Kangguru
Kangguru
Kami kembali ke rumah opa sebelum jam tujuh, tepat saat bu Asih dan oma sedang memasak. Astro memutuskan untuk ikut membantu walau oma sudah melarangnya.
"Astro gantiin Faza bantuin Oma masak. Faza lagi banyak kerjaan jadi Astro liburin masak dulu." ujar Astro sambil mengamit sodet dari tangan oma dan mulai mengaduk capcay daging yang aromanya menyebar ke seluruh ruangan.
Oma tersenyum, "Emangnya kerjaan Astro ga banyak?"
"Kerjaan Astro udah selesai kemarin. Nanti senin lanjut kerja lagi. Dua hari ini mau liburan nemenin istri cantik santai-santai."
Aku hampir saja tertawa, tapi aku menutup mulut dengan tanganku. Apanya yang meliburkanku dari memasak? Dia lah yang bersikeras memasak karena tak ingin aku terlalu lelah, demi menjaga calon bayinya tetap sehat.
Bu Asih melirik ke arahku dengan senyum simpul di bibirnya, tapi tak mengatakan apapun. Aku memang sedang duduk diam menonton mereka bekerja dari kursi makanku yang biasa sambil mengecek aplikasi pesan di handphone. Mungkin saat ini aku terlihat sangat tidak sopan atau terlihat seperti perempuan manja.
"Hati-hati motongnya. Jangan liatin aku terus. Kalau pisaunya kena jari kamu nanti kamu ga bisa kerja seminggu." ujarku pada Astro.
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Nyonya Astro cocok jadi mandor ya, Oma?"
Aku memberi Astro tatapan tajam karena memanggilku dengan sebutan "nyonya", tapi oma justru tertawa. Tawa yang membuat oma terlihat cantik sekali, yang membuatku menyadari aku lupa Astro memang benar-benar lihai dengan kalimat-kalimatnya karena aku sudah terbiasa dengannya yang berusaha bersikap jujur padaku beberapa waktu belakangan ini.
"Kayaknya Oma belakangan ini kebanyakan mikir negatif. Oma beberapa kali sempet dapet firasat ga enak. Oma pikir kalian ada masalah, tapi kalau liat kalian begini kayaknya percuma kemarin Oma khawatir."
Aku dan Astro bertatapan dalam diam, tapi kami saling tersenyum. Sepertinya aku memang tak boleh meremehkan insting oma dan ibu. Karena ibu juga sempat mengatakan hal sama seperti itu.
"Nanti Astro bilang ibu buat ngajak Oma refleksi ya. Kemarin kayaknya ibu bilang katanya mau refleksi." ujar Astro.
"Ah buat apa nenek-nenek ikut refleksi? Oma ngerajut di rumah sambil nemenin opa aja udah seneng kok." ujar oma sambil berjalan menghampiriku dan duduk di kursi di sebelahku. "Oma juga mau jadi mandor deh, kayak Faza. Astro sama Bu Asih yang masak ya."
Astro dan bu Asih mengangguk sambil melanjutkan memasak. Entah kenapa ini terasa menyenangkan.
"Faza udah ketemu opa pagi ini?" oma bertanya.
Aku menggeleng, "Belum, Oma. Faza sama Astro kan abis dari makam."
"Coba ke ruang baca. Temuin opa dulu."
Aku melirik ke arah Astro untuk meminta pendapat. Astro tersenyum tipis dan mengangguk. Sepertinya dia membiarkanku bertemu dengan opa lebih dulu.
"Faza ke ruang baca ya, Oma. Astro boleh nyusul kalau udah selesai masak?" aku bertanya.
"Boleh. Faza temuin opa dulu ya."
Aku mengangguk dan bangkit sambil memasukkan handphone ke dalam saku. Aku tahu opa ingin bicara berdua denganku sebelum bertemu Astro, maka aku menyiapkan hati.
Aku mengetuk pintu ruang baca beberapa kali sebelum membukanya perlahan. Opa mengangguk saat melihatku, maka aku masuk dan menutup pintu kembali.
Aku menyalami dan mencium tangan opa seperti yang biasa kulakukan sebelum duduk di kursi di sebelah opa, "Opa keliatan lebih kurus. Segitu kangennya sama Faza sampai kurus gitu?"
