Happy
Happy
Astro menoleh padaku sambil mengambil sebuah kaos dan memakainya, lalu berjalan menghampiriku. Dia baru saja mandi, aroma green tea menguar dari rambutnya yang masih basah dan berantakan.
"Ga kok. Ibu abis nganter ayah ke depan. Ibu ganti ke video call ya. Sebentar."
Ibu mematikan telepon sebelum aku sempat menjawabnya, lalu memberiku panggilan video call sesaat setelahnya. Tepat saat Astro baru saja melepas bibirku.
Aku menerima video call dari ibu dan mencoba tersenyum. Dengan Astro yang sudah duduk sambil memelukku dari belakang.
"Loh kamu belum berangkat?" ibu bertanya pada Astro.
"Sepuluh menit lagi, Bu. Mau peluk istri dulu buat dapet tambahan energi." ujar Astro dengan senyum menggodanya yang biasa.
Memangnya aku semacam baterai yang bisa memberinya energi tambahan? Laki-laki ini benar-benar menyebalkan.
Ibu menatapnya tak percaya, "Itu sisiran dulu sih. Udah punya istri masih aja sembrono."
"Nanti minta Faza yang sisirin. Biar rapi." ujar Astro sambil mengecup puncak kepalaku.
"Dasar. Kalian udah sarapan?" ibu bertanya.
"Udah, Bu. Faza mau ... curhat, boleh?" aku sengaja langsung bertanya karena aku tak ingin berubah pikiran lagi, terutama saat Astro sebentar lagi akan berangkat ke kampus. Aku sudah menyadari perubahan hormonku membuat pola pikirku aneh sekali. Aku bisa saja tiba-tiba membatalkan niatku jika aku terlalu lama berpikir.
Ibu terdiam sesaat sebelum bicara, "Soal Denada?"
Aku mengangguk dan entah bagaimana tiba-tiba mataku terasa panas, "Ibu tau?"
Ibu menghela napas, "Kemarin mamanya nelpon Ibu. Mama Denada ga nyalahin Faza kok, justru berterima kasih, tapi Denada kayaknya marah banget. Faza udah coba telpon Denada?"
"Nomor Faza di blokir, Bu. Terakhir Denada chat kemarin, tapi percuma kalau Faza bales. Kemarin ... Faza lagi ngerjain sesuatu jadi Faza ga sempet liat hape. Faza baru buka tadi pagi." ujarku sambil menggenggam tangan Astro yang sedang memelukku.
Astro mengelus jari-jariku perlahan sambil terus mengecup puncak kepalaku. Aku tahu dia benar-benar tahu bagaimana membuatku merasa nyaman, tapi kali ini entah kenapa aku tetap merasa gelisah.
"Kemarin Denada sempet nelpon, tapi Astro yang angkat. Ibu bisa coba ke rumah Denada buat jelasin? Mungkin kalau Ibu yang ngomong Denada mau ngerti." ujar Astro.
Ibu terlihat berpikir sesaat, "Coba nanti sore Ibu ke sana. Faza sakit? Kok pucet gitu?"
Aku menoleh untuk menatap Astro sebelum kembali menatap layar handphone, "Faza cuma lagi 'dapet' kok, Bu, tapi emang rasanya ga kayak biasanya. Sebelumnya Faza ga pernah nyeri, tapi kemarin nyerinya lumayan ganggu."
"Udah minum ibuprofen? Atau bikin jahe hangat?"
"Sekarang ga terlalu sakit kok. Cuma agak ganggu waktu pertama 'dapet' kemarin, tapi Faza emang mau istirahat dulu hari ini. Badan Faza rasanya masih aneh."
"Kalau ada apa-apa langsung ke dokter ya, Sayang. Jangan terlalu capek atau stress. Oh iya, kemarin hampir tengah malem Kyle mampir ke sini. Katanya langsung mau ke Surabaya. Ibu nitip marble cake sama Kyle buat kalian."
"Makasih, Bu. Ibu terbaik." ujar Astro.
Ibu menatapnya dengan tatapan sebal, "Kamu gimana sih? Istrinya sakit ga peka banget. Ajak ke dokter dong."
"Nanti siang mau diajakin ke dokter, Ibu Cantik. Dokternya baru ada siang. Astro minta Lyra nemenin Faza dulu di rumah. Astro ga bisa bolos hari ini karena ada presentasi."
