Suami
Suami
Aku memberi tepukan tangan dan tersenyum manis, "Selamat buat kalian yang bisa bikin 28 sampel perhiasan dalam waktu tiga hari."
Semua orang tersenyum padaku. Aku tahu mereka merasakan adrenalin di tubuh mereka.
Ini adalah awal yang baik walau baru satu pelanggan yang datang pada kami melalui instagram. Setidaknya, ini belum genap hari ke empat workshop ini berjalan. Aku bahkan sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk andai saja kami belum mendapatkan pelanggan pertama kami dalam waktu dua minggu.
Aku berjalan mendekat pada Putri yang sedang duduk tepat di samping jendela. Lalu mengecek percakapannya dan pelanggan pertama kami.
"Desain yang dia mau udah ada. Tinggal dieksekusi aja. Siapa yang sekarang free? Kerjain desain buat pelanggan pertama kita." aku bertanya.
"Saya baru selesai bikin anting. Boleh saya yang yang ngerjain pesenannya?" Bara bertanya.
Aku mengangguk dan tersenyum, "Boleh."
Bara menghampiri kami dan menyodorkan sepasang anting mutiara yang baru saja dia buat, "Boleh liat desainnya?"
Aku memberi Putri isyarat untuk mengarahkan Bara. Putri hanya mengangguk dan mulai menjelaskan.
"Pelanggan pertama kita namanya Giza. Dia mau bikin kalung mutiara yang desainnya kayak gini. Kamu bisa?" Putri bertanya sambil menyodorkan sebuah sketsa desain dari percakapannya di laptop pada Bara.
Bara meneliti desain yang ditunjukkan Putri dan mengangguk, "Bisa, tapi kayaknya agak lama bikin ini. Mungkin besok pagi saya mulai bikin, selesainya pas kita istirahat. Kalau sekarang bikin ini waktunya ga cukup. Desainnya agak susah."
Aku melirik jam di dinding , pukul 14.32. Jika permintaannya adalah desain sederhana mungkin Bara akan bisa menyelesaikannya hari ini. Namun Bara sudah berkata desain permintaan pelanggan pertama kami rumit, maka mungkin memang lebih baik baru mulai dikerjakan besok saja.
Aku mengangguk, "Besok aja. Sekarang kamu mau bikin desain yang baru atau mau belajar bikin desain sama aku?"
Bara terlihat berpikir sesaat, "Belajar bikin desain sekarang, boleh? Ini belum jam setengah empat."
"Boleh dari pada kamu bikin perhiasan baru. Udah mau mepet waktunya pulang juga.
"Saya mau belajar bikin desain."
Aku mengangguk, "Ikut aku ke bawah."
"Em ... saya cuci tangan dulu." ujar Bara yang segera berbalik.
Aku menoleh untuk menatap Putri, "Tolong jaga di sini ya. Kalau ada yang selesai dan mau belajar bikin desain juga langsung ke bawah aja."
Putri tersenyum lebar dan mengangguk. Aku tahu dia sedang merasa sangat senang.
Aku mengambil laptop, tumpukan kertas kosong di atas meja dan beberapa alat tulis, lalu beranjak turun tepat saat Bara selesai mencuci tangannya. Namun Astro datang tepat saat kami menginjakkan kaki di anak tangga paling bawah, ada senyum menggodanya yang biasa saat menatapku.
Aku menoleh pada Bara dan menyodorkan semua benda yang kupegang, "Tunggu aku di sana."
Bara mengangguk dan tersenyum pada Astro, lalu berjalan menjauh menuju meja yang kutunjukkan padanya.
Astro mengamit pinggangku dan mengecup dahiku, "Aku udah bilang kan aku pulang cepet."
Aah laki-laki ini benar-benar....
Aku tahu dengan jelas apa maksudnya, tapi dia yang berkata kami akan menggunakan jadwal yang sudah dia buat untuk bercinta.
