Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Samping



Samping

1"Aku suka Parti, Umar, Hera, Rendra, sama Qori." ujar Lyra sambil memilah kertas data diri di hadapannya dan memisahkannya ke sisi yang berbeda.     

"Aku cuma butuh empat sementara waktu ini. Aku suka Parti, Umar, sama Qori. Satu lagi aku bingung soalnya sikap Hera sama Rendra kayaknya ga cocok sama aku. Aku dapet kesan mereka sombong. Mm, feelingku bilang gitu." ujarku.     

Astro mengangguk, "Aku setuju, tapi skill mereka bagus."     

Aku menatapnya dalam diam. Selama ini aku selalu memilih partner kerja karena sikap mereka. Aku tak pernah mempermasalahkan kemampuan, karena kemampuan bisa diasah seiring berjalannya waktu.     

Aku lebih menilai keinginan yang besar untuk belajar sebagai pertimbangan yang pertama. Namun yang kuhadapi sekarang adalah perajin yang sudah memiliki kemampuan yang sangat baik. Aku hanya harus memilih yang sesuai dengan seleraku. Aku tak akan memilih orang dengan sikap tinggi hati.     

"Sementara aku pilih tiga dulu. Satu lagi aku bisa cari sambil jalan. Aku ga mau kerja bareng orang yang nganggep dirinya lebih profesional dari orang lain."     

"Tapi mereka emang profesional." ujar Astro. Entah dia sedang berusaha mengujiku atau bagaimana. Seharusnya dia tahu seleraku dalam memilih partner untuk kuajak kerja sama.     

Aku sudah berkali-kali bertemu dengan orang yang usianya lebih tua dariku dan mereka memang memiliki kemampuan yang baik, tapi sikapnya padaku terlihat meremehkan. Aku tidak menyukainya.     

Aku lebih menyukai orang dengan kemampuan yang biasa saja, tapi memiliki keinginan untuk berkembang. Aku pun tidak menginginkan orang lain melihatku lebih baik. Aku hanya ingin mereka menganggapku setara, "Aku ga mau ada drama yang ga perlu cuma karena ada partnerku yang ngerasa lebih baik dari partnernya yang lain. Kalau mereka beneran profesional harusnya mereka bisa ngehargain orang lain."     

Astro tersenyum lebar dan mengecup bibirku. Membuatku terkejut dan malu di saat yang sama karena ada Lyra sedang bersama kami saat ini.     

Aku menoleh untuk menatap Lyra. Dia sedang membaca data diri orang-orang yang kami undang untuk datang. Entah apakah dia sedang pura-pura. Seharusnya dia bisa melihat Astro menciumku walau hanya dari sudut matanya, tapi dengan sikapnya sekarang, sepertinya meminta maaf pun percuma.     

Aku memberi Astro tatapan tajam, tapi dia memberiku senyum menggodanya yang biasa. Dia benar-benar menyebalkan.     

"Aku setuju sama kamu. Tiga orang cukup sekarang. Nanti kamu bisa cari orang lain sambil jalan." ujar Astro.     

"Bukannya kalian mau cari perajin kalau ke Lombok?" Lyra bertanya.     

Aku mengangguk, "Tapi masih minggu depan. Minggu ini kita mau pulang dulu."     

"Trus rencananya mereka mau mulai kerja kapan?" Lyra bertanya.     

Aku menoleh ke arah Astro, "Nanti aja abis pulang dari Lombok. Mungkin kita bisa ketemu perajin di sana."     

Astro mengangguk, "Terserah kamu aja, Nyonya Astro."     

Aku memberinya tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun. Dia pasti sengaja mengatakannya. Dia tahu aku tak suka dipanggil dengan sebutan "Nyonya".     

"Oh iya, kalian dateng ke pengadilan? Besok sidang pertama kasusnya Zenatta." Lyra bertanya.     

"Kita cuma dateng pas kita ada agenda jadi saksi. Kerjaan kita banyak di sini." ujar Astro.     

"Besok aku kasih tau perkembangan sidangnya. Sementara yang keliling di area ini Rommy dulu. Kyle ikut aku. Perintah dari tuan."     

