Kapok
Kapok
"Hmm? Siapa yang bengong?"
"Kamu. Dari tadi aku nanya ga dijawab."
Begitukah?
"Mau baca yang mana dulu?" dia bertanya sambil mengangkat beberapa buku dan memberi isyarat ke arah buku lainnya yang berserakan di tempat tidur kami.
Aku menatap semua buku yang ada. Ada tiga buku tentang kehamilan, empat buku parenting dan tiga jurnal yang dikirimkan oleh om Bram. Aku menunjuk satu buku tentang kehamilan yang sedang dipegang oleh Astro karena aku sedang malas berpikir.
"Something bothering you (Ada yang ganggu pikiran kamu)?" Astro bertanya.
Aku menggeleng sambil mengamit buku di tangannya, tapi dia menggenggam buku itu lebih erat dan meraih wajahku dengan tangannya yang lain. Dia menatapku lekat, seolah tak rela satu ekspresi pun lepas darinya.
"I'm okay." ujarku.
"Kamu ga keliatan baik-baik aja. Jawab jujur, kamu kenapa?"
Bagaimana aku harus menjelaskan tentang Petra padanya? Sedangkan untuk menyebut nama kak Liana saja aku tak berani membuka suara.
Aku menggeleng sambil membereskan buku yang berserakan dan meletakkannya di meja kecil di samping tempat tidur, "Aku ga pa-pa kok. Cuma butuh tidur kayaknya."
"Kamu selalu bisa cerita kalau kamu punya masalah, Honey."
Coba lihat siapa yang bicara. Siapa yang dengan begitu cemburu pada Zen hingga aku tak berani menyebutkan apapun yang berhubungan dengannya? Siapa pula yang menolak untuk bercerita padaku lebih dulu hingga membuat kami bertengkar kemarin malam?
Namun aku hanya bisa menggeleng dan menyandarkan punggung ke headboard (sandaran tempat tidur). Aku menarik napas panjang dan memeluk sebuah bantal untuk membantu memberiku kenyamanan.
"Ga mau aku peluk? Aku ga akan ngerayu." ujarnya yang menatapku penuh minat sambil merantangkan lengannya seolah menungguku bersandar padanya.
"Ga mau. Masa hukuman kamu masih ada sampai besok. Aku ga mau mancing."
Astro menatapku tak percaya, tapi tatapan matanya segera berubah seolah baru saja mendapatkan pemahaman. Lalu menggigit sedikit ujung bibirnya dan menatapku dengan tatapan iseng.
"Besok aku pulang cepet." ujarnya dengan suara hampir berbisik.
Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Kenapa tiba-tiba ini terasa lucu?
Astro menyelipkan satu lengannya ke belakang punggungku dan memelukku erat, "Hati-hati kamu ga bisa bangun lagi nanti."
Aku memberinya tatapan tajam, "Ga boleh kasar sama perempuan hamil, kamu tau?"
Astro mendengus pelan, "Hamil apanya? Kamu kan ga percaya kamu lagi hamil."
Aku terkejut mendengarnya. Aku tahu dia pasti menyadarinya, tapi mendengarnya mengucapkannya sekarang terasa seperti aku baru saja memberinya harapan palsu.
"Tapi kan kamu ngarep aku hamil."
"Aku bisa bikin kamu hamil beneran kalau kamu mau." ujarnya sambil mengecup tengkukku, yang membuat bulu halusku meremang.
Aku menjauhkan tengkukku dari wajahnya, "Katanya ga mau ngerayu?"
Astro menarikku lebih dekat padanya. "Rrghh! Makanya aku bilang juga jangan hukuman yang itu."
Aah laki-laki ini benar-benar....
Aku mendongkak untuk menatapnya. Dia benar-benar terlihat menderita, tapi dia harus bersabar sampai besok. Aku tak akan luluh dengan tatapannya yang memohon dan menderita.
"Katanya mau baca buku?" aku bertanya untuk menghilangkan hening di antara kami.
