Ambulance
Ambulance
Di gambar tangkapan layar itu ada sebuah foto dirinya dengan Mayang di akun instagram, sedang memeluk buket bunga dengan tiara bertengger cantik di kepala mereka. Dengan kalimat pengantar: Makasih banyak buat sahabat cantik yang ga mau di upload fotonya. Hadiah spesial ini bakal aku pajang di lemari kaca khusus di kamarku nanti
Aku terkejut sekali saat melihat foto itu mendapatkan 629 love dan 461 komentar. Hingga aku berkeli-kali mencoba memperhatikan tulisan yang tertera dengan lebih jelas dan memastikan aku sedang tak salah melihat.
Denada : Banyak yang minta dibikinin, Za. Kamu harus tanggung jawab. Aku kewalahan jawab DM (direct messege/pesan langsung)
Mayang : Kamu bisa jualan, Za. Nanti aku bantu, tapi ajarin dulu ya. Kayaknya bakal banyak banget yang order
Denada : Ini udah ada 21 orang yang minta dibikinin. Gimana dong?
Aku : Mereka bilang ga mau minta dibikinin buat tanggal berapa?
Denada : Aku tanyain dulu ya
Aku meletakkan handphoneku saat aku mendengar suara ketukan pintu, lalu mengintip dari jendela dan menemukan Astro sedang berdiri di luar dengan tangan menenteng sebuah paper bag. Aku segera bangkit untuk membuka pintu.
"Kok ke sini ga bilang?" aku bertanya.
"Mau nganter ini aja kok." ujar Astro sambil menyodorkan paper bag di tangannya padaku. "Isinya brownies. Ibu yang bikin buat kamu."
"Mm ... makasih."
"Aku langsung pulang ya. Titip salam buat oma sama opa." ujar Astro.
Aku hanya mengangguk. Opa dan oma sedang tidak di rumah, maka aku akan menyampaikan salam Astro nanti saja saat opa dan oma pulang.
Astro langsung berbalik untuk menaiki sepedanya dan dia menghilang dari halaman rumah opa sesaat setelahnya. Entah kenapa aku merasa sedikit kecewa.
Aku mengintip ke dalam paper bag dan ada aroma coklat menguar dari sana. Aku membawanya masuk, memindahkan beberapa potong ke piring kecil dan menaruh yang lainnya ke dalam kulkas. Saat aku kembali ke kamarku, aku mendapati notifikasi baru di grup Lavender kami.
Denada : Sekitar tiga minggu lagi, Za. Mau buat perpisahan katanya. Gimana?
Aku : Aku coba bikinin. Ada berapa?
Denada : Sementara ada 17 buket bunga, tapi mereka mau bunganya macem-macem. Aku ga ngerti deh. Sebentar aku kirimin gambar referensinya
Mayang : Beneran mau dibikinin, Za? Itu banyak loh
Aku : Iya, kalian bisa bantu kalau ga keberatan
Mayang : Aku pasti bantu
Denada mengirimkan banyak foto referensi yang kebanyakan memilih dibuatkan buket bunga mawar dan peony, tapi ada beberapa yang meminta dibuatkan buket bunga lily. Yang membuatku terkejut adalah setelah Denada membuat sebuah status bahwa aku membuka pesanan buket bunga dan tiara, pesanan untuk tiara datang lebih banyak. Mereka meminta dibuatkan dengan referensi berbagai jenis dan warna.
Karena membuka pesanan seperti ini hal yang baru bagiku, maka aku bersedia membuatkannya dengan membaginya ke beberapa kloter. Dimulai dari yg pertama kali memesan, lalu yang kedua adalah dari kesediaan mereka menunggu pesanan mereka selesai dibuat. Selain itu aku juga membatasi jumlah pesanan.
Mayang dan Denada banyak membantuku karena mereka sedang dalam masa liburan. Kami membeli bahan dari website toko online yang menyediakan bahan kerajinan yang kami butuhkan, karena akan membuang banyak waktu jika kami harus berkeliling mencari dari satu toko ke toko lain. Beruntungnya kami, karena website itu memiliki koleksi yang cukup lengkap dan bervariasi.
Kami menggunakan kamar tamu di rumah opa sebagai basecamp sementara. Aku membimbing Mayang dan Denada dengan menunjukkan beberapa teknik dasar yang pernah bunda ajarkan padaku saat membuat beberapa kerajinan tangan, dibantu berbagai video dari youtube.
Walau awalnya mereka merasa kesulitan, tapi dengan beberapa kali latihan mereka bisa mengerjakan prosesnya dengan rapi. Aku merasa terbantu sekali.
Saat satu per satu buket dan tiara selesai dibuat, kami mengambil foto hasilnya untuk kami cocokkan dengan referensi yang diminta pelanggan kami. Mereka puas sekali dan berkata mereka tak sabar menunggu pesanan mereka datang.
Tepat dua minggu setelahnya semua pesanan selesai dibuat. Aku, Denada dan Mayang merasa senang dengan semua respon dari pelanggan kami. Ini pertama kalinya kami bekerja bersama dan kami menghasilkan banyak sekali karya cantik yang bisa menghasilkan uang.
Kami menghitung ada 19 buket bunga dan 27 tiara yang selesai dibuat dalam waktu yang singkat. Semuanya kami kirimkan menggunakan layanan antar jemput di aplikasi handphone kami.
