Kemasan
Kemasan
"Faza dapet itu dari mana?" Oma menatapku bingung dengan mata yang masih bengkak saat duduk di sisiku.
Aku memeluk lengan Oma dan memperlihatkan kemasan itu, "Nemu di kamar Bunda."
Oma mengamit kemasan itu dan menatapnya dengan tatapan rindu, "Ini permen kesukaan bundanya Faza."
Aku mengangguk karena sepertinya memang betul.
"Merk ini udah ga produksi lagi sekarang, tapi belakangan ini Opa suka makan permen susu diem-diem kalau Oma ga merhatiin."
"Opa makan permen susu?"
Oma mengangguk, "Belakangan ini Opa sering ngemil."
"Zen juga bilang gitu. Dia nganter cemilan kan buat Opa waktu ke rumah?"
Oma mengangguk, "Oma udah bilang buat ga perlu repot-repot, tapi Faza kan tau sendiri. Zen keras kepala."
"Kayak Opa."
Oma tersenyum dan mengelus wajahku, "Kayak Faza juga."
Aku memeluk lengan Oma lebih erat, "Oma ikut Faza pindah ya. Faza ga bisa tinggalin Oma di sini sendirian."
"Faza udah ngobrol soal itu sama Astro?"
Aku menggeleng.
"Faza harus bilang Astro dulu. Oma ga mau ganggu kalian, apalagi itu negara lain. Faza kan ga cuma sekadar pindah kota."
"Nanti Faza paksa Astro, tapi Oma mau, kan? Nanti kita di sana bisa jalan-jalan. Oma ga akan kesepian."
"Bilang dulu ke Astro, nanti Oma kasih jawaban tergantung Astro bilang apa."
Aku terdiam. Oma selalu seperti ini. Begitu baik hati hingga tak bersedia sekadar menggangguku dan suamiku.
Kami menatapi kemasan permen susu di tangan Oma dalam diam. Hingga Astro ke luar dari kamar dengan rambut masih basah dan handuk tersampir di bahunya. Dia duduk di sisiku yang lain dan melirik ke kemasan permen susu, lalu mengelus puncak kepalaku.
Aku melepas pelukanku di lengan Oma dan memeluk lengan Astro, "Aku mau ngajak Oma ikut kita pindah. Kamu harus setuju."
Astro tersenyum lembut dan mengangguk, "Anything you wish, Honey."
Aku mengecup pipinya dan tersenyum manis, "Thank you."
Astro mengecup dahiku, "My pleasure."
Aku menoleh ke arah Oma dan mendapati Oma sedang menangis. Aku melepas pelukanku pada Astro dan mengelap air mata di pipi Oma dengan jari. Aku tak yakin dengan apa yang Oma tangisi, tapi aku ragu untuk bertanya. Aku tak ingin membuat Oma merasa sedih saat ini.
"Oma sementara tinggal di sini aja, mau?" Astro bertanya.
Oma mengamit wajahku dan mengecup puncak kepalaku, lalu melakukan hal yang sama pada Astro. Oma menatapi kami berdua bergantian dengan tatapan sendu, "Oma ikut keputusan kalian aja. Oma ga pengen apa-apa lagi. Tugas Oma buat nemenin Opa udah selesai, mungkin sekarang waktunya Oma nemenin kalian."
"Sebenernya Astro mau ngajak Oma ke Surabaya besok, tapi Astro ada ujian semester hari senin. Astro ga mau Oma keganggu sama kegiatan Astro dan abis ujian Astro mau ngajak Faza ke jembatan. Nanti kita jemput Oma abis dari jembatan, ya?"
"Kalian mau ke jembatan?" Oma bertanya.
Aku mengangguk, "Faza emang pengen ke jembatan udah lama, tapi Astro baru ngasih ijin. Nanti Ayah sama Ibu juga ikut. Mungkin nanti Faza bisa minta Teana nemenin Oma di sini sampai kita pulang."
Oma terdiam sesaat sebelum bicara, "Oma boleh ikut?"
Aku menoleh untuk menatap Astro. Dia pasti tahu bahwa akan beresiko jika mengajak Oma. Terlebih, Axelle berencana ikut juga. Aku tak tahu apakah Oma mengenal Axelle sebagai kembaran Teana dan akan riskan jika bertanya.
"Astro bilang ayah dulu ya, Oma. Bukannya Astro ga mau, tapi Ayah bawa mobil dari sini dan baru ketemu Astro di lokasi." ujar Astro.
