Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Lemari



Lemari

1Sore ini Astro mengajakku berkeliling. Kami menghampiri gerbang utama kampusnya, melewati hutan bambu, taman dan ke lokasi calon restorannya yang ternyata dekat dengan bandara. Seperti yang dia katakan semalam, lahan itu masih kosong karena belum dibangun. Dia juga mengajakku melewati beberapa museum. Dia berkata kami bisa mengunjungi museum itu jika memiliki waktu.     

Saat dia mengajakku ke salah satu restoran untuk makan malam, aku menyarankan padanya untuk memesan dan dibawa pulang. Aku berencana memakannya di atap rumah maharku.     

"Kamu yang buka?" Astro bertanya sambil menyodorkan sebuah kunci padaku saat kami sampai di depan pintu. Rumah mahar itu masih sama seperti yang kuingat, tapi sudah direnovasi dan dicat ulang. Dia memberi cat berwarna hijau lembut dan sedikit sentuhan cat maroon. Aku menyukainya.     

Aku menerima kunci dari tangannya dan tersenyum manis, "Thank you."     

Astro menggumam mengiyakan sambil memeluk pinggangku dan mengecup dahiku. Saat aku membuka pintu, aroma cat baru masih menguar walau samar. Rumah ini terlihat jauh lebih rapi karena berbagai bagian yang rusak sudah diperbaiki.     

"Kamu yakin ga mau tinggal di sini? Kita bisa bikin studio di kamar ini." aku bertanya sambil mengamati dinding pelapis kedap suara yang baru di ruangan yang sebelumnya memang sudah menjadi ruangan kedap suara.     

"Aku bisa bikin studio tanpa harus tinggal di sini."     

Aku tahu dia benar. Namun untuk apa membuat studio jika dia hanya akan menggunakannya satu atau dua kali sebulan? Benar-benar pemborosan.     

Astro mengamit tanganku dan mengajakku naik ke atap. Sepertinya dia sudah lapar, maka aku akan menurutinya saja.     

Kami duduk di kursi panjang di bawah kanopi transparan. Masih basah di sini karena hujan baru reda beberapa saat lalu. Aroma basah hujan bercampur bunga membelai hidungku. Aku menyukainya.     

"Makan, Honey." ujar Astro sambil menyodorkan sepotong sayap ayam padaku setelah menata makanan di atas meja.     

Aku mengambil sayap ayam dari tangannya, "Yakin ga mau tinggal di sini?"     

Astro menatapku dalam diam sambil terus mengunyah pizza di mulutnya, lalu menggelengkan. Sepertinya aku harus berusaha lebih keras untuk merayunya.     

Bagaimana pula aku harus merayunya? Aku tak pernah merayunya dengan benar selama ini. Yang kulakukan setiap hari dengannya hanyalah berdebat.     

Kami melanjutkan makan dalam diam karena sepertinya dia benar-benar lapar. Semua makanan kami habis tanpa sisa hanya berselang setengah jam saja.     

Astro memelukku erat dan mengecup dahiku, "Kamu harus ngerayu aku kalau mau kita tinggal di sini, Honey."     

Dugaanku tepat sekali. Dia memang sengaja memintaku merayunya.     

Aku menatapnya sebal, "Kamu kan tau aku ga bisa ngerayu."     

"Try it."     

Aku sudah berpikir tentang bagaimana harus merayunya sejak kami menginjakkan kaki di atap ini, tapi mungkin akan lebih baik jika aku akan menyerah saja. Semua yang terpikirkan olehku terasa menggelikan.     

"Gimana kalau aku kabulin satu permintaan kamu?" aku bertanya saat benar-benar kehabisan ide.     

"Ga mau. Aku mau kamu ngerayu aku." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa. Dia benar-benar mengujiku rupanya.     

Aku mengelus wajahnya dan mengecup bibirnya, "Honey, kita tinggal di sini ya? Ga jauh juga kok dari kampus. Malah lebih deket ke bandara."     

Astro menggigit ujung bibirnya dan memelukku lebih erat, "Try it harder."     

Aah, laki-laki ini benar-benar menyebalkan.     

"Udah, ah. Kalau ga mau ya udah." ujarku sambil berusaha menggeser tubuhku menjauh darinya.     

