Apakah Selesai X
Apakah Selesai X
Egara sempat mampir ke perkebunan untuk meminta satu buah wortel untuk ia makan selama berkeliling.
Kerajaan Northan yang berukuran sangat luas itu membutuhkan tenaga dan waktu yang lebih karena akan memakan waktu lama dan cukup melelahkan. Walau hanya untuk mencari angin, Egara tidak ingin kelelahan.
"Hey! Ingin menikmati anggur segar?" teriak Corea yang sedang bersama dengan Cane di kebun anggur mini milik kerajaan.
Egara semula tidak ingin, namun kedua kakinya melangkah mendekat para peri itu tanpa aba-aba. Ia lalu mengambil beberapa dan mencobanya.
"Em tidak seburuk yang kubayangkan," gumamnya.
"Ah ucapanmu seolah kau baru pertama memakannya," celetuk Cane.
Egara tersenyum samar. Ia lalu menyentuh lembut kepala Corea dan kembali melanjutkan perjalannya.
Cane melihat momen itu, tentu saja segera menjadi bahan untuknya salu menggoda Corea.
"Ternyata yang diucapkan Leidy benar ya … dia sangat menyukaimu," ucap Cane lirih. Dia menatap Vorea yang wajahnya semKin merah.
"Ahh aku tidak ingin membahas ini," ucap Corea tersipu.
Cane tertawa lirih, namun dia menjadi semakin bersemangat untuk terus menggoda wanita itu.
Langkah Egara kini telah tiba di balkon lantai atas, tempat yang nampak jarang dikunjungi namun tetap dirawat dengan baik oleh para pelayan dan penjaga.
Dia lalu menghentikan langkahnya ketika dia berada tepat di hadapan dinding berukuran besar nan polos. Sudah sangat lama dia tidak memasukinya. Hanya mwnduga-duga kalau ruangan itu belum pernah dijamah orang lain selain dirinya.
Egara menyentuh dinding perlahan, lalu dengan suara yang lirih dinding itu bergeser menampakkan celH yang dapat ia lewati.
Dengan sebelumnya menoleh kanan dan kiri guna memastikan kalau dia hanya sendirian, Egara lalu memasuki ruangan itu.
Tidak lagi kebingungan arah, dia masih jngat betul kemana dia harus menuju setelah berada di ruangan luas nan berdebu itu.
Sebuah petak lantai yang cukup mencolok menjadi fokusnya, segera dituju dan dia buka perlahab.
Masih tetap sama seperti sebelumnya, Egara tidak menemukan perubahan susunan dari sayu bendapun disini. Hanya saja menjadi semakin gelap karena gprden mulai kotor dan dirambayi sarang laba-laba.
Egara menuruni tangga dengan sangat hati-hati. Kayu dari tangga itu sudah berderak ketika dipijak oleh ketua pasukan selatan itu. Segera saja dihampiri olehnya sebuah Buku Besar berwarna coklat dengan pengunci berupa batu ruby.
Dibukanya perlahan, lembar demi lembar. Egara mencoba untuk menemukan lembaran terakhir yang sempat ia pelajari dahulu."
Tanpa diketahui oleh Egara, rupanya langkahnya diketahui oleh Raseel yang semula hanya hendak menyapa ketika melihat Egara melintas di halaman belakang. Namun ekspresinya yang sangat serius, jiga langkah yang seolah tidak akan berhenti membuat Raseel semakin ingin tahu.
Tidak mencurigakan, hanya membuat Raseel penasaran.
Raseel berusaha untuk selalu diam agar tidak diketahui oleh Ketua pasukan Selatan.
Semua Raseel sama sekali tidak merasa ada yang aneh, namun ketika ia melihat Buku Besar yang beroandar kedua matanya segera terfokus pada buku itu dan dia tidak adapat lagi menahan diri untuk lebih dekat.
"Apa yang kau lakukan disini, Bung?"
"Argh sialan! Kau mengejutkanku!" umpat Egara yang sama sekali tidak akan menyangka akan disusul oleh peri hutan itu.
"Apa itu sebuah buku bacaan?" tanya Raseel lagi dengan mengabaikan reespon Egara sebelumnya.
"Hmm, aku sedang mengeceknya," jawaab Egara.
