Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Perpisahan



Perpisahan

1Menatap kamar peningalan Bunda yang selama bertahun-tahun ini kupakai membuatku merasa hampa. Aku selalu berusaha merasakan keberadaan Bunda bersamaku di kamar ini, tapi sekarang aku harus berpisah dengannya.     

Aku tahu ini konyol sekali, tapi terasa seperti ada beban berat yang menekan dadaku. Ini terasa mengganggu.     

Sebetulnya aku sudah mengepak semua barang yang akan kubawa ke Surabaya dan membawanya bersamaku sejak berangkat ke rumah Astro sebelum resepsi pernikahan kami yang berantakan. Namun aku mengepak barang-barang tambahan.     

Aku menghela napas saat mengingat ada novel pemberian Kak Liana yang kusembunyikan di belakang lemari. Mungkin akan lebih baik jika aku akan membawanya dan kubuang di bandara.     

"Ngapain kamu?" Astro bertanya tepat saat aku baru saja menarik buku dari sela lemari dan dinding.     

Sial, kenapa dia harus datang di saat seperti ini?     

"Mm, ngambil novel." ujarku sambil bangkit dan mendekap buku itu erat. Kuharap Astro tak sempat memperhatikan sampul atau judul novelnya. Dia bisa saja menyadari buku ini tak seharusnya kumiliki.     

"Kita harus berangkat sekarang, Honey." ujarnya sambil memelukku.     

Aku hanya mengangguk. Untunglah dia terlihat biasa saja. Andai saj ...     

"Hei!" aku refleks menegurnya yang tiba-tiba menarik buku dari dekapanku dengan cepat saat aku lengah.     

Astro mengangkat buku itu tinggi-tinggi sambil memperhatikan judul dan membuka halaman secara acak. Aku berusaha mengambilnya kembali, tapi tak mampu meraihnya.     

Kenapa dia tinggi sekali?     

Astro mengernyitkan kedua alisnya dan terlihat terganggu, "Kamu baca novel beginian sejak kapan? Jadi kamu nakal karena baca ini?"     

Aku akan menyerah saja mengambil novel itu dari tangannya. Lagi pula, dia sudah mengetahuinya.     

"Zen ngasih itu ke aku abis Kak Liana nikah. Kak Liana ngasih buku itu bareng buket bunga." ujarku sambil duduk di kursi dan menopang dagu dengan tangan.     

Aku baru menyadari, seharusnya tadi aku bisa naik ke kursi ini. Kenapa aku bodoh sekali?     

Astro menatapku dengan tatapan menyelidik, tapi sepertinya dia percaya padaku. Dia menurunkan buku itu dan membaca satu halaman dengan cepat sebelum kembali menatapku dengan senyum menggodanya yang biasa, "Seriously?"     

Aku menaikkan bahu, "Aku cuma baca sedikit bagian ... itu, trus aku lempar sembarangan ke belakang lemari. Aku mau buang buku itu di bandara nanti."     

Astro berjalan mendekat padaku dan memelukku, "Ga perlu. Kita bisa cobain kalau sampai di apartemen nanti."     

Aku menatapnya tak percaya, "Seriously?"     

Astro mengangguk dengan mantap dan berlutut di depanku, "Kak Liana ngasih ini karena kita mau nikah kan?"     

"Iya, tapi ... itu kan ..."     

Uugh, seharusnya aku membiarkan saja buku itu tetap di belakang lemari. Opa atau Oma tak mungkin melihat ada sebuah buku di sana.     

Astro menatapku sambil menggigit ujung bibirnya, "Kita bisa cob ..."     

Aku menutup mulutnya untuk menghentikan apapun yang akan keluar dari sana, tapi dia mengecup tanganku dan tersenyum lebar sekali. Aku bisa merasakan bibirnya bergerak di telapak tanganku dan membuatku menarik tanganku kembali.     

"Ga usah dibahas." ujarku sambil bangkit. "Sini bukunya. Mau aku buang di bandara.     

Astro bangkit dan berjalan menjauh dariku, "Aku mau simpen."     

"Astro!"     

Astro hanya memberiku senyum menggodanya yang biasa sambil berjalan keluar kamar dengan cepat. Dia menyelipkan buku itu di sela celana di balik punggungnya. Dia benar-benar menyebalkan.     

Aku mengangkat kardus berisi barang-barang yang akan kubawa dan menatap kamar dengan nanar sebelum mengikutinya keluar kamar. Aku akan pulang dua atau tiga minggu lagi. Aku akan mencari cara untuk memaksanya menginap di sini nanti.     

Astro menungguku tepat di kusen depan pintu, mengamit tanganku dan mengecupnya sebelum membawaku berjalan ke ruang tamu. Aku baru saja akan menyelipkan tangan ke balik punggungnya saat dia menangkap tanganku dan menatapku tajam.     

"Jangan coba-coba kalau kamu ga mau aku bawa ke kamar lagi."     

"Uugh, nyebelin!"     

Astro melepas tanganku dan menatapku waspada, "Kita harus berangkat sekarang atau kita akan ketinggalan pesawat."     

