Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Beda



Beda

3"Feeling better?" aku bertanya setelah Astro melepas cumbuannya.     

Astro mengangguk dan mengecup bibirku, "Thanks to you."     

Aku mengelus rambutnya yang berantakan karena aktivitas bercinta kami sesaat lalu dan mengecup dahinya, "Aku cuma bantu sedikit."     

Semalam kami sepakat akan bertemu secara rahasia saat pulang ke Semarang. Kami bahkan berencana akan memakai pengacara Opa untuk mengurusi surat perjanjian yang menjelaskan bahwa aku bersedia bekerja untuk Donny selama satu setengah tahun sebagai syarat berdamainya Donny dan Astro, juga sebagai kesepakatan bahwa Donny akan memberi semua informasi terkait rencana papanya dan Om Neil pada kami.     

Astro menggeser tubuh yang menindihku dan berbaring di sisiku. Aku menarik selimut untuk menutupi tubuh kami sebelum memeluknya dan meletakkan kepala di lengannya.     

Astro mengelus rambut di dahiku, "Satu setengah tahun itu lama, Honey."     

Aku mendongak untuk menatapnya, "Dibanding kamu harus punya masalah dari Donny? Anggap ini jadi barter dari aku karena kamu mau kerja dua tahun buat Hendry."     

"Aku lakuin itu karena ga mau dapet masalah tambahan dari fans kamu kalau kamu beneran jadi penyanyi."     

"Kalau gitu aku lakuin ini karena mau musuh kamu berkurang satu."     

Astro tersenyum tipis, "Kalau capek bilang ya. Kerjaan kamu udah banyak."     

Aku mengangguk, "Nanti aku paksa kamu pijitin aku."     

"Manjain kamu aja, gimana?" ujarnya sambil memeluk tubuhku lebih erat dan mengelus punggungku.     

Aku memberinya tatapan sebal sambil mencubit pipinya, "Aku bilang pijitin, Honey. Pikiran kamu tuh ya. Mesum banget."     

Astro tertawa puas sekali. Sepertinya aku akan menunggu tawanya reda. Dia tampan sekali saat tertawa seperti ini.     

"Kamu pernah mikir ga kalau anak-anak lain yang seumuran kita hidupnya enak banget?" aku bertanya sambil mengelus pipinya setelah tawanya reda.     

"Tapi hidup kita lebih seru kan?"     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Dia benar. Walau aku harus mengakui aku sering merasa pekerjaan kami terlalu banyak dibandingkan dengan teman-teman seusia kami.     

"Kita beda, Honey. Jalanin aja yang jadi bagian kita." ujarnya sambil mengecup dahiku.     

"Aku cuma pernah denger kamu ngeluh sekali. Kamu bener-bener ga ngerasa capek selama ini?"     

Astro tersenyum tipis dan mengelus rambutku, "Bohong kalau aku bilang ga capek, tapi setiap liat kamu capeknya langsung ilang. Rasanya kayak pulang ke rumah. Tiba-tiba ga capek lagi."     

Sepertinya aku mengerti. Aku juga merasa seperti di rumah saat bersamanya. Walau masih merindukan Oma dan Opa, tapi berada di sekitarnya selalu membuatku merasa sedang pulang. Mungkin ungkapan rumah adalah sebuah bangunan tak berlaku karena aku merasa dialah tempatku pulang.     

Aku baru menyadari kenapa aku begitu membingungkan beberapa hari lalu saat kami bertengkar. Aku tak bisa pergi darinya karena dialah tempatku pulang. Aku meraih tengkuknya dan mengecup bibirnya, "I love you."     

Astro tersenyum lebar sekali, "Aku yang jatuh cinta duluan sama kamu, kamu tau?"     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Aku tau. Aku ga sabar mau baca semua surat cinta dari kamu kalau kita pulang nanti. Kamu pasti konyol banget."     

Astro mencubit pipiku, "Jangan ketawa ya nanti. Awas kamu kalau ketawa, ga akan aku ijinin tidur."     