Aku mengamit tangannya dan menciumnya, "Tunggu."
Astro memberiku tatapan sebal dan menarik pinggangku untuk menemaninya berjalan naik ke lantai dua. Kurasa aku akan menemaninya sebentar. Dia pasti akan mengajakku ke kamar.
Semua orang menoleh pada kami saat kami sampai di anak tanga paling atas dan tersenyum. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa malu. Sepertinya Astro memang sengaja memeluk pinggangku agar semua orang bisa melihatnya.
Aku memberi isyarat pada mereka untuk melanjutkan pekerjaan mereka saat Astro mengajakku berjalan menuju kamar. Mereka langsung mengalihkan tatapannya kembali ke pekerjaan mereka masing-masing.
Astro baru saja menutup pintu kamar kami dan meletakkan ranselnya sembarangan di lantai. Dia meraih tengkukku dan mengecup bibirku, perlahan mencumbunya dengan penuh hasrat. Napasnya terasa hangat di wajahku, yang justru membuat bulu halusku mulai meremang.
Aku meraih wajahnya dengan kedua tanganku dan berusaha menjauhkannya dariku, tapi dia tetap bergeming. Dia baru melepasku setelah berkali-kali tarikan napas.
"Aku kangen banget." ujarnya sambil mengelus bibirku dengan lembut, tatapannya yang penuh cinta hampir saja membuatku meleleh seketika.
"Tunggu nanti malem. Jangan sekarang." ujarku sambil menatap bibirnya yang masih basah.
Astro mendekapku di dadanya dengan erat dan mengecup dahiku, lalu tiba-tiba berlutut. Dia menyingkap kaos yang kupakai dan mengecup perutku, lalu mengelusnya. Aku tahu dia sedang berbisik pada calon bayinya.
Aah dia terlihat menggemaskan....
Aku mengelus rambutnya perlahan, "Aku masih harus kerja, kamu tau?"
Astro mendongkak untuk menatapku dan mengecup perutku sebelum menutupnya kembali. Dia bangkit berdiri dan mengecup bibirku.
"Nanti aku bikinin minuman penambah stamina buat kamu. Kamu udah janji mau nemenin aku sampai pagi." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aah kurasa wajahku memerah sekarang....
Astro melepas pelukannya dan mengamit ransel. Lalu mengeluarkan laptop dan sebuah berkas sebelum membuka pintu kamar.
"Ayo, aku temenin kamu kerja."
Kurasa aku akan setuju saja dengannya. Aku melangkahkan kaki keluar kamar lebih dulu. Aku bisa merasakan suasana ruangan yang tiba-tiba hening. Saat aku menoleh untuk menatap semua orang, tiba-tiba mereka kembali berkutat dengan pekerjaan masing-masing.
Astro mengamit tanganku setelah menutup pintu. Lalu membimbingku berjalan menuruni tangga dengan hati-hati.
"Mereka denger obrolan kita ga sih?" aku bertanya dengan suara pelan.
Astro hanya menaikkan bahu sambil terus tersenyum. Sepertinya suasana hatinya sedang baik sekali.
"Serius, Honey. Kalau mereka denger kan .."
"Apa?"
"Malu." ujarku dengan tatapan sebal.
Astro tertawa.
Aah dia tampan sekali..
Sekarang, bagaimana aku bisa merayunya untuk membatalkan janjiku menciumnya di depan Zen? Aku tak mungkin melakukannya di depan mama Zen karena akan sangat memalukan. Terlebih, hal itu sangat tidak sopan.
Astro menarik sebuah kursi saat kami sampai di sebelah Bara dan memberi isyarat padaku untuk duduk. Lalu dia duduk di kursi di sebelahku.
"Ga pa-pa. Astro cuma mau nemenin aku kerja." ujarku sambil duduk saat melihat Bara terlihat salah tingkah.
