ExtraPart [50]
ExtraPart [50]
Aku ditempatkan di ruang rawat privat, juga dipasangkan alat pendeteksi kontraksi dan detak jantung bayi. Ada cukup ruang untuk semua orang masuk di ruang rawat ini walau akan lebih leluasa jika mereka bergantian menungguiku.
Aku meminta Oma, Denada, Mayang, dan Axelle pulang karena tak ingin merepotkan. Lagi pula aku bisa saja baru melahirkan besok karena ini adalah kehamilan pertamaku. Namun dengan berat hati meminta Kyle tetap di sisiku.
Denada terlihat sangat cemburu walau merelakan Kyle pada akhirnya. Entah apa yang Kyle katakan padanya di luar ruangan karena aku tak mendengar yang mereka bicarakan.
Aku berusaha mengatur napas saat tubuhku terasa tak nyaman. Walau berbaring menyamping tak lagi membuatku lega hingga terus bergerak gelisah di tempat tidur pasien.
Air mataku tumpah saat mengingat kehamilan ini bukanlah kehamilan yang kuinginkan. Ada banyak hal yang tiba-tiba membuatku merasa gamang tentang segalanya.
Aku merasa tak yakin dengan bagaimana proses melahirkan nantinya walau sudah berlatih pernapasan jauh-jauh hari. Aku tak yakin dengan bagaimana akan memeluk bayiku jika dia lahir nanti. Aku juga tak yakin dengan semua hal yang tiba-tiba berputar di kepalaku hingga membuatku merasa sesak dan pusing.
Bagaimana jika aku tak kuat melahirkan? Bagaimana jika bayiku terluka? Bagimana jika aku tak mampu menerimanya jika dia benar-benar lahir nantinya?
Aku tahu semua yang kupikirkan ini bodoh sekali. Padahal aku sudah mencoba meyakinkan diri selama berbulan-bulan bahwa aku akan menjadi orang tua yang baik. Pun sudah mengajak Astro bicara tentang segala hal mengenai anak kami jika dia lahir.
"Gimana kalau aku jadi kayak ibu kamu?" aku bertanya pada Kyle dengan suara tercekat saat hanya ada kami di ruangan. Aku tak yakin apakah dia mendengar pertanyaanku, tapi aku sedang menggenggam tangannya hingga sepertinya dia bisa membaca gerak bibirku.
Kyle manatapku gamang, "Nona ga mungkin begitu."
Aku tersenyum dengan air mata masih meleleh. Aku tak yakin kenapa tersenyum di saat suasana hatiku terasa sangat buruk.
Kyle mengusap air mata di ujung mataku, "Nona pasti jadi ibu yang jauh lebih baik dibanding dia."
"Kamu yakin?"
"Yakin. Kyle minta maaf karena Denada sedikit tempramen. Kalau ada sikapnya yang bikin Nona jadi mikir Nona ga pantas jadi ibu, Kyle ...."
Aku menggeleng gusar, "Denada kayak gitu karena aku keterlaluan. Di saat kayak gini yang aku cari justru kamu, bukan Astro. Denada pasti kepikiran."
Kyle terdiam. Entah apa yang dia pikirkan. Kuharap dia cukup memaklumi sikap Denada.
"Aku tau ga seharusnya ngomong gini, tapi ... andai aja Denada tau kamu pamanku." ujarku dengan mata berair dan terasa panas hingga pandanganku kabur. "Aku tau itu keputusan kamu. Aku cuma ..., aku bersyukur karena kamu pamanku."
Kyle mendekatkan tubuh ke tempat tidur pasien dan mengelus kepalaku, "Kyle minta maaf ga bisa kabulin permintaan itu."
Aku mengangguk dengan isak yang tak lagi mampu kutahan. Sepertinya memang hanya sebatas ini aku mengusahakan kejujuran untuk Denada. Hatiku terasa sakit, tapi aku terpaksa menerimanya.