Oma hanya mengangguk dalam diam. Seperti biasa, Oma hanya menuruti keputusan yang diberikan. Betapa omaku sangat baik hati karena tak pernah merepotkan.
"Nanti Astro langsung tanya ayah kalau ayah pulang. Astro ga berani telpon ayah sekarang karena ayah lagi ngurusin hal penting." ujar Astro.
"Iya, Oma ngerti. Oma ga buru-buru minta jawaban kok, ga usah sungkan. Oma mau istirahat dulu ya. Kalian juga harusnya istirahat." ujar Oma sambil mengelus wajah kami dengan tangan masing-masing satu. Entah kenapa ini terasa seperti kami masih anak-anak.
Oma menyodorkan kemasan permen susu padaku, lalu bangkit dan meninggalkan kami di sofa. Oma memasuki kamar di sebelah kamar Astro dan menutup pintunya.
Aku menatap Astro, "Oma pasti sedih banget, kan?"
Astro mengelus puncak kepalaku, "Coba aja kamu bayangin gimana rasanya kalau aku meninggal duluan."
Aku mencubit pipinya, "Jangan ngomong macem-macem."
Astro hanya diam dan mengecup dahiku. Walau sebetulnya aku tahu dia benar. Ditinggalkan suami yang sudah berpuluh tahun lamanya hidup bersama pasti terasa sangat berat. Sepertinya keputusanku untuk mengajak Oma pindah bersama kami adalah keputusan yang tepat karena Oma tak memiliki siapapun lagi selain kami.
Semalam setelah berbincang dengan Om Chandra, aku memberi tahu Astro tentang kesediaan Om Chandra untuk mencari jejak Bunda dengan bantuan Kyle dan Rilley. Aku meminta Om Chandra merahasiakannya dari Oma.
Aku sudah memperlihatkan surat yang Opa tinggalkan untukku melalui Pak Bambang pada Astro. Astro memiliki pendapat yang sama denganku bahwa Opa mungkin saja tahu di mana Bunda berada dan memilih menyembunyikannya dari semua orang. Pendapat kami terasa semakin kuat setelah aku memberitahu Astro apa yang kukatakan pada Opa sebelum Opa meninggal. Dia bahkan memberi pendapat, Opa mungkin saja melepas semua hal di dunia ini karena aku merelakannya pergi.
"We can do this." ujar Astro sambil memelukku.
Aku mengangguk. Aroma green tea dari rambutnya yang masih basah menguar dan membelai hidungku. Aku menyukai aroma ini karena terasa menenangkan.
Astro mengamit dan mengelus jariku tepat di cincin pernikahan kami berada, "Kita bisa sama-sama sampai tua, kayak opa sama oma. Ga masalah siapa yang akan meninggal duluan. Aku pastiin kita baik-baik aja."
Aku menatapnya dalam diam. Suami yang kutatap ini terlihat semakin dewasa sejak kami menikah berbulan-bulan lalu. Dia tampan sekali.
"Kita pasti punya masalah. Kita cuma perlu cari solusinya, kan?"
Aku mengangguk, "Mohon bantuannya, Tuan Astro."
Astro mengangguk mantap dan memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Mohon bantuannya, Nyonya Astro."
Aku mencubit pipinya, "Jangan panggil aku 'Nyonya'!"
"Ga mau. Kamu kan emang Nyonya Astro." ujarnya sambil mengecup bibirku.
Aku menatapnya tak percaya. Kami baru saja kehilangan Opa dan kami lakukan adalah bermesraan seolah kepergian Opa sudah berselang berbulan lamanya.
Astro memindahkan rambut ke belakang telingaku dan menatapku lekat, "Aku ga mau liat kamu sedih. Aku ga mau kamu ngurung diri di kamar lagi. Aku harap kamu bisa biarin Opa pergi dengan tenang. Ada keluargaku kalau kamu butuh dukungan, yang perlu kamu lakuin cuma bilang. Aku akan kasih semua bantuan yang kamu butuh. Ada aku di sini, kamu ga sendirian."
Air mataku mengalir tanpa bisa kutahan. Betapa aku beruntung karena memilikinya. Opa bertindak benar dengan mengizinkanku menikahinya.
=======
NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING, di google play kalian masing-masing karena dia udah MALING novel ini.
TUTORIAL LAPORANNYA BISA KALIAN LIAT DI AKUN FESBUK: NOU. Thank you atas bantuannya ♡
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Kalau kalian mau baca novel nou yang lain, bisa follow akun Wattpad @iamnouveliezte
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-