Astro menatapku dengan tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun. Dia justru merebahkan kepala di pangkuanku, menghadap ke arah perutku dan membuka kaos yang kukenakan sebelum mengecupnya.
"Besok aja. Aku mau nemenin bayiku tidur." ujarnya sambil mengelus perutku yang telanjang.
Kurasa aku akan mengabaikannya. Aku mengelus rambutnya perlahan sambil mengamit buku dengan tangan yang lain, buku yang sesaat lalu diletakkan sembarangan oleh Astro dan mulai membaca. Walau isi kepalaku tetap memikirkan Denada.
"Mm ... Honey." aku memanggil Astro.
Astro hanya menggumam. Matanya terpejam, tapi tangannya terus mengelus perutku dan bibirnya mengecup calon bayinya.
"Kalau aku ... selingkuh, kamu gimana?"
Tiba-tiba matanya terbuka dan menatapku tajam, "Aku ga akan pernah maafin kamu."
Dia terlihat begitu menyeramkan. Kurasa aku baru saja salah bertanya. Padahal jauh di dalam hatiku aku tahu dia akan bereaksi seperti ini.
Aku mengelus pipinya dan tersenyum manis, "Aku cuma nanya. Jangan marah gitu. Ini cuma pengandaian."
"Aku ga suka."
Aah....
"Okay. Sana lanjutin ngobrol sama calon bayi kamu. Aku mau lanjut baca." ujarku sambil mengalihkan tatapanku kembali ke buku, tapi sebelah tanganku masih mengelus wajahnya untuk menenangkan amarahnya.
Aku tahu Astro masih menatapku dengan tatapan tajam walau tangannya mengelus perutku dengan lembut. Aku tak akan berani membayangkan bagaimana reaksinya jika aku benar-benar berselingkuh. Alih-alih menceraikanku mungkin dia akan lebih memilih menyiksa laki-laki yang berselingkuh denganku.
Aah rasa takut menyusup ke dalam hatiku hanya dengan membayangkannya....
Bagaimana dengan Denada? Dia pernah berkata akan merelakan Petra pergi, bukan? Bisakah dia benar-benar melakukannya jika tahu Petra benar-benar berselingkuh darinya?
Aku belum memberitahu siapapun tentang perselingkuhan Petra. Aku bahkan belum memberitahu Mayang.
Aku menghela napas. Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku tak mungkin membiarkan Denada lebih lama tersakiti. Aku memiliki hutang besar yang tak akan bisa kubayar berapapun harganya.
"Serius, Honey. Kamu kenapa?" Astro tiba-tiba bertanya sambil mengamit buku dari tanganku dan meletakkannya di meja kecil di samping tempat tidur.
Aku menatapnya dalam diam lama sekali sebelum bicara, "Petra selingkuh. Dia tunangan sama orang Aussie. Aku ... ga bisa diem aja, tapi aku ga tau harus gimana."
"Kamu tau dari mana?" Astro bertanya dengan tatapan menyelidik.
"Mm ... dari status ... Kak Liana. Tunangannya Petra koleganya Sean. Tadi aku sempet chatting sebentar."
Astro menatapku dengan tatapan tajam. Aku tahu dia pasti akan bereaksi seperti ini. Aku hanya merasa, aku tak bisa lagi menyimpan fakta itu sendiri.
"Aku punya hutang sama Denada, Honey. Dia udah bantu banyak waktu kita nikah. Aku ga bisa biarin Denada diselingkuhin. Dia pasti patah hati." ujarku putus asa.
Astro bangkit dan duduk di sebelahku. Lalu mengamit bantal yang sejak tadi kupeluk dan mengangkat tubuhku untuk duduk di pangkuannya, menghadap dirinya. Astro melingkarkan kedua kakiku di pinggangnya dan menarikku lebih erat.
Aku tahu aku tak seharusnya memancing hasratnya naik, tapi posisi ini membuatku salah tingkah. Jantungku berdetak kencang sekarang.
"Aku bisa minta Paolo ngurus itu. Kirim ke aku fotonya." ujarnya dengan tenang dan mantap.