Entah berapa lama Kyle menemaniku menangis hingga Ibu dan Bunda datang. Mereka sepertinya salah tingkah saat melihat interaksi kami, hingga Bunda meminta Kyle melepas tangan dan menggantikan posisi Kyle yang duduk di sisiku.
Kyle memang bangkit, tapi Ibu sepertinya terlihat serba salah. Di saat seperti ini ingin rasanya aku meneriakkan kajujuran yang sudah berada di ujung lidah, tapi aku menelannya dengan susah payah.
"Tante nginep di sini ya." ujar Bunda yang membuat perhatianku teralihkan.
Aku mengangguk sambil mempererat genggaman tangan kami karena janin di rahimku sepertinya mendorong tubuhnya untuk lebih turun ke panggul. Tubuhku saat ini terasa tidak nyaman. Jantungku bahkan berdetak dengan irama yang tak lagi bisa kukenali.
"Kyle tunggu di depan aja." terdengar suara Ibu bicara, tapi aku tak mampu melihatnya karena Ibu sedang berada di belakangku dan mulai memijat punggungku.
Kyle hanya mengangguk dan berlalu, walau menatapku lama sebelum menutup pintu. Aku tahu dia akan berada di sisiku jika aku memintanya detik itu juga.
"Ibu udah nelpon Astro, tapi baru bisa ke sini malem. Faza sabar ya."
Aku mengangguk sambil memejamkan mata. Janin di perutku terus merangsek turun. Terasa ngilu, sesak, sangat sakit di sekujur tubuhku hingga kepalaku terasa berputar.
Aku tak akan mempermasalahkan Astro yang tak ada di sisiku di saat seperti ini karena dia sedang terlibat penelitian yang mempengaruhi disertasinya. Aku hanya berharap dia datang sebelum saatnya bayi kami benar-benar lahir.
Air mataku kembali mengalir walau aku berusaha menahan isak. Aku ingin sekali bertanya bagaimana Bunda dulu bisa bertahan dengan segala rasa sakit ini saat melahirkanku, tapi tak mungkin mengutarakannya saat ada Ibu di ruangan yang sama dengan kami.
"Tante temenin Faza jalan-jalan ke luar ruangan yuk. Mau ke restoran di bawah atau mau keliling?" Bunda bertanya sambil mengusap mataku dengan tangan.
Aku menggeleng dengan suara tertahan, "Sakit."
"Kalau rebahan terus gini lebih kerasa sakitnya, tapi kalau dibawa jalan ga terlalu kerasa kok. Lagian ada alat pendeteksi kontraksi, jadi kita tau kalau udah waktunya lahiran."
Aku menatap Bunda enggan sambil menggeleng karena tekanan di rahimku terasa lebih kuat. Entah bagaimana dengan intensitas sakitnya nanti jika pembukaan jalan lahir sudah lengkap, padahal aku bahkan belum mengalami pembukaan lahir yang pertama.
"Maaf, tapi bukannya kamu single?" terdengar Ibu bertanya dengan tangan terus memijat punggungku.
Bunda menatap Ibu dan tersenyum, "Saya pernah beberapa kali bantu ibu melahirkan."
"Oh, ya? Kamu suster?"
"Oh, bukan. Saya cuma dipercaya buat bantu beberapa orang lahiran waktu pergi ke daerah. Bidan di daerah itu cuma ada satu dan harus pergi ke area terpencil lain. Saya di sana beberapa bulan, tapi seneng bisa bantu kelahiran bayi."
Entah bagaimana ekspresi Ibu di belakang sana. Namun hening di antara kami dan keheningan ini terasa aneh. Aku bahkan seolah bisa merasakan intensitas tatapan Ibu yang berada di belakang punggungku.
Mataku mencoba menangkap keberadaan jam dinding, pukul 11.38. Entah harus berapa lama lagi aku harus terlibat situasi ini. Hentakan di rahimku bahkan seolah menyadarkanku bahwa perjuangan kami bahkan belum dimulai.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senjarat -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-