Aku memberinya tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun. Mungkin nanti aku bisa mengambilnya saat dia lengah. Aku akan membuang buku itu saat memiliki kesempatan.     

Opa, Oma, Kakek Rizal, Nenek Agnes dan Ibu berkumpul di teras depan untuk melepas kami ke bandara bersama Kyle. Kyle mengamit kardus dari tanganku dan membawanya ke mobil tanpa mengatakan apapun. Kami semua sudah berbincang cukup lama sebelum aku meminta izin ke kamar beberapa saat lalu.     

Mereka memberi kami berbagai nasihat bagaimana cara membangun rumah tangga, juga bagaimana cara menghadapi masalah saat kami sama-sama keras kepala. Kami bahkan diberi nasihat agar tidak mengikuti jejak Kakek Rizal dan Nenek Agnes. Walau mereka tak memiliki niat untuk kembali bersama, tapi mereka tak menginginkan hal yang sama terjadi pada kami.     

"Nanti Ibu ke Surabaya kalau ada waktu." ujar Ibu sambil memelukku.     

Aku hanya mengangguk.     

"Inget yang Ibu bilang? Kalau marah diem dulu sampai tenang, baru ngomong baik-baik."     

"Iya, Bu.."     

Ibu mengecup dahiku dan melepas pelukannya. Aku baru saja akan menyalami Oma, tapi Oma memelukku lebih dulu. Aku mengelus bahu Oma, "Oma baik-baik ya. Faza usahain pulang cepet."     

Oma mengangguk. Kemudian mengecup dahiku, kedua pipiku, dan puncak kepalaku. Aku tahu berat bagi Oma untuk berpisah denganku, tapi aku sangat menghargai usaha oma untuk tidak menangis saat melepasku.     

"Nanti Faza telpon Oma tiap pagi."     

"Iya. Oma tunggu telpon dari Faza tiap pagi." ujar Oma sambil mengelus lenganku.     

"Mafaza harus makan lebih banyak. Jangan sampai sakit. Kegiatan Mafaza pasti banyak menguras tenaga." ujar Opa.     

"Iya Opa. Opa juga harus jaga kesehatan. Kalau abis check up kabarin Faza ya."     

Opa mengangguk dan mengelus puncak kepalaku.     

Aku menatap Nenek Agnes dan Kakek Rizal dengan canggung. Aku tahu kami baru saja bertemu setelah bertahun-tahun dan sekarang aku akan berpamitan pada mereka karena harus mengikuti suamiku ke Surabaya. Aku menyalami dan mencium tangan Nenek Agnes, "Faza pamit ya, Nek."     

Nenek Agnes tersenyum dan memelukku, "Kalau Faza libur kabarin Nenek ya. Nanti Nenek ke sini."     

"Nanti Astro yang bawa Faza ke Jepang kalau kita punya waktu, Nek." ujar Astro saat baru saja selesai mencium tangan Opa. "Tapi Astro ga yakin bisa bawa Faza ke Papua. Ada konflik di sana."     

Kakek Rizal tersenyum dan mengacak rambut Astro, "Nanti Kakek yang ke Surabaya. Kakek mau liat gimana kamu jaga cucu Kakek satu-satunya."     

Astro tersenyum lebar sekali, "Kakek ga perlu khawatir. Astro punya janji sama almarhum ayah. Kalau Kakek mau ke Surabaya kabarin Astro dulu ya. Nanti Astro yang masak."     

"Kakek baru tau kamu bisa masak. Bener ya? Nanti kakek bawa lobster sama ikan baronang."     

"Siap, Kek. Nanti kabarin Astro."     

Kakek Rizal menepuk bahu Astro dan tersenyum lebar sekali. Sepertinya dia menyukai Astro.     

Astro menatapku dan memberiku senyum menggodanya yang biasa. Entah bagaimana, tapi kurasa dia akan mengajak kakek Rizal menjalin bisnis dengannya. Dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan berbisnis dengan siapapun.     

"Bisa kita berangkat sekarang?" Kyle yang sejak tadi menunggu kami bertanya.     

Astro mengamit tanganku dan menggenggamnya erat, "Kita berangkat ya."     

Semua orang mengangguk pada kami. Sepertinya aku benar-benar harus pergi.     

Astro membimbingku menuju mobil. Setiap langkah yang kuambil terasa berat sekali. Aku menoleh untuk menatap Opa dan Oma. Mereka melambaikan tangan padaku, tapi aku tidak menyukainya karena itu adalah lambaian perpisahan. Aku balas melambaikan tangan pada mereka sebelum mengalihkan pandangan ke depan. Kuharap mereka tak menyadari aku hampir saja menangis.     

Astro membuka pintu tengah dan membiarkanku masuk lebih dulu. Kemudian menutup pintu, lalu meraih pinggangku dan memelukku erat. Dia membelai rambutku tepat saat Kyle menyalakan mobil untuk memulai perjalanan, "Kamu boleh nangis sekarang."     

Aah, air mataku benar-benar keluar.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.