BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Seluruh Negeri Berdarah 2



Seluruh Negeri Berdarah 2

1Tanpa diketahui oleh Egara di wilayah Timur. Sebuah pertumpahan darah terjadi di wilayah Utara. Wlayah yang selama ini terkenal paling baik-baik saja, kali ini menjadi sangat kacau karena adanya pertarungan berdarah antara dua pasukan perbatasan yang merebutkan wilayah kekuasaan.     

Wilayah terluar dari wilayah Utara yang berbatasan langsung dengan Barat memiliki dua pasukan penjaga, pasukan perairan juga pasukan hutan. Semula keduanya hanya memiliki satu pemimpin namun seiring berjalannya waktu, wilayah perairan melebar dan jangkauannya mulai merambah ke wilayah lembah serta pegunungan.     

Raja Soutra membagi wilayah itu, dengan harapan wilayah perbatasan Utara menjadi semakin aman. Namun tanpa diduga ternyata perselisihan terjadi hingga membuat kedua ketua pasukan rebut dan saling menyerang satu sama lain.     

Wilayah hutan mencakup wilayah rawa di dalamnya, mereka juga menyentuh sedikit wilayah lembah. Namun rupanya itu membuat pasukan lembah tida terima dan mempermasalahkannya.     

Kasus sudah pernah naik ke pengadilan kerajaan yang langsung dipimpin oleh Raja. Keputusan yang diambil adalah kembali pada keputusan sebelumnya dengan kebijakan keringanan jika hanya 'menyentuh' wilayah lain karena kedua pasukan memiliki tugas dan tujuan yang sama.     

Nemun rupanya hal itu tidak membuat keduanya berdamai, justru semakin memanas setelah adanya selisih paham antara anggota pasukan perbatasan hutan dan anggota perbatasan pegunungan karena masing-masing dari mereka mengklaim wilayah.     

Hanya sepele, namun dampaknya sungguh merugikan pihak Kerajaan.     

Pangeran Soutra harus ikut turun tangan mendamaikan kedua pihak hingga dia juga mendapat luka sabetan pedang di bagian pipi kirnya.     

Kedua ketua pasukan sama-sama terluka parah dan harus mendapatkan perawatan karena hal ini. Beruntung masih bisa diselamatkan, namun bekas pertarungan keduanya sangat mengerikan karena mereka sama-sama memiliki kemampuan bertarung yang baik.     

Diya ikut hadir ke Kerajaan karena masalah ini. Raja Soutra sangat murka, beliau kembali menjelaskan tugas dan fungsi pokok prajurit wilayah Utara.     

"Jika sampai hal seperti ini kembali terjadi, aku tidak akan segan-segan untuk melepas jabatan kalian dengan tidak hormat. Kita satu, saling menjaga dan melindungi. Lalu apa kalian bisa menjalankan tugas jika berkelahi?" sang Raja Soutra sangat geram. Namun beliau masih dapat mengatur suara agar tidak begitu menggema dan menyeramkan.     

"Kekanakan. Kenapa kalian berkelahi hanya karena hal sepele," gumam Ren yang memandangi satu per satu ketua pasukan yang hadir.     

Pandangannya tertuju pada Diya yang sejak tadi menatapnya. Ren mengerutkan dahi, dia tidak menyukai wanita itu.     

Diya mengalihkan pandangannya. Dia lalu menatap para ketua pasukan perbatasan, ada belasan ketua pasukan yang menghadap sang Raja. Semuanya nampak paham dengan pernyataan Raja Soutra, namun Diya merasa ada hal yang ditutupi oleh mereka untuk menghindari hukuman.     

Diya melirik ketua pasukan perbatasan yang juga memeiliki wilayah kekuasaan dekat dengannya. Pria berambut gondrong ikal dengan rambut wajah lebat itu membalas tatapan Diya dengan tanpa ekspresi.     

Diya segera menarik napas panjang. Pria itu dulu sempat bermasalah dengan Diya hingga melibatkan mendiang Nig yang membuat pria itu, Tureth, merasa malu karena melawan seorang wanita. Peristiwa itu juga yang membuat hubungan Nig dan Diya membaik.     

Diya adalah satu-satunya pasukan wanita. Mereka memiliki wlayah paling sempit dengan tingkat bahaya yang lebih rendah disbanding yang lain, walau menurut Diya mereka kerap kali mendapat serangan makhluk buas serta kiriman dari Selatan saat kegelapan masih berkuasa.     

Diya kembali menatap Pangeran yang mendampingi sang Raja. Dia masih mengagumi sosok cantik yang sama sekali tidak feminine itu.     

Tiba-tiba saja sesuatu melesat cepat dan menancap di bagian leher pangeran Soutra hingga membuatnya kesakitan dan terjatuh.     