Aku baru saja akan menyusuri mesin peramban di handphone saat Astro mengambilnya dan meletakkannya di meja. Dia menatapku lekat seolah tak akan menbiarkan satu ekspresi pun lepas darinya, lalu mengamit tanganku dan meletakkannya di tengkuknya.     

Astro mengecup bibirku, "Rayu aku."     

"Kamu tau aku ga bisa."     

"Kamu bisa, Honey. Try it."     

Jantungku berdetak kencang. Entah karena Astro menatapku dengan begitu intens atau karena pelukannya yang terasa semakin erat. Sepertinya aku baru saja kehilangan kendali detakannya.     

Aku mengecup bibirnya dan mencumbunya perlahan, "Boleh, ya?"     

Astro menatapku dengan tatapan menderita saat aku melepasnya, tapi segera meraih tengkukku dan melanjutkan cumbuan hingga aku hampir saja kehilangan napas. Namun dia melepasnya tepat waktu, "Boleh, tapi cuma sampai Putri dateng."     

Aku masih berusaha mengatur napas dan baru saja akan mendebatnya. Namun dia mengangkat tubuhku ke pangkuannya.     

Astro mengecup bibirku, "Jangan protes atau aku batalin keputusanku."     

Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa gunanya hanya tinggal di rumah ini hanya sampai Putri datang jika kami harus kembali lagi ke apartemen? Kami hanya akan membuang waktu untuk berkemas.     

Aku mengelus rambutnya dan menatapnya lekat, "Kalau kamu emang ga mau ga usah aja. Capek kalau cuma mondar-mandir dari sini ke apartemen. Kerjaan kita kan banyak."     

Astro terlihat berpikir selama beberapa lama, lalu mengamit tanganku dan menggenggamnya. Dia mengajakku bangkit dan membereskan semua bekas makanan, lalu turun ke lantai dua dan mengajakku memasuki kamar.     

"Mau ngapain?" aku bertanya sambil mengedarkan pandangan. Kamar ini kosong. Hanya ada sebuah lemari tua yang sudah ada di sini sejak aku melihat rumah ini bersama Lyra dan Rommy, walau memang masih kokoh.     

Astro membuka lemari tua itu. Lemari itu kosong.     

Saat kupikir dia hanya sedang bercanda, dia justru menggeser kayu bagian belakang lemari dan memperlihatkan sebuah dinding bercat hijau lembut. Dia masuk ke dalam lemari, lalu menyelipkan tangan ke belakang lemari hingga dinding bercat hijau lembut itu bergeser.     

Dari tempatku berdiri, lemari itu terlihat seperti pintu rahasia yang menuju ke ruangan di belakang dinding. Aku menutup mulut untuk menahan keterkejutanku. Aku tahu ada rumah lain yang menempel di belakang rumah maharku, tapi tak tahu ada jalan rahasia menuju ke sana.     

Astro melewati lubang di antara dinding dan mengajakku mengikutinya dengan sebuah isyarat. Aku menurutinya dan menemukan sebuah kamar bercat maroon di sisi lain kamar. Kamar ini sudah terisi dengan berbagai perabot lengkap yang semuanya terlihat baru.     

"Ini ga masuk ke lahan rumah maharku kan? Bu Jumini ga ngomong apa-apa soal ini."     

Astro menoleh padaku sambil mengajakku duduk di tepi tempat tidur, "Rumah ini ga masuk di lahan rumah mahar kamu, tapi rumah ini juga punya kamu. Udah aku urusin semua suratnya pakai nama kamu. Kita bisa tinggal di sini kalau kamu mau."     

Aku menatapnya tak percaya, "Kamu serius?"     

Astro mengangguk, "Kita tinggal tempatin aja rumah ini soalnya udah lengkap semua perabotannya. Ga kayak di sebelah yang masih kosong, tapi aku emang lebih suka di apartemen. Aku akan ajak kamu ke apartemen kalau aku butuh tempat yang lebih tenang."     

Aku menatapnya penuh haru, "Kamu ga harus begini, kamu tau?"     

"Aku tau, tapi kamu harus bayar. Temenin aku sampai besok." ujarnya sambil memelukku erat dan mencumbu bibirku.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.