Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Bisa



Bisa

1Astro mengajakku langsung berangkat setelah meletakkan ranselnya di studio dan mengambil jaket untukku. Dia bergegas kembali ke teras dengan Lyra yang mengikuti di belakangnya karena Lyra memang membantuku membereskan ruang tengah sepanjang pagi.     

Lyra berpendapat letak barang-barang di ruang tengah terlalu berantakan. Padahal aku tak keberatan dengan ruangan itu yang terlihat seperti itu. Lagi pula aku jarang sekali memakainya.     

Astro mengunci pintu dan membantuku memakai jaket, "Kamu udah makan siang kan?"     

Aku hanya mengangguk.     

Astro memimpin langkah kami menuju mobilnya, "Kalian bawa mobil sendiri ya. Aku mau nyetir."     

Kyle dan Lyra mengangguk dan bergegas ke mobil mereka. Kyle yang duduk di belakang kemudi sementara Lyra di sebelahnya.     

Entah kenapa hatiku terasa tak rela. Andai Kyle mau membuka hati, dia tak perlu terjebak denganku seperti niat yang beberapa waktu lalu dia sampaikan padaku. Akan membalas budi opa dengan terus menjagaku dia bilang? Yang benar saja?     

Astro mengantarku hingga aku duduk sebelum memutar menghampiri kemudi dan menyalakan mobil. Lalu mengendarainya sampai ke depan gerbang dan keluar untuk mengunci gerbang rumah rahasia kami.     

"Something bothering you (Ada yang ganggu pikiran kamu)?" Astro bertanya sambil mengamit tanganku dan meletakkannya di persneling sebelum memulai perjalanan kami ke rumah sakit.     

Aku menatapnya lekat, "Kyle bilang dia anak asuh opa. Kamu percaya?"     

"Aku udah nebak. Kyle bilang apa?" Astro bertanya dengan tatapan tenang dan mantap, yang entah kenapa membuatku merasa hanya aku yang bodoh di antara kami.     

"Dia bilang mau jagain aku seumur hidup buat balas budi opa. Aku harus jawab apa?"     

Astro terlihat berpikir keras, "Sementara biarin aja dulu."     

"Kamu serius mau birain Kyle kerja buat kita terus? Tapi ... tadi dia bilang kalau dia ada kerjaan lain dia akan ijin dulu sama aku."     

"Kenapa ga? Kerjaan Kyle bagus. Kalau dia mau jagain kamu terus, aku lebih tenang. Aku ga mau kamu tiba-tiba kabur lagi kayak kemarin."     

Aah....     

Aku mengelus jarinya yang sedang menggenggamku, "Aku minta maaf soal itu. Aku ga akan begitu lagi."     

Astro menoleh dan tersenyum tipis, "Aku juga minta maaf kemarin aku ga peka."     

Aku melepas genggaman tangannya di persneling dan memeluk lengannya erat, "Aku maafin, tapi aku ga mau disogok kayak anak kecil lagi."     

Astro tertawa sambil mengelus puncak kepalaku, "Baru kali ini kamu nolak bunga sama coklat dariku. Rasanya aneh, kamu tau?"     

Aku memberinya tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun.     

Astro mengecup puncak kepalaku sambil bicara, "Kyle bilang apa lagi?"     

Aku menggeleng, "Cuma bilang itu."     

Kurasa aku akan merahasiakan tentang percakapanku dengan Kyle mengenai Gerard. Aku tahu Astro tak akan suka jika dia tahu Gerard mencariku hingga ke sungai tempat aku pernah hampir tenggelam.     

Sungai itu dan rumah peninggalan ayah di Bogor berjarak berjam-jam perjalanan menggunakan mobil. Bukan laki-laki biasa yang akan mencari seorang anak perempuan sejauh itu. Astro pasti akan cemburu.     

"Mm ... Kyle bilang kita harus kompak. Masalah kita ada banyak, kalau kita ga kompak kita akan nyakitin diri kita masing-masing." ujarku saat memgingatnya.     

Lalu hening di antara kami. Astro masih mengecup puncak kepalaku sesekali, tapi aku tahu dia sedang berpikir dalam dan matang.     

Aku mendongkak untuk menatapnya, "Kita bisa kan?"     

