Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Hutang



Hutang

0Aku menatap ayah dan ibu bergantian karena mereka menatapku dengan tatapan sendu. Kami sedang berkumpul di atas karpet di ruang tengah lantai dua malam ini beberapa saat setelah aku dan Astro sampai. Ayah dan ibu meminta waktu untuk berbincang sebentar sebelum kami beristirahat.     

Ibu menoleh pada ayah, "Bahasnya besok aja deh, Yah. Kasian tuh anak Ayah dua-duanya capek gitu."     

Ayah menggeleng, "Sekarang aja, udah nanggung. Biar mereka mikir sekalian."     

Ibu terlihat menyerah dan menatapku sambil meminta maaf tanpa suara. Entah kenapa aku yang justru merasa bersalah karena ibu melakukan hal itu.     

"Ayah udah denger soal Denada. Ayah tau niat kalian baik. Ayah ngerti, tapi besok kalau kalian ketemu Denada, kalian harus minta maaf." ujar ayah dengan tatapan serius.     

Astro terlihat ingin memprotes ucapan ayahnya, tapi aku mempererat genggaman tanganku padanya dan memberinya gelengan kepala singkat. Dia menatapku dengan tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun.     

Aku memang sudah berniat akan meminta maaf pada Denada. Entah apakah Denada akan memaafkanku atau tidak. Aku hanya merasa aku memang harus melakukannya.     

"Besok Faza minta maaf, Yah. Faza emang ga tau salah Faza apa, tapi Denada marah pasti karena Faza ga peka." ujarku sambil menatap ayah.     

Ayah mengangguk, "Kalau bisa, cari tau kenapa Denada marah sama kalian. Selesaiin baik-baik. Ayah tau Denada bisa aja milih buat deket sama musuh dan bikin masalah kita tambah banyak, tapi bukan itu yang Ayah khawatirin. Ayah lebih khawatir Denada milih ga percaya lagi sama keputusan yang kalian bikin kedepannya."     

Aku menatap ayah lekat. Aku berusaha mencerna setiap kata dalam kalimatnya dan mengangguk dengan mantap, "Faza ngerti, Yah."     

"Astro harus lebih jaga sikap besok. Jangan mesra-mesraan di area publik. Denada lagi patah hati, jangan dibikin tambah galau." ujar ibu dengan tatapan tajam pada Astro. "Kemarin Ibu ke sana Denada masih nolak makan. Matanya bengkak, mukanya sayu banget. Kasihan."     

"Iya, Bu. Astro ngerti." ujar Astro.     

Entah apakah ini hanya perasaanku, tapi sepertinya Astro sengaja mengatakannya untuk membuat hati ibunya tenang. Aku cukup yakin Astro akan menciumku atau memelukku jika dia memiliki kesempatan. Aku mengelus jari Astro perlahan dan menatapnya dalam diam. Astro kembali menatapku dengan tatapan yang sulit kutebak. Entah apa yang sedang dia pikirkan sekarang.     

"Kalian istirahat sana. Jangan making love terus mentang-mentang masih muda. Dasar." ujar ayah dengan tatapan sebal.     

Astro memberi ayahnya senyum menggodanya yang biasa, "Anak perempuan Ayah lag ..."     

Aku menutup mulut Astro untuk menahan apapun yang akan keluar dari sana dan menatapnya tajam. Ayah tak perlu tahu aku sedang menstruasi, bukan?     

Aku menarik Astro bangkit dan menundukkan bahu, "Faza sama Astro istirahat dulu ya, Yah, Bu."     

Ayah tersenyum tipis dan mengangguk. Entah kenapa rasanya aku baru menyadari senyum tipisnya mirip dengan Astro. Bahkan kurasa ayah baru saja menyadari aku sedang menstruasi. Ayah bukanlah orang bodoh yang tak bisa membaca situasi.     

Aku melepas tanganku yang menutup mulut Astro setelah kami sampai di depan pintu kamarnya untuk membuka pintu. Aku menarik Astro masuk ke kamar dengan cepat dan mengunci pintu. Aku menghela napas panjang sambil menyandarkan tubuhku di dinding. Tubuhku terasa lelah sekali.     

Astro mengamit pinggang dan kepalaku, lalu mendekapku di dadanya. Aku memeluk pinggangnya dengan erat dan membenamkan wajahku. Begini terasa lebih baik.     

Astro hanya diam sambil memelukku selama beberapa lama sampai aku mendongkak untuk menatapnya. Dia terlihat lelah sekali. Aku mengecup bibirnya dan melonggarkan pelukanku padanya, lalu mengajaknya ke tempat tidur untuk beristirahat. Aku memberinya isyarat untuk merebahkan kepalanya di dadaku.     

Astro membenamkan wajahnya di dadaku dan kakinya memeluk kedua kakiku dengan erat. Aroma green tea menguar dari rambutnya yang sedang kuelus. Berat tubuhnya tak lagi menggangguku sekarang setelah kami melakukan ini berkali-kali.     