Opa tersenyum dan mengelus puncak kepalaku, "Opa rindu sekali, tapi Opa ga bisa ke Surabaya karena Opa sibuk."
Aku memeluk lengan opa dan menatap opa dengan tatapan khawatir, "Opa bisa kasih kerjaan apa aja ke Faza. Jangan terlalu sibuk. Opa kan harus istirahat."
"Opa senang walau sibuk. Jadi terasa lebih muda beberapa tahun." ujar opa sambil menepuk lenganku perlahan.
"Tapi Opa jadi kurus gini."
"Opa jadi lebih sehat kan? Dokter bilang Opa harus menjaga berat badan."
Kurasa aku tak bisa mendebat kalimat opa kali ini, maka aku hanya diam. Sebetulnya aku ingin tahu apa yang opa lakukan sampai begitu sibuk hingga kehilangan berat badan, tapi aku tak ingin dianggap terlalu ingin tahu. Bagaimana pun, opa berhak melakukan apapun yang opa inginkan.
Opa bangkit dari duduknya, yang membuatku melepas pelukanku di lengannya. Lalu berjalan ke salah satu meja kecil di satu sudut. Opa membuka salah satu laci dan mengeluarkan sebuah kotak. Opa kembali duduk di kursi yang sesaat lalu ditinggalkannya dan menyodorkan kotak itu padaku, "Titipan dari Zen untuk Mafaza. Katanya dari Liana."
Aku menerima kotak dari opa dan meletakkannya di pangkuanku. Kotak itu berukuran sedang, mungkin 20cm. Berwarna hijau lumut dengan sebuah kartu yang ditulis dengan tulisan tangan: Buat Faza cantik, dari Kak Liana.
Aku membuka kotak itu dan menemukan sebuah boneka kangguru berukuran kecil yang bisa bersuara saat aku menekan perutnya.
"Boneka kangguru ini khusus dibikin buat Faza. Semoga Faza selalu sehat dan bahagia. Selalu inget sama Kak Liana. Nanti kita hang out bareng ya kalau Kakak pulang. Miss you."
Suara itu adalah suara kak Liana, yang direkam dan dimasukkan ke dalam boneka. Aku menekan perutnya sekali lagi dan kalimat yang sama terdengar kembali.
Aku mendongkak untuk menatap opa, "Makasih, Opa."
Opa menggeleng, "Sebelumnya di boneka itu ada alat perekam. Opa sudah mengeluarkannya."
Aku terkejut, "Maksud Opa, kak Liana sengaja mau mata-matain Faza?"
"Mungkin. Sepertinya Liana suka sekali dengan Mafaza hingga melakukan hal semacam itu." ujar Opa dengan tatapan khawatir. "Tapi Zen anak baik. Mafaza ga perlu terlalu curiga pada Zen."
Bisa-bisanya opa mengatakan hal semacam itu padaku? Andai opa tahu Zen memiliki ribuan fotoku, aku sangat penasaran apakah opa akan tetap memiliki pendapat yang sama. Namun aku tak mungkin mengatakannya atau aku akan ketahuan sudah menyadap laptop dan handphone milik Zen.
"Opa yakin boneka ini aman sekarang?" aku bertanya.
Opa mengangguk dan tersenyum penuh pengertian khas orang tua, "Opa yakin. Mafaza bisa menyimpan boneka itu dengan aman sekarang."
Aku mengangguk dan meletakkan boneka itu kembali ke kotaknya, "Mm ... ada yang penting yang Opa mau bahas sama Faza?"
Opa terdiam sebelum bicara, "Mafaza sudah tahu laporan sidang Zenatta senin kemarin kan?"
Aku mengangguk.
"Mafaza harus lebih hati-hati. Satu kesalahan kecil sudah cukup untuk membuat segalanya berantakan."
Bukankah seharusnya opa mengatakannya pada Astro?
"Faza percaya sama Astro kok, Opa. Astro pasti bisa nanganin itu." ujarku sambil menutup kotak dan meletakkannya di meja dan memeluk lengan opa.
Opa mengangguk, "Opa senang Mafaza bisa berpikir dengan jernih. Bagaimana rasanya setelah pindah ke Surabaya dan hidup berdua dengan Astro?"
Bagaimana aku harus menjawabnya? Aku tak mungkin mengatakan pada opa bahwa kami sempat bertengkar beberapa kali di usia pernikahan kami yang masih begitu muda.