Astro mengangguk, "Kita pasti bisa. Kita usahain ya. Aku ga bisa usahain itu sendirian, kamu tau?"     

Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Terasa ada aliran sejuk menjalari aliran darahku. Entah kenapa aku merindukan suasana ini bersama dengannya, terasa hangat. Aku menyukainya.     

"Gimana sama yang kemarin kamu bikin berdarah di kampus?" aku bertanya.     

"Aku ga liat dia hari ini. Anak-anak juga ga ada yang bahas."     

"Ga ada gosip atau apa gitu?"     

"Kamu tau aku ga pernah nanggepin gosip, Honey." ujarnya sambil mengecup dahiku.     

Aku baru saja akan mendebatnya, tapi handphoneku bergetar. Aku mengambilnya dan detakan jantungku tiba-tiba berubah kencang sekali. Mayang meneleponku.     

Aku melepas pelukanku di lengan Astro dan menatapnya lekat karena terlihat tak ingin aku melepasnya, "Sorry, aku angkat telpon Mayang dulu ya."     

Astro hanya mengangguk dan mengalihkan tatapannya kembali ke rute perjalanan kami. Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan sebelum mengangkat telepon. Aku mengaktifkan mode speaker dan Mayang sudah berbicara dengan histeris sebelum aku sempat mengatakan apapun.     

"Faza! Aku nunggu kamu jelasin dari kemarin. Ada apa? Kenapa grup kita tiba-tiba sepi? Aku mau nanya, tapi aku ga enak nanyanya. Rasanya kayak aku masuk ke pemakaman tiap nengok grup itu."     

Memang tak ada satu pun pesan dari Denada atau aku sejak kemarin. Aku bisa mengerti Mayang menjadi sungkan untuk sekedar bertanya dan kurasa aku tahu kenapa kemarin hanya ada pesan dari Denada di handphoneku.     

"Sorry, itu ... semuanya salahku, May. Aku ..." aku berhenti bicara untuk menghela napas. "Aku tau Petra tunangan sama orang Aussie, May. Aku minta Kyle nemenin Denada ke Aussie buat bikin Denada liat sendiri."     

"Astaga, Faza. Kamu ... kita ...?"     

Aku bisa mendengar Mayang menghela napas panjang, lalu hening di antara kami. Aku menoleh untuk menatap Astro. Aku tahu dia sedang mendengarkan pembicaraan kami walau terlihat sangat fokus menatap ke depan.     

"Aku minta maaf. Aku tau ini salahku, May. Aku cuma ma ..."     

"Bukan salah kamu. Kalau aku yang dapet info kayak gitu aku mungkin akan lakuin hal yang sama. Kamu udah coba hubungin Denada?"     

"Aku ga bisa hubungin Denada. Nomorku diblokir. Denada sempet ngirim chat minta aku ga ke rumahnya juga sebelum blokir nomorku. Aku ga tau harus gimana. Aku ... ga mau kita begini. Kalian udah jadi sahabatku bertahun-tahun ini. Aku ga bisa diem aja, tapi aku ga tau aku harus gimana sekarang."     

"Aku coba chat Denada dulu ya."     

"Jangan. Aku ... ga mau salah paham lagi. Kemarin Denada sempet nelpon, tapi aku lagi ada masalah sama Astro. Kemarin aku keluar ga bawa hape,jadi Astro yang angkat telpon dari Denada. Kayaknya ... Denada ngira aku ga berani ngangkat telponnya makanya dia marah. Please, May, jangan sebut apapun soal aku. Anggep kamu ga tau soal ini. Kamu bisa nanya kabar ke Denada, tapi jangan bahas soal Petra atau aku. Bisa?"     

Mayang menghela napas, "Aku tau. Nanti aku kabarin kamu ya. Kamu ada masalah apa sama Astro?"     

"Ga penting kok. Kita udah baikan. Bukan masalah gede."     

"Kamu yakin kamu udah baikan? Kamu selalu bisa cerita ke aku kalau kamu punya masalah."     

Aku menatap ke arah Astro yang sedang menatapku dan tersenyum manis, "Aku yakin. Kita udah baikan kok. Kayaknya kita jadi lebih baik dari sebelum ini."     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.