Temuan
Temuan
"Kamu bisa kirim temuan soal Gerard sekarang?"
Kyle terdiam sebelum bicara, "Bisa kita bahas tentang Gerard nanti setelah Nona selesai resepsi?"
"Ga bisa. Aku butuh datanya sekarang. Kirim lewat email ya. Dia yang nemenin Zenatta ke resepsi besok."
"Apa?" suara Kyle terdengar terkejut sekali.
"Gerard yang nemenin Zenatta ke resepsi besok. Kirim ke ak ..."
"Kyle ke sana sekarang, Nona. Lima belas menit lagi Kyle sampai."
Sambungan telepon kami terputus begitu saja. Aku menoleh untuk menatap Astro. Raut wajahnya terlihat khawatir. Mungkin reaksi Kyle di luar dugaannya.
"Mungkin dia di rumah Opa sekarang." ujarku untuk memecah keheningan di antara kami.
Aku melirik jam di dinding, pukul 19.43. Kyle mungkin akan sampai sebelum jam delapan. Masih sempat untuk kami membuat strategi baru untuk besok jika memang dibutuhkan. Haruskah aku kembali turun dan bergabung bersama Teana dan kedua orang tua Astro sekarang?
Aku kembali menoleh untuk menatap Astro, dia sedang berkutat dengan handphone miliknya. Tak lama, dia memperlihatkan layar handphone padaku. Ada sebuah akun instagram milik Gerard yang dikunci, tapi foto profilnya jelas menunjukkan dirinya sedang melukis. Entah apa yang membuat Kyle khawatir dengan seorang pelukis. Aku tak bisa membayangkan alasannya.
Aku menghela napas, "Mau turun? Ayah sama Ibu pasti khawatir."
Astro tak menjawab pertanyaanku, tapi meraih pinggangku dan memelukku erat. Dia mengecup puncak kepalaku dan bicara dengan nada pelan yang hampir berbisik, "Kenapa masalah selalu deket-deket kamu?"
Aku hampir saja tertawa, "Emangnya siapa yang beberapa bulan lalu dapet masalah sampai harus ke pengadilan?"
Astro memelukku lebih erat dan meraih daguku, "I'm sorry. Kalau kamu ga ketemu aku mungkin kamu udah hidup damai sekarang."
Aku menatapnya tak percaya, "Atau aku akan tetep jadi perempuan yang nangis ngurung diri di kamar sampai sekarang?"
Aku tahu kebanyakan masalah yang menghampiriku adalah karena dirinya. Angel atau Riri tak akan merasa terprovokasi andai saja aku tak mengenal Astro. Begitu pula dengan Donny, juga Zenatta. Namun menyalahkannya atas perbuatan orang lain bukanlah tindakan akan kupilih.
Astro menatapku sendu, "Aku lebih suka liat kamu senyum. Cantik banget."
Entah dia sedang mencoba merayuku atau bagaimana, tapi melihatnya menatapku begitu intens membuatku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Satu kecupan mendarat di bibirku yang perlahan berubah menjadi cumbuan manis. Dia baru melepasku setelah terasa selamanya.
"Kita akan baik-baik aja, Honey."
Aku mengangguk dan memeluknya erat. Aku tak tahu apa yang akan terjadi besok. Aku hanya merasa kami memang akan selalu baik-baik saja. Namun aroma tubuhnya yang hangat tiba-tiba mengingatkanku tentang sesuatu, "Kalau Zenatta juga tau foto yang kamu upload waktu kita masih SD itu aku, harusnya dia tau kalau yang nemenin kamu di resort dua tahun lalu juga aku kan?"
Astro terdiam sebelum bicara, "Mungkin?"
Jika Zenatta menyadari aku adalah perempuan yang sama, tak mengherankan bagiku saat dia memberi tahu Angel tentang aku yang berada di area resort tanpa memberitahu Angel bahwa aku sedang bersama Astro. Namun dengan beredarnya fotoku bersama Astro di resort setelah kasus Dissa dan Cokro mencuat, seharusnya saat ini Angel menyadari Astro lah sedang bersamaku dan bukan laki-laki sembarangan.
"Kamu punya nomor Riri?" aku bertanya.
"Kamu mau ngapain?"