"Ih kamu sana berangkat. Tadi katanya sepuluh menit."
Aku melirik jam di susut layar handphone, ini sudah lebih dari sepuluh menit. Aku mengelus pipi Astro dan menoleh untuk menatapnya, "Nanti kamu telat. Sana berangkat."
Astro mengecup pipiku, "Sisirin dulu, baru aku berangkat."
Aah laki-laki ini benar-benar....
Aku menaruh handphone di tangan Astro. Aku beranjak menuju meja rias untuk mengambil sisir dan kembali, "Rambut kamu masih basah gini."
"Nanti kering kok."
Aku menggeleng perlahan sambil menyisir rambut Astro, lalu mengalihkan tatapanku ke handphone yang dipegang Astro. Ibu sedang tersenyum melihat tingkah kami.
"Liat kalian bikin Ibu inget dulu waktu masih pengantin baru. Tingkahnya ayah nyebelin banget. Anak itu kayaknya ga jauh beda." ujar ibu.
Andai ibu tahu betapa bertingkahnya Astro. Aku mencubit pipi Astro dengan kencang, membuatnya mengaduh kesakitan. Coba lihat betapa dia sangat pandai berpura-pura. Aku tak akan tertipu lagi sekarang.
"Sana berangkat. Nanti kamu telat."
Astro mengusap pipinya, "Sakit nih. Sini cium dulu biar sembuh."
Aku menatapnya dengan tatapan sebal. Namun mendengar tawa ibu justru membuatku salah tingkah. Aku mengamit dagunya dan mengecupnya sesaat. Benar-benar hanya sesaat.
"Udah, berangkat sana."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa dan meletakkan handphone dengan posisi terbalik. Dia mengamit tengkukku dan mencumbu bibirku perlahan, "I love you, Honey."
Kurasa wajahku memerah sekarang. Ibu pasti tahu kami baru saja berciuman. Bagaimana pun, ibu sudah pernah mengalami fase ini, bukan?
"I love you too. Cepet berangkat." ujarku yang langsung mengamit tangannya dan menciumnya. Dia benar-benar harus segera berangkat.
Astro mengecup dahiku, "Tunggu aku pulang ya. Jangan terlalu banyak pikiran, biar Ibu coba ngomong sama Denada dulu."
Aku hanya mengangguk.
Astro mengamit handphoneku kembali, "Tolong ya, Bu. Astro khawatir Denada ngejauh dari kita dan milih deket sama musuh."
Ibu mengangguk, "Ibu ngerti. Sana berangkat."
"Astro sayang, Ibu. Astro berangkat ya." ujar Astro sambil tersenyum tipis dan menyodorkan handphoneku kembali padaku. Dia mengecup dahiku sebelum bangkit dari tempat tidur dan menghilang keluar kamar.
Aku mengalihkan tatapanku kembali ke layar handphone, "Maaf ya, Bu, Faza jadi ngerepotin. Padahal ini masalah Faza."
"Anak Ibu ngomong apa sih? Ibu pasti bantu kalau Ibu bisa. Lagian masa cuma gara-gara pacar aja kalian marahan. Kalian kan udah sahabatan bertahun-tahun."
Tiba-tiba saja mataku terasa panas, "Faza ... Denada bilang Faza jahat. Denada pikir ... Faza sengaja mau bikin Denada patah hati. Faza ga ada niat begitu. Faza cuma pengen Denada tau Petra ga pantes buat Denada."
Ibu menatapku dengan tatapan khawatir walau ada seulas senyum yang berusaha diberikan padaku, "Ibu ngerti. Nanti Ibu sampaiin ke Denada ya. Sekarang Faza ga usah mikirin ini dulu. Jangan stress ih. Masih muda, harus happy."
Aku hanya mampu mengangguk.
"Kalau Faza capek jangan maksain diri kerja dulu. Faza bisa istirahat. Jangan ikut-ikutan gila kerja kayak Astro. Faza harus bisa nikmatin hidup. Nanti kalau Ibu ada waktu buat ke sana, kita refleksi bareng ya." ujar ibu dengan senyum yang terlihat cantik sekali, yang mengingatkanku pada senyum bundaku.
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-