"Ih, jahat."     

"Jatuh cinta emang bisa bikin orang jadi jahat."     

Aku memberinya tatapan sebal, "Aku ga mau kamu kayak Zenatta."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Aku kan baik hati. Mana tega aku jahat sama kamu?"     

Aku menatapnya dalam diam. Aku baru saja akan mendebatnya karena dia begitu posesif padaku, tapi mungkin akan lebih baik jika aku membatalkannya, "Kamu cemburu waktu Donny bilang dia suka aku?"     

Raut wajahnya berubah drastis menjadi lebih tegang, "Kamu masih nanya?"     

Aku tersenyum manis. Entah kenapa aku merasa senang. Sepertimya aku baru menyadari kenapa dia begitu menuntutku untuk cemburu padanya berbulan-bulan yang lalu. Ternyata rasanya menyenangkan seperti ini.     

Terdengar suara dering handphone Astro, membuatnya mengalihkan tatapan dariku dan mengambil handphone dari meja kecil di sebelah tempat tidur. Astro memperlihatkan layar handphone padaku. Ada pesan dari Kyle yang membuatku melirik jam di sudut layar, pukul 04.42.     

Mungkinkah Kyle tak tidur semalaman?     

Astro membuka pesan dari Kyle yang ternyata berisi sebuah file, lalu mengunduhnya dan membukanya. Isinya adalah data diri orang-orang yang ternyata adalah perajin mutiara, perak dan emas.     

"Kamu udah dapet calon karyawan." ujar Astro sambil mengetikkan kalimat terima kasih pada Kyle dan mengirimnya sebelum meletakkan handphone-nya kembali.     

"Aku baru inget, kamu udah pasang CCTV di rumah ini? Kyle sempet nanya waktu nganter mobil."     

"Udah kok. Aku juga udah pasang CCTV di rumah mahar kamu. Aku cuma sengaja ga ngasih tau siapa-siapa."     

"Kamu curiga sama Kyle?" aku bertanya karena tiba-tiba saja mendapatkan pemikiran ini.     

"Aku cuma ngerasa akan lebih baik kalau ga ada yang tau kita pasang CCTV. Jadi semua orang bisa bersikap biasa aja dan ga ngerasa diawasin."     

Aku setuju dengan pendapatnya. Mungkin itu juga yang dia pikirkan saat memasang kamera di mobilku.     

"Honey." aku memanggilnya untuk mendapatkan perhatiannya.     

Astro hanya menggumam sambil terus mengelus tengkukku, hingga membuat bulu halusku meremang.     

"Boleh aku minta sesuatu?"     

"Kamu tau kamu bisa minta apa aja, Honey."     

"Aku pengen ke rumah pohon sebentar kalau kita pulang nanti. Bisa?"     

Astro tersenyum tipis dan mengangguk, "Bisa. Nanti kita ke sana sebelum ketemu Donny."     

Tiba-tiba aku mengingat sesuatu, "Waktu kamu nemu rumah pohon itu, kamu ga lagi nyasar kan?"     

Astro menatapku lekat, sepertinya dia tahu maksud pertanyaanku. Namun dia masih memilih diam.     

"Oma yang ngasih tau kamu soal rumah pohon itu?"     

"Ibu yang ngasih tau. Ibu pernah ikut bunda ke rumah pohon itu sekali. Ibu cuma ngasih tau rutenya. Aku jalan nyari sendiri."     

"Berarti kamu bohong waktu kamu bilang ga tau apa-apa soal sketsa Bunda?"     

"Aku ga bohong. Ibu cuma ngasih aku rute ke sana biar aku ga ganggu obrolan ibu sama opa waktu itu. Aku baru tau kalau rumah pohon itu tempat nyepinya bunda pas kamu bilang sketsa di sana bikinan bunda."     

Aku terdiam sebelum bicara, "Kamu inget Ibu sama Opa ngobrolin apa?"     

"Bahas suplai kain ke toko opa, tapi aku sempet denger opa minta ibu ke Bogor ngajak aku."     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.