaldi," ucapnya.     

"Eh, Kenapa?" tanya Ivaldi seakan keberatan.     

"Jangan, eh, kenapa? Kau itu sekalinya sudah tidur susah untuk bangun sendiri."     

"Ah ...," Dalam sekejap ia menjadi tidak keberatan.     

Tawa Fornelia pun menjadi lepas ia memegang perutnya sampai tidak bisa menahan tawanya "Astaga kalian ini ... Hahaha ... Kalian benar-benar menarik ya, kalau begitu kalian lihatlah kamar kalian dan beristirahat sebentar disini. Aku akan membangunkan teman ku untuk patroli dan membawakan kasur lantai untukmu, Retto. Setelah itu Fornelia pun pergi kembali ke atas meninggalkan mereka.     

Karena tidak ada lagi yang mereka lakukan, mereka pun mematuhi perintah Fornelia untuk beristirahat di ruangan mereka. Ruangan yang cukup kecil, hanya cukup untuk ranjang untuk satu orang, lemari pakaian berukuran sedang dan juga kursi dan meja yang diatasnya dilengkapi dengan lentera cahaya. Namun di dalamnya bukanlah api, tetapi sebuah kristal cahaya. Di bagian bawah, ada bagian yang terpisah dari bagian lainnya. Berbentuk lingkaran berukuran sedang, ketika Edward menyentuhnya tidak lama pun cahaya kristal itu padam. Mata Edward membulat takjub dirinya melihat teknologi yang terbilang sudah cukup canggih di dunia ini.     

"Cara kerjanya sama seperti senter, tapi di dunia ini tidak ada baterai, bagaimana cara dia menyala?" Edward memutar-mutar lentera itu hingga melihat bagian atas juga bawah, namun ia tidak menemukan tempat yang menjadi tenaga untuk menghidupkan kristal itu. Edward menekan tombolnya lagi dan tak lama kristal itu kembali menyala "Luar biasa. Aku baru tahu ada teknologi semacam ini di dalam game, mungkin aku bertanya Owl nanti."     

Edward pun melempar tubuhnya keatas ranjang, tubuhnya seketika terasa sakit seakan membentur sesuatu yang sangat keras atau memang sebenarnya begitu, ranjangnya terbuat dari kayu tanpa ada pegas dibawah kasurnya, berbeda dengan ranjang yang ada di Istana dan juga ruangan Belial. Karena itu punggungnya secara tak langsung membentur kayu yang ada di bawah kasurnya.     

"Aw! Sial," ia melemaskan tubuhnya dan memejamkan matanya, namun ia tidak tertidur.     

Ketika matanya terpejam, ia gunakan itu untuk membuka layar sistem yang menunjukkan status atribut dan beberapa panel lainnya. Melihat kearah status atributnya yang tak berubah sejak kemarin, ia telah mencapai level tertinggi mungkin karena itu tidak ada yang bisa berubah lagi dari status atributnya. Skill dan sihir juga tidak berubah, selama beberapa hari terakhir ia tidak menerima Skill dan sihir baru walau ia sudah tahu bagaimana ia mendapatkannya dan cara mendapatkannya.     

Skill ia dapatkan ketika melihat dan menganalisa bagaimana cara skill itu bekerja, seperti ketika ia menganalisa bagaimana cara bekerja skill Search yang digunakan Scintia saat di perpustakaan. Sedangkan sihir, ia mendapatkannya dengan cara yang sama namun ia harus tahu apa yang membuat sihir itu ada. Seperti yang ia lakukan saat mendapatkan Sihir api yang ia pelajari di perpustakaan dihari yang sama ia mendapatkan skill Search.     

"Merepotkan ... Tapi, mau bagaimana pun aku harus jadi kuat ... Karena aku tidak ingin mati."     

\*\*     

Malam hari tiba, tubuh Edward diguncang dengan hebat. Matanya seketika terbuka dan mendapati Retto yang ada disampingnya tengah terus mengguncang tubuhnya.     

"Mau sampai kapan kau tidur, jangan menjadi Ivaldi kedua, ayo bangun. Nona Fornelia memanggil kita!" ucapnya lalu pergi keluar ruangannya.     

Edward meregangkan tubuhnya, melihat sekelilingnya yang menyadarkan Edward sepenuhnya 'Ah benar, aku ada di pos penjaga. Aku harus bersiap,' batinnya seraya membawa dirinya berjalan keluar ruangannya. Melihat sekelilingnya kembali, sudah sepi tiada siapapun selain dirinya. Mungkin Ivaldi dan Retto sudah pergi duluan ke atas, pikirnya.     