"Cuma mau nyapa." ujarku. Walau sebetulnya aku mengingat Riri hampir tersenyum saat dia melihatku di pertemuan yang terakhir. Jika dugaanku tepat, dia bisa saja memiliki informasi yang kubutuhkan saat ini.
Terdengar suara ketukan di pintu. Astro mengecup bibirku sebelum melepas pelukannya dan berlalu untuk membuka pintu.
"Opa di bawah." ujar Teana yang muncul tak lama kemudian.
Tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Opa tak mungkin datang jika bukan hal yang sangat penting. Terlebih, ini sudah malam.
Aku melangkahkan kaki dengan cepat. Aku baru saja akan berlari turun saat Astro mengamit tanganku untuk berjalan di sisinya sebelum menutup pintu kamar. Sepertinya aku harus menurutinya.
Teana berjalan tepat di depan kami, dengan langkah sedang yang membuat jantungku terasa ingin melarikan diri. Opa dan Kyle menatap kami dengan tatapan serius saat kami sampai di dekat mereka. Aku menyalami dan mencium tangan Opa sebelum duduk, disusul oleh Astro. Kemudian suasana terasa berubah lebih intens.
Kyle menyodorkan sebuah tumpukan file padaku. Aku menerimanya dan membacanya dengan cepat.
Astaga, apa yang baru saja kubaca?
Aku menghela napas sebelum menatap Kyle dan membiarkan Astro mengambil file dari tanganku. Kyle terlihat merasa bersalah.
Gerard berusia empat tahun lebih tua dariku. Nama lengkapnya adalah Gerardio Evano. Dulu dia tinggal di sekitar rumahku di Bogor, yang juga merupakan salah satu anak tetangga yang bermain denganku setiap sore. Dia selalu menyukai sesi menggambar sketsa bersama Bunda. Seingatku, aku memanggilnya Dio.
Orang tuanya bercerai dua tahun setelah aku pindah ke rumah Opa. Dia mengikuti ibunya, sedangkan ayahnya pergi ke luar pulau. Ibunya menikah dengan Om Hubert setahun setelahnya. Om Hubert adalah paman kandung dari Zenatta.
Saat Gerard berkata bahwa aku mirip dengan seseorang yang dia kenal di pameran Om Hanum, dia benar. Dia memang mengenalku. Akulah yang melupakannya.
"Pelukis tiruan?" Astro bertanya.
Kyle mengangguk, "Top Secret. Dia ahli."
Astro menoleh untuk menatapku, "Dia temen kamu dulu."
Aku mengangguk, "Dia dulu anak baik. Kita sering gambar sketsa bareng Bunda kalau Bunda punya waktu."
Aku tahu tak ada hal yang kebetulan di dunia ini, tapi ini terlalu kebetulan. Bagaimana mungkin?
"Bagaimana pun, dia sepupu Zenatta. Kita harus waspada." ujar Opa sambil menatapku penuh arti.
Aku tahu Opa mengkhawatirkanku. Seseorang yang kukenal dari masa lalu datang padaku. Aku bisa mengerti jika Opa mungkin saja berpikir aku akan mengingat traumaku kembali. Mungkin ini juga alasan Kyle tak bersedia membahasnya denganku.
Aku mengangguk, "Faza tau, Opa. Opa punya strategi baru?"
"Streteginya tetap sama. Hanya saja Mafaza harus menyiapkan hati."
Aku mengangguk. Aku tahu Opa benar. Aku bahkan sudah memiliki banyak sekali pertanyaan untuk Gerard andai saja kami bertemu kembali, tapi mungkin aku harus membatalkannya. Kenapa dadaku tiba-tiba terasa sesak?
Astro mengamit tanganku dan menggenggamnya, membuatku menoleh padanya. Dia tak mengatakan apapun, tapi aku tahu dia sedang berusaha menenangkanku.
"Jangan lupa, dia punya lisensi pengguna senjata api." ujar Kyle.
"Zenatta belum kan? Dia seumuran sama aku." aku bertanya.
"Tapi kita anggap aja dia akan pegang satu. Itu sebabnya Kyle bawa ini khusus buat kalian." ujar Kyle sambil mengeluarkan sebuah gulungan kulit berwarna coklat, dengan sepasang pistol berwarna putih gading di dalamnya.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-