"Aku ga mau bikin foto itu nyebar. Petra pasti tau kalau aku yang ..."
"Dia ga akan tau. Percaya sama aku."
Aku terdiam mendengarnya. Aku benar-benar tak tahu harus mengatakan apa.
Aku tahu Paolo bisa dengan mudah melenyapkan bukti. Dia bekerja dengan sangat baik saat membantu kami membersihkan nama kami saat kasus dengan Cokro dan Dissa mencuat. Juga saat menutupi beberapa fakta kasus Zenatta.
Aku hanya tak ingin Paolo menggunakan cara yang sama untuk menangani Petra. Bagaimanapun, Petra adalah anak dari salah satu sutradara ternama.
Aku menggeleng, "Aku pikirin cara lain dulu. Pasti ada."
"Okay, if you said so. Kabarin aku kalau kamu butuh bantuan." ujarnya sambil mendekapku di dadanya.
Aku hanya menggumam mengiyakan. Detakan jantungnya seperti yang selalu kuingat dan entah kenapa aku tiba-tiba merasa mengantuk.
Padahal akan lebih baik jika Denada memilih Kyle karena sepertinya Denada juga menyukai Kyle. Atau mungkin akan cocok dengan Zen andai mereka sama-sama bisa membuka hati.
Aku menghela napas sebelum memeluk Astro lebih erat dan menghirup aroma hangat tubuhnya. Betapa aku beruntung memilikinya. Dia sudah menahan diri dengan baik selama bertahun-tahun sebelum kami menikah.
Kenapa hatiku mengkhianatiku? Tiba-tiba saja ada perasaan bersalah karena aku menghukumnya untuk menahan diri lagi.
Aku mendongkak untuk menatapnya. Astro sedang menatapku penuh cinta. Dia benar-benar membuatku merasa tak tega.
Aku mengelus wajahya perlahan, "I'm sorry."
"Kenapa minta maaf?"
"Aku ... mm ... aku tega banget kan hukum kamu ga boleh making love."
Astro mencubit pipiku dengan kencang, "Rrrghh! Nyadar juga kamu sekarang? Cepet batalin."
"Sakit!" ujarku sambil melepas cubitannya.
"Cepet batalin." ujarnya dengan tatapan tajam.
"Ga mau! Kan hukumannya cuma sampai besok."
Astro meraih tengkukku dan menggigit ujung telingaku sambil berbisik, "Batalin sekarang, Honey."
Aku mendorong dagunya untuk menjauhkan wajahnya dariku, "Mmhh ... kamu bilang ga akan ngerayu. Rrghh stop it!"
Namun tangannya sudah menjalari punggungku dan mengelus satu titik sensitifku, membuatku berjengit dan meremas rambutnya karena hasratku tiba-tiba naik.
"Udah ..." aku hanya mampu mengeluarkan bisikan karena menahan diri. "Besok aku temenin kamu sampai pagi. Jangan ... sekarang."
Astro melepas gigitannya dan menatapku dengan tatapan sangat menderita. Dia benar-benar membuatku tak tega.
"Tunggu sampai besok. Aku ga akan kasih kamu hukuman ini lagi. Bikin susah." ujarku sambil memberinya tatapan sebal.
Astro tersenyum tipis dengan tatapan penuh cinta. Dia mencumbu bibirku perlahan dan manis. Lama sekali. Kami baru saling melepas setelah suhu tubuh kami mulai hangat. Aku tahu dia sedang menahan diri untuk tak melakukan lebih, begitu pun denganku.
"Aku juga kangen, kamu tau? Makanya jangan bikin ulah terus." ujarku sambil memeluk bahu dan mengecup tengkuknya.
"I'm sorry. Aku ga akan bikin kamu ngasih hukuman begini lagi. Aku kapok." ujarnya sambil memelukku erat dan membenamkan kepalanya di bahuku.
Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Andai Denada bisa merasakan kebahagiaan yang sama sepertiku.
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-