Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

ExtraPart [20]



ExtraPart [20]

1Sekian hari berlalu kuhabiskan dengan membantu persiapan pernikahan Denada di siang hari dan bekerja di malam hari. Aku sempat mengutarakan pendapat untuk menginap di rumah Denada, tapi Astro menolaknya mentah-mentah dengan alasan kami masih bisa membantu tanpa menginap.     

Andai Astro tahu betapa aku merasa iri karena Mayang bisa menginap di rumah Denada. Aku hampir saja kabur lagi jika bukan karena Kyle sudah memberi peringatan padaku. Hari sakralnya akan datang sebentar lagi dan dia membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri. Aku bahkan berpikir sepertinya aku memang sudah mengganggu Kyle di waktu yang tidak tepat.     

"Ibu katanya mau bantuin Faza diet, tapi ngajak makan terus." ujarku sambil menyandarkan punggung pada punggung kursi karena merasa sangat kenyang. Perutku terasa sangat penuh walau suasana hatiku memang jauh lebih baik.     

Kami sedang berada di sebuah restoran Jepang yang menyajikan makanan all you can eat hingga bisa makan sepuasnya. Aku memang menyadari sejak Ibu mengajakku ke restoran yang menyediakan sate maranggi saat itu, Ibu terus mengajakku makan di tempat baru setiap harinya.     

Sebetulnya aku mengajak Oma, tapi Oma berkata ingin di rumah saja dan melanjutkan rajutannya yang tertunda. Kali ini Ibu mengajak Ayah dan duduk bersisian hingga membuatku iri karena mereka mesra sekali. Berbeda dengan suamiku yang sangat menyebalkan.     

Astro memang duduk tepat di sisiku dan terus menerus menawariku makanan. Sebetulnya Ibu pun memperlakukan Ayah sama, tapi entah kenapa Astro terasa menyebalkan sedangkan interaksi Ibu dan Ayah terlihat sangat mesra.     

"Kan Faza yang bilang katanya mau diet nanti aja kalau Denada udah nikah, jadi sekalian aja puas-puasin makan dulu." ujar Ibu sambil bersandar pada lengan Ayah. Lagi-lagi interaksi mereka membuatku iri.     

Aku mengalihkan tatapan ke arah lain, tapi Astro mengamit bahuku dan menyandarkan kepalaku pada bahunya. Aku menatapnya tajam walau tak mengatakan apapun. Seharusnya dia tahu aku memintanya melepasku hanya dengan tatapan mataku, tapi dia mengabaikannya.     

"Aku envy liat yang pacaran di depan itu. Masa ga boleh juga begini sama istriku sendiri?" ujar Astro dengan tatapan sendu.     

Aku menyilangkan kedua lengan di dada dan menatapnya sebal, "Makanya jangan nyebelin."     

Astro mencubit pipiku pelan, "Kamu yang nyebelin."     

Aku hampir saja mendebatnya, tapi tiba-tiba saja ingat sudah seminggu ini kami tidur terpisah. Dia pasti sangat kesulitan menahan diri walau tidak berusaha merayuku atau berusaha membuatku berubah pikiran sekadar untuk tidur di ruangan yang sama. Aku bahkan baru ingat terakhir kami berciuman adalah malam sebelum menemani Denada melakukan spa calon pengantin.     

Sebetulnya aroma tubuhnya tak lagi terlalu mengganggu. Mungkin karena aku mampu berpikir lebih realistis bahwa yang kurasakan hanyalah reaksi tak berdasar karena memang tubuhnya tidak beraroma buruk. Pada akhirnya aku menyimpulkan bahwa aku mungkin saja bereaksi seperti itu karena sedang merasa tak nyaman berada di sekitarnya.     

Saat ini pun aku masih merasa tidak nyaman jika bersentuhan dengannya, tapi aku lebih mampu mengendalikan diri. Terlebih karena ada Ayah di sekitar kami. Atau mungkin Ayah lah yang membuatku lebih mampu mengendalikan diri jika sedang berada di sekitarnya. Entahlah.     

Astro mengusap lenganku dan mengecup dahiku, hingga membuatku menoleh padanya. Tatapannya yang menderita itu membuatku merasa bersalah dan kesal di saat yang sama. Walau harus kuakui dia sudah sangat berusaha dan seharusnya aku menghargainya.     