Aku menyalakan laptop yang tadi kutitipkan pada Bara dan memperlihatkan banyak foto desain yang sudah kusimpan di laptop. Kurasa aku akan membiarkan Bara membuat sebuah desain dan melihat hasil gambarnya lebih dulu.
Aku memperbesar satu foto desain cincin yang terlihat sederhana dan menyodorkan selembar kertas juga sebuah pensil pada Bara, "Coba gambar ini dulu."
Bara mengangguk dan mulai memindahkan desain yang dia buat ke lembaran kertas. Di luar dugaanku, ternyata gambarnya cukup bagus.
"Kamu bisa bikin mulai desain kamu sendiri kalau kamu bisa gambar kayak gitu."
Bara terlihat salah tingkah, "Tapi ini gambarnya masih jelek. Berantakan."
"Nanti kamu biasa kok. Kamu punya bayangan mau coba bikin desain kayak gimana?" aku bertanya sambil menyodorkan selembar kertas yang lain padanya.
"Saya ga tau mau gambar apa. Kalau cuma niru gambar, saya bisa sedikit."
Aku terdiam mendengarnya. Ide membuat desain memang tidak bisa dipaksakan. Aku pun terkadang kesulitan membuat satu desain jika sedang tak tahu desain apa yang kuinginkan.
Aku menoleh untuk menatap Astro. Dia sedang serius sekali menatap layar laptopnya. Sepertinya dia benar-benar berniat akan menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum waktunya kami bercinta.
"Gimana kalau kamu liat-liat foto desain dulu? Kamu bisa niru desain yang kamu mau. Nanti lama-lama kamu pasti dapet desain yang mau kamu bikin." ujarku sambil memperlihatkan sebuah desain gelang mutiara di laptop.
Bara mengangguk dan mulai berkutat dengan lembaran kertas yang lain. Sepertinya aku sedang terjebak di antara dua laki-laki yang gila bekerja.
Astro mengamit lenganku dan memperlihatkan sedikit layar laptopnya, sepertinya dia memastikan Bara tak melihat layar laptop miliknya. Ada sebuah desain robot tiga dimensi berbentuk kepiting raksasa.
"Itu desain robot buat kompetisi akhir tahun ini?"
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Keren kan?"
Aku mengangguk dan tersenyum manis, "Boleh aku yang kasih nama?"
"Dia udah punya nama. Nama peliharaannya Hasto, Koko Krab." ujar Astro setengah tertawa.
"Seriously?"
Astro mengangguk sambil terus tertawa, yang membuatku dan Bara saling bertatapan. Entah bagaimana aku tiba-tiba mendapat ide.
"Gimana kalau kamu ajarin Bara gimana caranya dapet ide bikin desain?" aku bertanya yang membuat Astro menghentikan tawanya.
Astro menatapku dan Bara bergantian. Dia mematikan laptopnya, lalu mengambil selembar kertas dan sebuah pensil.
"Kalau aku mau bikin kalung mutiara buat istriku, aku akan bikin sesuai seleranya. Istriku ga suka desain yang ribet. Lebih suka yang sederhana, tapi punya detail cantik. Jadi aku bikinnya begini." ujar Astro sambil menggores pensil ke lembaran kertas.
Sketsa kasar sebuah desain kalung mutiara selesai dibuat dalam hitungan menit. Kalung dengan desain sederhana, dengan dua butir mutiara di liontin kalungnya yang tiba-tiba membuat Bara membeku.
Astro menyodorkan lembaran kertas di depannya pada Bara, "Kalau kamu mau bikin desain perhiasan, kamu harus bayangin siapa yang akan pakai perhiasan kamu. Fokusnya bukan ke gimana cara bikin desainnya, tapi siapa yang akan pakai."
Aku tersenyum lebar sambil menatap Astro, "Sayang banget kamu ga mau jadi asistenku."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Aku lebih suka jadi suami kamu."
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-