Belati
Belati
Apa yang baru saja Zenatta katakan? Perjanjian? Perjanjian macam apa?
Aku menoleh ke arah Astro. Dia terlihat tenang dan mantap. Sangat kontras dengan tatapan bingung tamu lain yang sedang dikondisikan untuk keluar aula dengan cepat.
Ruangan ini memiliki empat pintu, dengan semua tatanan dan dekorasi yang sengaja diatur sedemikian rupa agar tamu bisa leluasa keluar saat keadaan berubah genting. Aku bisa melihat Opa, Oma, Nenek Agnes dan Kakek Rizal ikut diamankan ke luar.
Ledakan yang terjadi di luar aula adalah ledakan yang sengaja dibuat untuk memisahkan tamu undangan dan orang-orang yang memang sudah dikondisikan untuk mengamankan kami. Sepertinya kedua pengawal Zenatta menyadarinya dan langsung berusaha meraihku. Astro menarikku mendekat padanya dan menendang lengan salah satu pengawal yang hampir saja menyentuhku.
Sial, aku lengah.
Kyle dan Eboth menaruh lukisan yang mereka pegang ke lantai dan berusaha menahan kedua pengawal Zenatta. Entah bagaimana, Gerard hampir saja meraih Astro saat Ayah menangkis lengannya menjauh.
"Jangan coba-coba sentuh anakku." ujar Ayah sambil mengacungkan sebuah pistol ke arah Gerard, yang ternyata juga sedang mengacungkan pistol pada Ayah.
Sepertinya Zenatta baru saja mengatakan sesuatu. Namun aku tak tahu apa yang baru saja diucapkan olehnya karena tubuhku bergerak cepat mengikuti Astro yang sedang berlari sambil menggenggam tanganku.
Aku bisa melihat kelebatan seseorang melewati tubuhku. Saat aku menoleh, Teana sedang berusaha menahan Zenatta dengan mengacungkan pistol padanya. Sedangkan Kyle dan Eboth masih berusaha bergumul untuk menahan dua pengawal Zenatta yang ingin mengejarku.
"Minggir Teana." ujar Zenatta sambil mengacungkan sebuah pistol yang diambil dari punggungnya.
"Dan biarin kamu sentuh sepupu kesayangan baruku? Ga akan!"
Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Semua tamu undangan sudah diamankan. Pintu aula hampir saja akan tertutup saat seorang pria tiba-tiba merangsek masuk dengan langkah arogan, dengan Donny dan seorang pria lain berwajah preman berjalan di belakangnya sambil membawa kantong berukuran besar.
Entah bagaimana, Zen masuk dari pintu yang lain. Dia sempat mengedarkan pandangan dan berhenti saat tatapan kami bertemu. Sepertinya dia mencariku dan segera berlari menghampiriku saat menyadari ada situasi genting yang terjadi.
Aku bisa melihat Jian, Lyra dan keamanan lain mengarahkan pistol ke arah pria arogan yang berjalan mendekat. Sedangkan Astro membawaku menjauh dari mereka, mendekat pada keluarga.
Pria arogan itu meludah ke lantai, "Jadi begini sambutan kalian?"
Aku menoleh untuk menatap Astro yang masih terlihat tenang, "Dia siapa?"
"Om Neil, papanya Zenatta."
Aku menatapnya tak percaya, "Bukannya Zenatta ke sini cuma sama Gerard?"
Astro menggeleng. Sepertinya dia juga tak mengharapkan kehadiran Om Neil di antara kami. Kenapa pula ada Donny di belakangnya?
"Kita dateng baik-baik dan bawa hadiah pernikahan spesial buat menantu baru kalian, tapi ini sambutan yang kalian kasih?" Om Neil bertanya.
Zenatta dan Gerard bergerak perlahan, mendekat ke arah Om Neil. Dua pengawalnya yang berhasil melepaskan diri dari Kyle dan Rommy, ikut bergabung bersama mereka.