Aku dan Astro mengangguk. Kami tak mengkhawatirkan akan adanya penyusup di rumah rahasia karena pengamanan di depan gerbang perumahan sudah cukup ketat. Aku juga tahu Astro sudah memasang kamera CCTV.     

"Ada lagi yang bisa aku bantu sekarang? Kalau ga ada aku mau keliling. Aku ga mau ganggu pengantin baru." ujar Lyra dengan senyum iseng yang membuatku yakin dia pasti menyadari saat Astro menciumku.     

"Itu aja." ujar Astro dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Okay. Kalau gitu aku pamit ya." ujar Lyra sambil bangkit.     

Aku bangkit dan mengantarnya ke parkiran, "Thank you."     

"Kalau ada apa-apa bisa telpon aku."     

Aku mengangguk, lalu memperhatikannya menghampiri mobil sambil menunggunya di dwpan gerbang. Dia berlalu sambil memberiku satu isyarat akan pergi. Aku hanya mengangguk sebelum menutup gerbang dan menguncinya, lalu kembali masuk.     

Aku menghampiri Astro yang masih memilah data diri di hadapannya, "Ada yang kamu suka?"     

Astro menoleh dan memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Aku cuma suka kamu."     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Bisa banget ngerayu."     

Astro meraih pinggangku dan mengecup perutku, "Kamu bisa belajar ngerayu dari aku, kamu tau?"     

Aku tertawa. Dia sudah berkali-kali memintaku merayunya dan aku tak pernah berhasil melakukannya. Mungkin pernah satu kali sebelum dia mengajakku untuk memasuki lemari menuju rumah rahasia.     

"Mm, aku sungkan buat minta uang modal dari Ibu. Kamu bisa bantu?" aku bertanya sambil mengelus rambutnya. Aku memang belum meminta uang modal itu dan Ibu juga belum membahasnya lagi. Aku hanya fokus mencari desain dan perajin selama beberapa minggu ini.     

Astro mendongak untuk menatapku, "Nanti aku bantu ngomong kalau kita pulang."     

Aku mengangguk dan tersenyum manis, "Thank you, Tuan Baik Hati."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "My pleasure, Nyonya Baik Hati."     

"Uugh, jangan panggil aku begitu. Aku masih delapan belas tahun, kamu tau?"     

"Tahun ini akan jadi sembilan belas."     

Aku memberinya tatapan sebal, "Tapi masih belasan."     

"Siapa suruh minta aku buru-buru nikahin kalau nyadar kamu masih belasan? Risiko kamu kan dipanggil 'Nyonya'." ujarnya dengan tatapan iseng yang jelas sekali.     

Aku mencubit pipinya, "Yang ga sabaran itu kan kamu."     

"Siapa bilang? Aku kan cuma menyesuaikan diri."     

Aku baru saja menyadari dia sengaja membuatku membahas hal yang tak penting seperti ini. Coba lihat tatapan matanya. Aku mengelus rambutnya perlahan, "Mau makan sekarang? Aku laper."     

Astro mengangguk dan bangkit, lalu membereskan semua kertas berisi data diri di meja. Aku beranjak untuk mengunci pintu sebelum mengamit tangannya untuk berjalan bersama menuju rumah rahasia.     

"Abis makan aku kerja ya. Kamu ga ada kerjaan lain kan?" Astro bertanya saat kami menaiki tangga.     

"Aku bisa searching desain mebel sambil nemenin kamu kerja. Aku harus udah siap kalau Donny nanya soal itu."     

Astro mengamit kepalaku dan mengecup puncaknya, "Kamu ketularan aku gila kerja ya?"     

Aku menggeleng, "Aku ga sebanding sama kamu. Kamu kan pangeran bisnis. Aku cuma pebisnis baru."     

Astro tertawa, "Coba kita liat beberapa tahun lagi. Kamu pasti jadi lebih hebat dari aku."     

"Aku ga mau jadi lebih hebat dari kamu."     

Astro menghentikan langkah tepat di depan kamar dan menatapku lekat, "Kenapa?"     

"Aku mau jalan di samping kamu aja. Kayak gini. Aku lebih suka begini."     

Astro tersenyum lebar sekali, "Thank you."     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.