Dalam waktu singkat juga ada banyak foto buket bunga dan tiara yang di tautkan ke instagram Denada. Kami sangat antusias dengan respon baik yang mereka berikan pada kami, terasa menyenangkan sekali.
***
Tengah malam, aku mendengar suara langkah kaki terburu-buru saat aku baru saja akan merebahkan tubuhku di tempat tidur. Aku memang belum terlelap karena baru selesai membuat rekap pesanan buket bunga dan tiara.
Aku membuka pintu kamar dan melihat kelebat bayangan oma berjalan cepat menuju ruang tamu. Aku bergegas mengikuti dan mendapati oma sedang memperhatikan dua orang laki-laki mengangkat tubuh opa masuk ke dalam mobil ambulance. Mobil ambulance itu memiliki lampu sirine yang menyala dengan terang, tapi entah kenapa tak ada suara sirine khas ambulance yang berbunyi nyaring.
"Opa kenapa Oma?" aku bertanya.
Oma terkejut saat melihatku berdiri di sampingnya, "Opa ga pa-pa kok. Faza tunggu di rumah ya. Oma mau ikut nemenin opa."
"Faza mau ikut juga."
"Jangan, ini udah malam. Faza di rumah aja, jagain rumah. Oma udah nelpon minta bu Asih ke sini nemenin Faza. Nanti Oma telpon kalau ada apa-apa, ya?"
Oma mengusap kepalaku, mengecup dahiku, lalu mengangkat sebuah tas yang cukup besar dan bergegas masuk ke dalam mobil ambulance yang segera pergi meninggalkan halaman. Tak lama setelahnya bu Asih datang. Bu Asih adalah istri pak Said, yang biasa membantu oma mengurus tanaman di rumah.
Bu Asih memintaku kembali tidur dan berkata akan menemaniku di rumah malam itu. Bu Asih nerkali-kali meyakinkanku agar aku tak perlu mengkhawatirkan apapun, lalu membuatkanku segelas susu coklat hangat sebelum mengantarku kembali ke kamar.
Aku hanya menatap susu coklat hangat yang ditinggalkannya di atas meja kecil disamping tempat tidurku. Aku sama sekali tak berniat menyentuhnya, apalagi meneguknya.
Aku menyesali diriku sendiri. Seharusnya aku bisa memaksa diri untuk ikut oma dari pada harus menunggu di rumah tanpa tahu apapun seperti ini. Di rumah seperti ini membuatku memikirkan segala hal buruk yang bisa kupikirkan.
Aku sama sekali tak dapat memejamkan mata sepanjang malam. Aku berkali-kali menatapi handphone yang hening tanpa notifikasi apapun.
Ingin rasanya aku mengetik sesuatu di grup Lavender, tapi segera kubatalkan karena aku tak ingin mengganggu sahabatku di tengah malam dan membuat kepanikan. Lagi pula aku tak tahu pasti apa yang terjadi dengan opa.
Pagi tiba setelah rasanya selamanya. Aku bergegas mandi dan berganti pakaian, juga memakai jaket karena aku merasa kedinginan. Aku membawa segelas susu yang masih utuh karena sama sekali tak kusentuh dan membawanya ke dapur, lalu menuang isinya yang pasti sudah basi dan mencucinya.
Aku menemukan bu Asih sedang berbincang dengan pak Said di halaman yang masih diselimuti kabut pagi. Mereka yang menyadari keberadaanku berusaha tersenyum. Namun jelas sekali ada kekhawatiran di mata mereka.
"Pak Said bisa anter aku ke rumah sakit?" aku bertanya.
"Maaf ... ga bisa, Mbak. Ibu minta saya jaga Mbak Faza di rumah." ujar pak Said ragu-ragu.
"Bapak tau opa dibawa ke rumah sakit mana? Faza bisa naik taksi kok." ujarku yang baru menyesali diriku sendiri karena tak memperhatikan nama rumah sakit yang terpampang di badan mobil ambulance semalam.
"Saya ga tau, Mbak. Ibu ga nyebut apa-apa soal itu."
Aku terdiam mendengar jawaban pak Said, lalu kembali berjalan masuk dan duduk di salah satu kursi meja makan dengan rasa khawatir yang semakin besar. Tanganku mengamit selembar roti, mengoleskan selai asal saja dan mengunyah tanpa minat.
Aku memang tidak merasa lapar, tapi aku tahu perutku harus diisi jika aku tak ingin membuat diriku sendiri jatuh sakit. Aku tak ingin membuat siapapun mengkhawatirkanku saat ini.
Aku mengeluarkan handphoneku dari saku, mengetik pesan ke oma dan bertanya opa berada di rumah sakit mana. Aku berniat berangkat ke sana dengan taksi secepat mungkin.
Aku mengecek handphoneku berkali-kali, tapi tak ada notifikasi apapun padahal aku tahu oma membaca pesanku. Hingga aku merasa sangat bosan dan hanya memperhatikan jarum jam yang berpindah setiap detiknya.
Saat kurasa aku mulai mengantuk karena mataku lelah mengikuti putaran jarum jam yang terus bergerak, aku mendengar suara mobil masuk ke halaman rumah. Aku memaksa diriku bangkit dan berlari ke halaman. Saat kupikir oma lah yang mungkin pulang, aku justru melihat Astro dan ibunya keluar dari mobil dan berjalan menuju ke arahku.
=======
NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING