Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Janji



Janji

0Astro merentangkan kedua tangannya dan mengangkat tubuhku, membuatku memeluk bahunya karena terkejut.     

"Aku menang. Mana hadiah buatku?" ujarnya dengan senyum menggoda yang masih terkembang di bibirnya, senyum yang lebar sekali.     

Astro terlihat sangat tampan, dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Yang sekarang juga menempel di pakaianku karena dia sedang menggendongku.     

Aku menatapnya tak percaya sambil memukul bahunya, "Turunin ih. Malu."     

"No way. Aku mau minta hadiahku dulu."     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

Aku mengecup dahinya dengan canggung selama sedetik waktu yang terlewat, "Udah. Turunin."     

"Seriously?" ujarnya dengan tatapan tak percaya.     

Aku tahu dia akan berubah menjadi sangat menyeramkan jika aku tak menuruti permintaannya. Aku bahkan tak akan sanggup untuk sekadar membayangkan bagaimana menyebalkan sikapnya di perjalanan pulang kami ke Surabaya.     

Aku mengamit tengkuknya dan mengecup bibirnya sesaat, tapi dia memangut bibirku dan mencumbunya hingga membuat wajahku terasa panas. Dia baru melepasku setelah terasa selamanya.     

Aah aku merasa malu sekali....     

Aku tak akan sanggup menatap siapapun sekarang. Yang bisa kulakukan hanya menutup bibirku yang masih bergetar sambil berharap apa yang kami lakukan sesaat lalu hanyalah mimpi.     

"Thank you, Honey." ujar Astro dengan tatapan lembut padaku.     

Aku hanya sanggup menggumam. Aku pun tak yakin apa yang kugumamkan.     

Astro menurunkan tubuhku dan mengamit tas yang kuletakkan di kursi sebelum menyalami mama Zen, "Astro sama Faza pulang ya, Tente. Maaf ga bisa lama-lama di sini soalnya kerjaan kita banyak."     

"Hati-hati ya. Tante titip Faza. Tolong dijaga baik-baik."     

Aku tak tahu bagaimana ekspresi mama Zen sekarang karena aku menundukkan pandanganku, tapi suaranya jelas bergetar.     

"Aku balik ya. Kapan-kapan kalau ada waktu kita sparing lagi." ujar Astro sambil menyalami Zen dan Reno bergantian.     

"Lain kali jangan ajak Faza. Kalian bikin aku baper." ujar Reno.     

Astro hanya tertawa, tapi segera memberiku isyarat untuk menyalami mama Zen sebelum kami pulang.     

Aah bagaimana ini?     

Aku melepas tangan yang menutup bibirku untuk menyalami dan mencium tangan mama Zen, "Faza pulang ya, Ma."     

Tiba-tiba mama Zen bangkit dan memelukku erat. Aku tahu dari detakan jantungnya yang kencang, mama Zen sedang berusaha menahan diri. Aku membalas pelukan mama Zen dan mengelus punggungnya hingga mama Zen melepasku.      

"Kalau Faza pulang dan ada waktu, nanti Faza kabarin ya, Ma. Kak Liana juga ngajak Faza ketemu, tapi belum tau kapan." ujarku sambil menatap mama Zen karena aku merasa tak tega.     

Mama Zen menatapku dengan tatapan sedih dan kecewa, tapi berusaha terlihat tulus. Entah bagaimana, aku justru merasa baik-baik saja. Hatiku berkata mungkin memang sudah seharusnya mama Zen merelakanku sekarang.     

Aku menoleh untuk menatap Zen dan Reno. Aku memberi mereka sebuah anggukan kepala untuk menghindari berjabat tangan dengan keduanya, "Aku duluan ya."     

Reno mengangguk sambil tersenyum, "Lain kali jangan ikut."     

Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku, "Sorry."     

Aku menatap Zen yang sedang berkutat dengan tas berisi pakaian dan sepatunya. Aku tahu dia sedang menghindari bertatap mata denganku.     

"Duluan ya, Zen."     

Zen hanya menoleh tanpa menatap mataku dan kembali mengalihkan tatapannya ke tas, "Hati-hati."     

Kurasa hanya itu yang bisa kulakukan. Aku mengalihkan tatapanku kembali ke Astro. Senyum lebar masih menghiasi bibirnya.     

"Kamu ga ganti baju dulu?" aku bertanya.     

"Ga usah. Nanti aja." ujar Astro sambil mengamit tanganku. "Kita pulang ya."     

Mama Zen dan Reno mengangguk. Sedangkan Zen bergeming tanpa reaksi. Astro mengajakku berbalik dan membimbing langkah dengan mantap.     

"Kita jahat banget, kamu tau?" ujarku dengan suara pelan saat kami sudah lepas dari jarak dengar.     

Astro hanya memberiku senyum manggodanya yang biasa dan mengangkat tubuhku, lalu mengecup bibirku lagi. Aku menjauhkan wajahnya dariku saat dia akan mencumbuku. Alih-alih kesal, dia justru tertawa.     

"Dasar mesum." ujarku dengan suara pelan.     

Aku sempat melihat Zen memperhatikan kami saat kami berbelok untuk keluar. Aku tak dapat menebak ekspresinya karena jarak kami sudah cukup jauh. Namun aku melihat mama Zen mengusap lengannya sebelum mereka menghilang dari pandanganku.     

Kyle mengamit tas dari tangan Astro tepat saat kami keluar dari pintu, "Kyle anter kalian ke rumah Tuan dulu?"     

"Iya, Kyle. Cepet ya. Badanku lengket pengen mandi." ujar Astro sambil mengecup dahiku.     

Aku menatapnya tajam dan memberinya isyarat untuk menurunkanku. Namun sepertinya dia sengaja akan menggendongku hingga kami sampai di mobil. Dia bahkan tak peduli dengan tatapan ingin tahu semua orang yang menoleh pada kami saat ini.     

"Kyle, bukannya kita ga boleh begini di area publik?" aku bertanya pada Kyle untuk mendapatkan dukungan.     

"Astro lagi pengen pamer, Nona. Jadi Kyle biarin. Area ini aman. Udah Kyle periksa. Kyle juga ga akan lapor ke Tuan soal yang tadi di lapangan. Itu rahasia kan." ujar Kyle tanpa menoleh dan terus berjalan mendahului kami.     

Astro masih tersenyum lebar sekali, "Kamu beruntung dapet suami aku, kamu tau?"     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

Aku memberinya senyumku yang manis, tapi tak mengatakan apapun. Akan lebih baik jika aku tidak mendebatnya sekarang. Saat suasana hatinya sedang sangat baik.     

Kyle membantu Astro membukakan pintu tengah sebelum memutar ke bagasi untuk meletakkan tas Astro. Lalu memutar kembali menuju kemudi.     

Astro menurunkanku dengan hati-hati, lalu ikut masuk dan menutup pintu. Dia mengamit kepalaku dan mendekapnya. Keringatnya masih belum kering ikut menempel di wajahku, membuatku menarik tubuhku menjauh.     

"Badan kamu masih basah. Harusnya tadi mandi dulu."     

"Bawel. Biasanya juga ga pa-pa." ujarnya sambil menarikku mendekat padanya kembali.     

Aku tahu apa yang dikatakannya adalah benar. Berkali-kali kami bercinta penuh peluh. Aku juga pernah memeluknya yang basah oleh keingat saat dia baru saja selesai memukul samsak karena cemburu. Namun aku tak mungkin mengatakannya di depan Kyle.     

Aku mencubit pipinya dengan kencang, "Jelek."     

Astro justru tertawa sambil mengecup puncak kepalaku. Sepertinya misinya untuk membuat Zen patah hati hari ini sukses.     

Aku baru mengingat sesuatu, "Cari tau soal Tiffany sama Petra, Kyle. Aku dapet info mereka mau nikah akhir tahun ini."     

"Apa?" Astro bertanya. Sepertinya dia terkejut sekali.     

Aku menoleh untuk menatapnya, "Mama Zen bilang ada kolega kak Sean mau nikah akhir tahun ini sama orang Indonesia. Mama Zen ga nyebut nama, tapi firasatku bilang itu mungkin aja Petra sama Tiffany. Aku ga mau bikin dugaan, tapi kalau Kyle bisa bantu cari tau mungkin akan jadi lebih jelas."     

Astro terlihat berpikir keras sebelum bicara, "Bisa Kyle?"     

"Bisa. Nanti Kyle kabarin." ujar Kyle sambil menyalakan mobil dengan raut khawatir di wajahnya walau dia terlihat tenang.     

Aku mendongkak untuk menatap Astro yang sedang mengecup puncak kepalaku, "Thank you."     

"Kenapa?"     

"Pengen aja." ujarku sambil tersenyum manis.     

Astro menyentil dahiku pelan, "Mikir apa kamu?"     

"Aku beruntung kamu yang jadi suamiku."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, lalu mencumbu bibirku perlahan. Kurasa aku akan membiarkannya saja. Lagi pula Kyle akan berpura-pura tidak melihat.     

"I love you, Honey." ujarnya sambil mengelus bibirku yang masih basah setelah melepasku.     

"I love you too."     

Astro memelukku dengan erat dan berbisik, "Aku minta dua sesi setelah kita sampai di rumah opa sebelum kita berangkat ke bandara, tapi kamu jangan berisik. Kamar kamu ga kedap suara."     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

Aku mendorong tubuhnya menjauh dan memberinya tatapan tajam, tapi tak mengatakan apapun. Astro tersenyum lebar dan menarik tubuhku kembali mendekat padanya.     

"Kamu liat ekspresi Zen sama mamanya tadi?" Astro bertanya sambil mengelus ujung rambut di bahuku.     

"Aku liat. Mereka shock banget. Aku kan masih harus kerja sama Zen satu setengah tahun ke depan. Gimana aku bisa kerja bareng dia nanti kalau dia begitu?"     

"Aku ga peduli. Dia harus tau kamu punyaku."     

Aku menghela napas sambil mengelus wajahnya, "Rencana kamu berhasil. Aku cuma khawatir sama sikap dia ke aku nanti."     

"Kamu ga perlu khawatir. Kita punya perjanjian yang udah disepakati. Zen ga akan berani macem-macem. Lagian dia kerja buat Donny juga rahasia. Dia ga akan berani ngomong apa-apa soal kamu kerja buat Donny juga."     

Aku tahu Astro benar. Aku hanya masih merasa buruk karena sengaja membuat Zen patah hati dengan cara itu. Walau mungkin aku memang tak memiliki cara lain.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.