Raseel mengerutkan dahinya, dia melangkah semakin dekat untuk melihat buku itu. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat semua tulisan di buku itu yang tidaj terbaca jelas olehnya. Selain memang tinta yang mtelah kabur tulisan pada buku itu juga merupakan bahasa asing, lebih tepatnya bahasa kuno.
Sempat terdiam beberapa saat karèna mencoba untuk mengamati buku itu, namun tiba-tiba Ŕaseel teringat akan sesuatu hingga sangat terkejut.
"Ah tiďak mungkin! Mungkinkah itu adalah ... Buku Sihirnya?" ujar Raseel antusias. "Apa kau dapat membaca isinya?" tanyanya lagi.
Egara diam, dia tidak mengerti maksud dari pria itu namun dia memgangguk pelan kemudian sebagai jawabannya.
"Aku tidak mengerti bahasa kuno, namun ini akan menjadi jelas setelah membuka çatatan kuno." Egara menarik napas panjang.
Raseel lalu tiba-tiba mengerutkan dahi. "Kenapa kau bisa mengetahui keberadaan Buku ini?" tanyanya mengintimidasi.
"Sepeŕti yang kau lihat, aku masuk ke ruangan ini untuk mengecek ruangan lalu menemukannya diatas meja dan mengeceknya. Memangnya kenapa lagi?" Egara ikut mengerutkan dahi.
"Aku akan memberitahu Raja," ucap Raseel hendak keluar, namun dia kembali berbalik dan mengambil buku besar itu dan membawanya dengan sangat berhati-hati.
Egara mendengkus kasar, dia sangat ingin marah namun itu hanya akan membuatnya dalam sebuah keributan.
Dipandanginya secarik kertas yang tergeletak diatas meja. Beruntung, dia twlah sempat menuliskan beberapa mantra penting. Dia yang telah mengerti bahasa juno dapat dengan mudahnya mengerti idi dan arti dari tiap kalimatnya.
Dia juga merasa berhasil karena telah bersikap tenang dan hanya berharap kalau Raseel tidak akan mengatakan hal aneh hingga membuat Raja berprasangka buruk padanya.
Egara memasukkan catatannya pada saku jubah, lalu mengikuti langkah Raseel keluar ruangan dan menuju ruang utama Kerajaan.
Selama dalam perjalanan menuju bangunan Kerajaan Utama, Egara berkomat kamit mencoba melafalkan kembali mantra yang telah ia hafal sebelumnya.
Kemudian dia memandangi kedua tangannya yang masih terdapat lekas luka bakar. Kembali memiliki beban dalam kepalanya, sebiah pertanyaan besar membuatnya sering terdiam beberapa waktu belakangan.
'Apa yang akan kulakukan setelah ini? Kekuatan banyak, energi maksimal, juga kemampuan sihir yang semakin memadai. Apakah dia harus diam saja, atau memberitahu sang raja? Namun jika memberitahi Raja, itu sama sekali tidak mengubah kehidupannya yang akan tetap menjadi prajurit, anak buah Raj Wedden dengan segala titahnya.'
Egara kembali mehela napas panjang. Kemudian pikirannya menjadi sedikit tenang ketika dia melihat Corea dan Cane yang masih berada di kebun.
Kedua wanita itu adalah seorang putri di kerajaan mereka masing-masing. Namun kini memilih untik menjadi pwndamping Raja Wedden dengan alasan ingin mengabdi dan berperan dalam pendamaian seluruh negeri.
Masih dengan pikirannya yang tidak keruan, Egara dikejutkan dengan cepatnya seekor kuda yang terlepas dari kandang berlari menuju kearah Corra dan Cane.
Tanpa basa basi lagi, Egara berlari dengab kemampuannya dan menahan kuda itu dengan memukul bagian tubuh kuda itu lalu memeluk Corea dengan gerakan srtba cepat.
"Aaahh!" teriak Corea terkejut. Bukan karena kuda yang nyaris menabraknya, namun kemunculan Egara yang tiba-tiba memeluk dengan kekuatan oenuh.
"Maafkan aku, Ketua." Seoramg orajurit mebmbungkuk dari kejauhan.
"Berhati-hatilah kalian! Cepat ikat kuda itu!" teriak Egara yang sangat marah.
***