Sambil berjalan ke ruangan atas, Edward beberapa kali memperbaiki rambut peraknya agar tidak terlihat berantakan begitu juga dengan pakaiannya. Saat sampai di atas, ia pergi ke ruang tamu dan melihat seorang lelaki tengah duduk dengan menopang dagunya di atas kedua sela-sela jari tangannya, ia tersenyum ramah namun wajahnya tampak sangat tegas, rambutnya berwarna hitam pekat selaras dengan seragam yang ia kenakan. Sementara itu Edward dan juga Ivaldi sudah berdiri tegap di samping meja ruang tamu yang membuat jalan menuju keluar rumah terhalang. Edward pun tanpa pikir panjang lagi bergegas berdiri menghadap kearah lelaki itu dan juga Fornelia yang tengah duduk disampingnya seraya menyungingkan senyuman ramah kearah mereka.     

"Aku sudah mendengar kalian akan datang ke pos kami. Fornelia mungkin sudah memberikan laporan kedatangan kalian juga tertulis nama kalian masing-masing, tapi mungkin sebaiknya kita mulai kembali perkenalannya," ucap pria itu, kemudian dirinya melirik kearah Ivaldi "Kalau begitu dimulai darimu," ucap Ivaldi.     

"Baik. Nama saya Ivaldi, prajurit pelatihan benteng Drachen."     

"Selanjutnya."     

"Baik! Nama saya Retto, sama seperti Ivaldi saya prajurit pelatihan benteng Drachen."     

"Selanjutnya."     

Matanya untuk sesaat menyipit ketika melihat kearah Edward, memberikan kesan intimidasi yang begitu kuat kearahnya.     

"Nama saya Edward, sama seperti Ivaldi dan Retto, saya prajurit pelatihan benteng Drachen."     

Tatapan itu adalah tatapan yang sama yang ditunjukkan oleh Ivaldi saat di kafetaria, tatapan yang seakan sudah tahu identitas dirinya hang sebenarnya. Meski sebenarnya Edward tidak begitu masalah jika pria itu mengetahui identitasnya, mungkin karena ia merasa dia adalah pemimpin pos ini dan membuat dirinya percaya kepada pria itu jika identitasnya akan tetap dirahasiakan.     

"Bagus. Kalau begitu, ya kalian sudah mengenal Fornelia jadi tidak perlu kuperkenalkan–aw."     

Fornelia memberikan pukulan dengan sikutnya dengan cepat mengenai perut samping pria itu, terasa sangat tampaknya hingga senyumannya menjadi terasa kaku untuk sesaat.     

"Nama ku adalah Karma, aku adalah kapten sekaligus penanggung jawab pos 104. Salam kenal kalian semua," ia membuka tangannya lebar-lebar seakan benar-benar menyambut mereka, tetapi Edward dan yang lain tidak tahu bagaimana harus merespon sikapnya jadi mereka hanya diam saja "Eh? Diam saja? Kaku sekali, ya wajar saja kalian adalah kadet dan aku adalah senior kalian, kalian harus bersikap tegas setiap saat agar mendapat nilai yang bagus dari kami. Tapi kalian tahu?" Karma menyatukan kedua sela-sela jarinya dan menaruh dagunya di atas kedua tangannya "Sikap tegas kalian terkadang bisa membuat nilai kalian berkurang loh."     

Ucapannya jelas membuat mereka bertiga sangat terkejut, karena yang mereka tahu sebagai prajurit harus tegas dan tampak kuat, karena itu mereka berpikir jika itulah yang akan dinilai.     

"Prajurit tentu harus menjadi kuat, karena kita sebagai prajurit Kekaisaran memiliki tugas untuk melindungi penduduk Kekaisaran dan juga kita berpengaruh dalam kestabilan Kekaisaran. Tetapi sebelum bisa menjaga penduduk Kekaisaran, kita juga harus bisa merebut kepercayaan mereka. Jika kalian terus bersikap tegas kalian bisa saja menakuti penduduk dan kepercayaan penduduk kepada mu pun tidak bisa kamu dapatkan, karena tidak mendapatkan kepercayaan maka artinya kamu gagal sebagai prajurit."     

Meski kata-katanya terdengar sulit tapi entah mengapa mereka bertiga mengerti maksud perkataan Karma.     

"Jika kalian menjadi prajurit yang ada digaris depan itu tidak masalah, tapi itu hanya terjadi saat perang, jika masa damai seperti sekarang maka kalian hanya akan menjadi prajurit penjaga kota seperti kami. Apa itu pekerjaan yang buruk? Tidak, kita menjadi prajurit untuk melindungi Kekaisaran. Kekaisaran bukan hanya paduka Kaisar, tapi juga penduduknya. Jika kalian tidak dapat mendapat kepercayaan penduduk, maka kalian tidak bisa melindungi mereka, jika kalian tidak bisa melindungi mereka dengan kata lain kalian tidak bisa melindungi Kekaisaran. Lalu jika itu terjadi, apa lagi yang kalian lindungi sebagai prajurit?"     

Keteguhan mereka sebagai prajurit juga tujuan mereka sebenarnya sebagai seorang prajurit akan diuji mulai hari ini.     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.