"Bertahun-tahun kalian menghilang, baru muncul sekarang dan bikin keributan di acara resepsi menantu baru kami. Apakah seperti itu didikan leluhur kalian selama ini?" Kakek bertanya dari tempat duduknya dengan tatapan mantap khas orang tua.
Om Neil tersenyum mengejek, "Berarti kalian tau siapa kita?"
Hening seketika menyebar di seluruh ruangan dan menyisakan rasa sesak di dadaku. Seolah aku baru saja memaksakan diri menyelam tanpa persiapan.
Zen sampai di samping kami dan menatapku dengan tatapan khawatir yang jelas sekali. Aku tahu dia memiliki banyak pertanyaan di kepalanya. Dia hanya sedang menahan diri untuk tidak bertanya hal yang tak perlu.
"Jaya!" suara Om Neil menggema ke seisi ruangan. "Aku berkali-kali ngajakin kamu kerja sama, tapi kamu selalu nolak. Bahkan buat sekedar nemuin anak-anak kita dan kamu malah lebih milih anak antah berantah yang ga punya orang tua?"
Seketika gemuruh di dadaku terasa lebih kencang. Siapa yang dia sebut anak perempuan antah berantah tanpa orang tua? Berani-beraninya ....
"Ya ... ya ... anak itu emang cucunya Dewanto, tapi Dewanto bukan siapa-siapa kan!" ujar Om Neil sambil meludah ke lantai dan tersenyum sinis.
Ayah terlihat geram melihat sikap Om Neil. Kurasa aku tahu kenapa. Ayah tak pernah menyukai sikap sombong dan arogan. Sepertinya aku mempelajari hal itu darinya yang membuatku segera mengenali sikap arogan Donny dua tahun yang lalu.
"Tadinya aku pikir dengan bikin Astro dapet skandal akan bikin mata kalian terbuka, tapi ternyata kalian justru kerja sama dan bikin pernikahan diem-diem." ujar Om Neil sambil menggeleng-gelengkan kepala seolah yang kami lakukan adalah hal tercela. "Gimana kalau kita udahin permainan ini dan balikin semuanya ke jalur yang seharusnya?"
Aku benar-benar merasa aku bodoh sekali. Aku sama sekali tak mengerti dengan apa yang baru saja Om Neil katakan. Sama sekali tak ada satu kalimat pun yang kumengerti.
"Astro sama Zenatta. Biar anak perempuan itu sama Gerard? Mereka dulu temen masa kecil kan?" ujar Om Neil dengan tawa di ujung kakimatnya, seolah semua orang pasti akan setuju dengan idenya.
Aku hampir saja mendengkus kesal. Memangnya mereka pikir pernikahan adalah bahan mainan yang bisa seenaknya menukar pasangan?
"Ga ada jawaban?" Om Neil bertanya sambil merentangkan kedua tangan seolah meminta kami menjawabnya.
Dalam satu detik yang terlewat, entah bagaimana, Om Neil mengambil sebuah senapan dari punggung dan membidik ke arah pelaminan. Sebuah tembakan terlontar tepat ke sebelah lukisan yang dibawa oleh kedua pengawal Zenatta dan ada asap mengepul dari sana. Kemudian Om Neil, Zenatta, Gerard, Donny dan pengawal mereka memakai sesuatu di wajah mereka.
Aku merasakan firasat buruk.
Entah bagaimana tiba-tiba napasku sesak dan mataku terasa perih. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, sepertinya semua orang merasakan hal yang sama.
"Cari jalan keluar. Tetap waspada." ujar Kakek sambil bangkit dari duduknya dan disambut sikap siaga semua orang.
"Pegang pistol kamu. Kita harus keluar." ujar Astro sambil mengeluarkan pistol dari balik punggungnya.
Aku menurutinya. Aku mengamit pistol di paha kananku dan belati kecil di paha kiriku. Aku menyodorkan belati kecil itu pada Zen. Zen terlihat terkejut saat menerimanya, tapi tak mengatakan apapun.
Terdengar suara tembakan di tengah asap yang menyebar. Astro menggenggam tanganku dan berusaha menarikku menjauh, tapi ada tangan lain yang menahan lenganku.
Donny.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-