"Biar aku yang minta maaf sama Denada. Kamu ga perlu ngomong apa-apa." ujarku dengan suara pelan, tapi aku yakin dia mendengarnya dengan jelas.     

Astro mendongkak untuk menatapku, "Kamu ga salah, Honey."     

Aku menatapnya dalam diam sambil berpikir dalam dan matang. Sepertinya dia memang menganggap yang kulakukan untuk Denada adalah hal yang terbaik yang bisa kulakukan dan aku tak seharusnya menyesalinya.     

"Aku tau." ujarku sambil terus mengelus rambutnya. "Tapi pasti ada sesuatu yang bikin Denada semarah itu sama aku. Aku emang harus minta maaf."     

Astro menatapku dengan tatapan tak percaya dan kesal di saat yang sama, "Kamu ga bisa bikin bahagia semua orang."     

"Aku tau, tapi aku emang ga akan bikin bahagia siapapun. Aku tau pasti berat buat Denada nerima kenyataan. Aku ga bisa bikin orang patah hati bahagia, kamu tau?"     

Astro menatapku dalam diam dan menghela napas panjang. Dia kembali membenamkan wajahnya di dadaku, "Tapi kamu berusaha bikin Denada putus sama Petra karena kamu mau Denada ga menderita lebih lama. Kamu lagi ngerencanain kebahagiaan jangka panjang. Kamu harusnya juga tau soal itu."     

Aku tahu Astro benar. Aku memang merencanakannya dan dia pasti tahu dengan baik tentang hal itu.     

Aku mengecup dahinya, "Kamu emang yang paling ngerti aku."     

Aku bisa mendengar Astro mendengus pelan di antara tubuh kami. Aku tahu dia sedang tersenyum walau aku tak dapat melihatnya.     

"I love you, Astro. Aku ..." aku menghela napas sebelum melanjutkan kalimatku. "Aku punya utang banyak sama kamu. Aku mungkin ga akan bisa bayar pakai apapun, tapi kalau ak ..."     

Tiba-tiba saja Astro mendongkak dan menatapku dengan tatapan tajam, "Utang apa? Kamu ga punya utang apa-apa. Kalau kamu nganggep semua yang aku kasih ke kamu sebagai utang, trus aku harus nganggep semua yang kamu kasih ke aku apa? Kamu ngasih jauh lebih banyak dari yang kamu pikirin, kamu tau?"     

Aah....     

Astro menyentil dahiku pelan, "Aku ga mau bahas ini lagi. Ga ada utang di antara kita. Aku mau kita jalanin hubungan kita dengan tulus. Bukan karena kamu nganggep kamu harus bersikap baik karena kamu mikir kamu punya utang sama aku."     

"Tapi ..."     

"Ga ada tapi tapi. Kamu ga punya utang apa-apa. Kalau kamu masih keras kepala nganggep kamu punya utang, aku kasih tau kamu sekarang. Utang kamu lunas. Aku cuma mau kamu bisa nemenin aku sampai salah satu dari kita meninggal lebih dulu." ujarnya dengan tatapan mantap. "Aku ga akan nikah lagi walau kamu yang meninggal lebih dulu. Aku yang akan jaga makam kamu sampai aku juga masuk di lubang yang sama."     

Entah bagaimana tiba-tiba mataku terasa panas dan bulir air meleleh di antaranya. Namun aku tertawa, "Jahat banget kamu udah ngebayangin aku yang meninggal duluan."     

Raut wajah Astro berubah menjadi pucat dan terlihat panik, "Bukan itu maksudnya. Aku cuma mau kamu tau aku akan pastiin aku setia sama kamu. Rrghh jangan nangis sambil ketawa begitu. Kamu bikin aku bingung."     

Aku tak sanggup mengatakan apapun lagi karena aku terlalu sibuk mengelap air mata yang menetes sambil terus tertawa. Ini terasa aneh sekali.     

"Honey ... udah ... jangan begitu."     

Astaga ... ada apa denganku?     

"Hahahaha ... sorry. Aku ... hahaha ... kamu aneh banget, kamu tau? Hahaha ..."     

Astro menatapku tak percaya, tapi segera menggeser tubuhnya dan berbaring di sebelahku. Dia mengamit kepalaku dan mendekapku erat di pelukannya. Entah kenapa sekarang hatiku terasa sakit.     

Aku menghentikan tawaku dan yang tersisa hanya bulir air yang terus mengalir, juga isak yang tertahan. Aku membayangkan bagaimana jika aku benar meninggal lebih dulu dan dimakamkan di makam dekat mansion, bukan di sebelah makam ayah dan kedua adikku, juga bukan di sebelah makam opa dan oma. Sedangkan aku hanya sendiri di sana.     

"I'm sorry." ujarku sambil mengusap pipiku. Aku bahkan tak tahu kenapa aku meminta maaf.     

"No. I'm sorry. Harusnya aku ga bikin pengandaian kayak gitu. Aku ... kayaknya bukan cuma kamu yang ngalamin transisi. Aku juga."     

Aku mendongkak dan menatapnya dalam diam. Kurasa dia benar.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.