"Kalian mau ke Surabaya setelah Kyle nikah?" Ayah bertanya seolah perdebatanku dengan Astro sebelum ini tak pernah ada. "Masih ada waktu seminggu sebelum berangkat kuliah kan?"     

"Kamu mau?" Astro bertanya.     

Aku hanya mengangguk. Aku memang merindukan workshop-ku. Sekian tahun berselang, workshop itu sudah diperlebar. Tiga tahun lalu Cacha memberi tahu bahwa bangunan yang berada di sebelah workshop dijual. Aku membeli dan merenovasinya hingga bisa memperlebar bangunan.     

Aku juga menambah partner kerja hingga saat ini berjumlah delapan belas. Aku berencana akan membuka cabang workshop baru jika sudah mengantongi ijazah strata tiga. Aku sudah meminta data lokasi yang bagus pada Lyra untuk dibangun cabang nantinya.     

"Ayah titip barang buat Axe."     

Astro mengangguk sambil menatapku, "Sekalian lanjut ke Lombok ya. Aku mau nengok resort."     

Aah, pria ini benar-benar ....     

"Ga mau."     

"Aku mau kerja."     

"Ga mungkin."     

"Serius, Honey. Udah lama kita ga ke sana. Kita mungkin baru pulang dua tahun lagi kalau kuliah kita ga lancar."     

"Kenapa harus ga lancar?"     

Astro terdiam dengan tatapan lembut. Entah apa arti tatapan itu.     

"Mau Ibu temenin? Nanti Faza tidur sama Ibu aja. Kita kan ga pernah tidur bareng. Ibu pengen ngerasain tidur bareng sama anak perempuan." ujar Ibu tiba-tiba.     

Aku menoleh pada Ibu yang sedang tersenyum lembut padaku. Entah kenapa aku mengangguk, tapi segera mengutuk diri sendiri dalam hati. Aku baru saja menyetujui ide Ibu ikut ke Lombok hanya untuk menemaniku tidur. Aku bodoh sekali.     

"Ayah gimana?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibirku.     

"Ayah ada kerjaan. Kalian bertiga aja yang berangkat. Usahain selesaiin masalah kalian di sana. Ayah ga mau kalian bawa-bawa Ibu buat nemenin kalian kuliah." ujar Ayah sambil menyesap ocha (teh hijau Jepang) dan menatap Astro tajam.     

Astro mengangguk dalam diam hingga membuatku menatapnya lebih lama. Dia memang terlihat sangat menyedihkan sejak aku kabur darinya.     

Aku menunduk sambil menatapi perutku yang terasa sangat penuh. Andai aku adalah seorang pria, aku tak akan memaksa istriku hamil. Aku akan membiarkannya memilih kapan waktu yang tepat untuk hamil dan melahirkan anak kami. Namun aku wanita dan ini terasa menyebalkan.     

"Besok istirahat ya. Lusa kan kita harus berangkat pagi-pagi ke rumah Denada." ujar Ibu.     

Aku mengangguk, "Nanti Ibu tidur di rumah aja ga pa-pa kok. Biar Oma sama Faza."     

Ibu menatap Ayah sebelum kembali menatapku, "Kalau gitu lusa kalian ke rumah ya. Kita berangkat bareng dari sana."     

Aku mengangguk tanpa mengatakan apapun. Hangatnya lengan Astro yang melingkari bahuku sebetulnya akan terasa menyenangkan andai aku sedang tidak merasa tak nyaman berada dekat dengannya. Namun saat ini lengan itu terasa mengganggu. Aku ingin segera pulang hingga tak perlu terlalu dekat dengannya seperti ini.     

"Oh iya, Ibu hampir lupa. Ibu bawa vitamin buat Faza. Faza kan ga mau diajak ke dokter. Ini bagus buat nambah stamina biar ga gampang capek. Rekomendasi dari temen Ibu." ujar Ibu sambil merogoh sesuatu dari tas dan meletakkan botol kaca berisi butir-butir vitamin berwarna kuning keemasan di meja. "Minumnya pagi. Sekali sehari aja."     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.     

SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta untuk kalian, readers!     

-nouveliezte-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.