"Faza banyak belajar, Opa. Ada beberapa sifat Astro yang Faza baru tau setelah nikah. Astro bilang, kita ga perlu buru-buru buat ngerti yang lain karena kita masih muda dan masih akan banyak berubah. Faza setuju sama Astro." ujarku. Kurasa aku hanya bisa menjawab petanyaan opa seperti itu. Kuharap aku tak membuat opa terlalu khawatir padaku.
"Opa setuju. Ingat pesan Opa beberapa bulan lalu? Ga ada manusia yang sempurna. Jika Mafaza menemukan sikap yang Mafaza ga suka dari Astro, Mafaza harus coba sabar dulu, ya?"
"Iya, Opa. Faza akan selalu inget pesen Opa. Faza kan juga kadang-kadang nyebelin. Kalau Astro ga terima Faza nyebelin kan gawat."
Opa mengangguk dan menepuk lenganku perlahan, "Baik-baik sama Astro ya. Karena Mafaza yang memilih sendiri siapa yang menjadi suami Mafaza. Opa hanya bisa membantu Mafaza dengan mendoakan Mafaza dari jauh."
"Doa dari Opa lebih dari cukup kok buat Faza."
Opa menatapku ragu-ragu sebelum bicara, "Opa minta maaf ya Opa ga bisa membantu Mafaza lebih banyak tentang kasus Zenatta. Kita hanya bisa berharap Astro bisa menanganinya dengan baik."
Aku mengangguk dalam diam. Aku tahu sedikit kesalahan bisa menjebloskan Astro ke dalam penjara. Begitu juga denganku karena aku sudah memberi keterangan palsu. Aku pun tahu kegelisahan beberapa hari lalu saat berbincang dengan Teana masih tersisa di hatiku.
Aku hanya bisa mempercayakan semuanya pada Astro. Aku akan memastikan suasana hatinya selalu baik sebelum panggilan sidang untuknya sebagai saksi di laksanakan. Aku tak akan membiarkannya memiliki suasana hati yang buruk atau Astro mungkin akan melakukan kesalahan.
"Boleh Faza tanya sesuatu?" aku bertanya.
Opa hanya mengangguk dan menungguku bicara.
"Opa tau Astro suka Faza dari pertama ketemu Faza?"
Opa mengangguk dan tersenyum, "Astro ga biasanya bersikap seperti sikapnya ke Mafaza ke perempuan lain saat itu. Opa dan Arya setuju untuk menjodohkan kalian karena kalian sama-sama berubah lebih baik. Opa ga pernah memaksa Mafaza untuk menyukai Astro, Opa bebasin Mafaza untuk suka ke siapapun yang Mafaza inginkan."
Aku sudah mengetahui hal ini sejak pertama kali aku datang ke mansion dan bicara dengan kakek Arya. Ada kelegaan menyusup dalam hatiku saat mendengar opa mengatakanya, tapi ...
"Opa pernah ragu sama Astro?" aku bertanya.
Tatapan opa berubah menjadi lebih sendu, "Opa berkali-kali ragu-ragu. Opa tahu dengan jelas bagaimana keluarga Astro karena Opa dekat dengan Arya, tapi Mafaza sudah memilih Astro. Opa ga bisa memaksa Mafaza memutuskan hubungan begitu saja. Terlebih, kalian memang sudah dekat selama bertahun-tahun."
Aku terdiam mendengarnya karena mengingat Astro pernah berpikir opa meragukannya. Aku ingin sekali bertanya tentang Zen saat ini, tapi aku membatalkannya.
"Keluarga Astro memang memiliki pengaruh, bisnis yang besar, juga kekuasaan. Opa sempat berpikir mungkin akan lebih baik jika Mafaza memilih laki-laki yang berasal dari keluarga yang biasa saja. Walau hal itu ga mungkin. Karena Mafaza juga bukan perempuan dari keluarga yang biasa saja. Opa minta maaf Opa banyak menyembunyikan hal dari Mafaza. Opa memiliki alasan untuk itu. Semoga Mafaza bisa mengerti."
Tepat saat opa selesai bicara, seseorang mengetuk pintu dan membukanya. Astro muncul tak lama kemudian dengan senyum terkembang di bibirnya.
Aah betapa aku mencintainya....
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-