Spontan Diya berbalik dan dia sempat mendapati sosok yang berlari kencang meninggalkan ruangan.     

Bruk!     

Diya bangkit dan segera berlari mengejar dan sempat menabrak kursi dari ketua pasukan yang lain.     

"Berhenti! Pengeceut!" teriaknya nyaring. Segera dia melepaskan anak panah kearah pria yang berlari.     

Zrp!     

"Fiuh." Diya merasa lega karena anak panahnya tidak pernah melesat. Dia berjalan menghampir pria bertutup wajah yang terjatuh karena kakinya cidera tepat di bagian mata kaki.     

Sayangnya wanita itu lengah, pria itu melemparkan belatinya dan mengenai bagian perut Diya hingga membuatnya berhenti berjalan.     

Bukan sekedar belati, benda itu telah diberi racun hingga membuat Diya segera tidak sadarkan diri dengan perut yang bersimbah darah.     

Prajurit kerajaan memburu pria yang kembali melanjutkan pelariannya.     

Belum diketahui siapa pria itu, namun tindakannya itu kembali membuat keadaan Kerajaan ricuh, terlebih saat Pangeran tidak sadarkan diri dengan sebuah sumpit (salah satu senjata tradisional) beracun menancap di lehernya.     

Raja Soutra semakin murka. Beliau memerntahkan untuk memberikan hukuman berat pada pelaku yang juga melukai salah satu ketua pasukan kepercayaan Raja.     

Sebuah kesialan untuk Kerajaan Utara. Para prajurit gagal menemukan pelaku penyerangan terhadap Pangeran. Sama sekali tidak ada jejak yang tersisa, mereka hingga menyebar ke seluruh bagian untuk mengurangi ruang gerak pria itu. Pra prajurit bahkan hingga keluar dan melakukan pengejaran hingga ke pemukiman warga. Benar-benar tidak ada petunjuk sama sekali.     

Pangeran Soutra dirawat dengan diberikan banyak ramuan oleh para pelayan kerajaan atas perntah tabib. Mereka memiliki sumpit sebagai barang bukti, tugas selanjutnya adalah menyelidiki siapa pemilik dari senjata tradisional itu.     

Daerah perkampungan, itulah yang dipikirkan oleh Raja Soutra setelah melihatnya. Karena untuk senjata itu biasa digunakan untuk berburu di hutan ataupun menangkap ikan di sungai.     

Butuh waktu yang cukup lama, Pangeran Soutra akhirnya sadarkan diri. Namun dia tidak dapat mengucapkan suatu kalimat apapun. Tenggorokannya terasa sangat kering dan tidak dapat mengeluarkan suara.     

"Hanya sementara, ramuanku dapat mengembalikan keadaanmu ke semula," ujar tabib yang mendampingi Pangeran.     

"Apa itu duri landak?"     

Pangeran Ren menoleh kearah Diya yang sedang lahap makan bubur yang diberikan oleh pelayan. Ren mengerutkan dahinya, dia bertanya-tanya kenapa bisa wanita itu juga berada diruangan yang sama dengannya.     

"Iya. Lalu ditambah racun dari tumbuhan lainnya. Pria ini sungguh sangat berpengalaman, dia tida mungkin hanya warga biasa," ujar tabib membuat DIya mengangguk pelan seraya menyimak.     

"Kau baikan?" Tabib berpindah ke Diya. Dia memeriksa perban di bagian perut wanita itu.     

Diya mengangguk seraya mengunyah. Untuk sejenak Pangeran Ren mengetahui alasan dari pertanyaan yang memenuhi kepalanya.     

"Apakah mungkin dia berasal dari Barat? Bukankah Katar seperti itu banyak ditemui disana?" Tanya DIya.     

"Aku tidak yakin karena penduduk Utara juga masih ada yang menggunakannya walau tidak sebanyak penduduk di Barat."     

Diya kembali mengangguk. "Apakah itu musuh Pangeran? Kukira dia membenci Pangeran sehingga menyerang saat posisi menguntungkan baginya," oceh Diya.     

Ren kembali mengerutkan dahinya. Dia meminum air yang ada di dekatnya.     

"Apa kau ingat memiliki musuh, Pangeran?" Tanya Diya.     

Pangeran tidak merespon.     

"Ah ya ampun. Dengan sikap sombongmu ini au semakin yakin kalau kau memang mempunyai musuh."     

"Ah Diya. Pangeran mengalami cidera tenggorokan. Dia tidak dapat bicara untuk beberapa hari kedepan." Tabib segera memperjelas.     

Diya tida terlihat menyesal dengan kalimatnya, wanita itu hanya mengangguk dan melanjutkan makan.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.