Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Pinctada Maxima



Pinctada Maxima

1Kami berpindah dari Gili Meno ke area Lombok Barat dan menginap di sebuah cottage tepi pantai. Kemudian berangkat pagi-pagi ke area tambak pembiakan mutiara menggunakan kapal kecil.     

Sebetulnya ada sebuah kamar yang selama ini dipakai oleh Astro di rumah pemilik usaha pembiakan mutiara sebelumnya, tapi dia berkata akan lebih baik jika kami tidak mengganggu mereka. Mereka mungkin akan menganggapku tamu spesial yang akan membuyarkan tujuan utama kami ke sana.     

Di tengah air laut yang tenang, ada ratusan bola pelampung berwarna biru dan hitam yang mengapung di petak-petak keramba jauh dari bibir pantai. Di bawah pelampung itu ada ratusan indukan kerang jenis Pinctada Maxima yang diikat dalam jaring khusus. Pinctada Maxima merupakan kerang penghasil mutiara yang persebarannya meliputi Thailand, Birma, Australia, Indonesia, Philipina.     

Kerang ini termasuk dalam kelas bivalvia yaitu hewan yang memiliki dua katup. Hewan ini hidup menempel pada substrat di dasar perairan karena menyesuaikan dengan caranya makan dan cenderung tidak bisa bergerak secara bebas. Kerang ini juga digunakan sebagai indikator kualitas air.     

Area budidaya ini dijaga oleh petugas khusus sepanjang waktu dengan menerapkan sistem shift siang dan malam. Ada seorang petugas berjaga di depan lokasi, sedangkan yang lainnya menyebar di pos-pos tertentu yang rawan pencurian.     

Astro berkata proses pembesaran kerang di sini dilakukan secara alamiah. Prosesnya diawali dengan mengawinkan kerang jantan dan betina. Larva hasil perkawinan itu lalu dimasukkan ke bak-bak khusus di laboratorium. Di situlah bayi-bayi kerang diberi makanan berupa plankton.     

"And what are doing here all day (Trus kamu di sini seharian ngapain)? Karyawan di sini ada banyak dan kayaknya mereka tau mereka harus ngapain." aku bertanya saat kami berjalan menjauh dari dua pekerja yang menemani melihat-lihat tambak.     

"Aku sama beberapa orang di lab nyoba eksperimen sama beberapa jenis kerang yang bisa hasilin warna. Prospeknya bagus kalau kita bisa produksi mutiara berwarna karena selera pasar mulai berubah."     

"Maksudnya kamu nyoba pembiakan mutiara yang punya warna hijau, ungu, hitam, gitu?" aku bertanya karena pernah melihat mutiara berwarna itu.     

"Pinter." ujarnya sambil mengecup keningku.     

"Trus hasilnya?"     

"Masih belum bagus. Aku udah mikir mau ngirim dua orang ke luar negeri buat belajar, tapi opa belum setuju. Opa bilang mau liat gimana hasil panen mutiara hari ini baru ambil keputusan."     

"Kalau hari ini panen, trus langsung dijual?"     

"Grading dulu, Honey. Warna, bentuk, ukuran, mulus atau ga, semuanya diukur dulu karena ngaruh ke harga jual."     

"Mau dijual ke mana?"     

"Ke produsen industri perhiasan."     

"Kenapa ga kasih ke aku? Aku kan bisa bikin desain perhiasan."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Sekarang kamu udah tau kan niat opa gimana?"     

Aku mengerti maksudnya. Aku menatap pekerja yang sedang berkutat dengan keramba-keramba yang mengapung di sekitar kami sambil memikirkan bagaimana caranya bisa merambah dunia perhiasan. Aku harus mencaritahu lebih banyak tentang ini karena selama ini hanya berkutat dengan berbagai jenis kerajinan tangan dengan berbagai bahan yang bukan merupakan logam mulia     

Aku menoleh untuk menatap Astro yang sedang menggenggam tanganku erat, "Kamu percaya aku bisa?"     

"Kamu ga akan tau kalau ga nyoba kan, Honey?"     

Dia benar.     

"Aku mungkin butuh modal yang ga sedikit." ujarku.     

"I'll help."     

Aku menatapnya dalam diam. Entah bagaimana, beberapa hari ini aku melihatnya banyak berubah. Terasa lebih tenang dan mantap. Walau dia tetap saja menyebalkan di banyak kesempatan.     

"Bukannya aku terkesan kayak manfaatin kamu?" aku bertanya. Tiba-tiba saja pemikiran ini muncul di benakku dan aku langsung mengatakannya begitu saja tanpa berpikir lebih matang.     

Astro menoleh padaku, "Bukannya aku pernah bilang, kamu akan tumbuh jadi perempuan yang mandiri, kreatif, penuh passion. Ga akan sempet ngurusin hal-hal semacem memanfaatkan orang lain."     

Aku menatapnya tak percaya. Bagaimana mungkin dia masih mengingatnya? Itu adalah kalimat yang dia berikan padaku saat pertama kali mengajakku ke restoran untuk berkencan bahkan sebelum aku menyadari perasaanku sendiri. Saat itu aku bertanya bagaimana jika aku memanfaatkannya setelah tahu dia memiliki sebuah restoran dan resort yang menjadi miliknya.     

Astaga, sepertinya aku baru saja mengaguminya.     

Astro mengajakku kembali berjalan menuju kapal. Dia menggenggam tanganku dengan begitu hati-hati. Genggaman tangannya hangat dan nyaman, seperti yang selalu kuingat.     

"Mau ke lab sekarang, Den?" tanya Pak Ahmad yang mengemudikan kapal.     

"Iya, Pak."     

Pak Ahmad mengangguk dan mulai menyalakan kapal. Angin yang menerpa tubuhku terasa menyegarkan walau matahari terasa terik.     

Astro mendekatkan diri padaku, memeluk pinggangku lebih erat dan mengecup puncak kepalaku. Pak Ahmad sempat melirik ke arah kami dan tersenyum. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa malu. Aku baru saja akan menggeser tubuh saat Astro menatapku tajam, membuatku membatalkan niat dan duduk diam di sampingnya.     

"Kita bisa naik ke Gunung Rinjani kalau kamu mau." ujarnya tiba-tiba.     

"Serius?"     

"Ga sekarang, Honey. Mungkin semester depan. Hari selasa kita udah harus pulang. Aku ga mungkin biarin ibu repot sendirian ngurusin resepsi kita."     

"Kita balik ke resort di Gili Meno besok?"     

Astro menggumam mengiyakan, "Lebih enak di sana kan? Lebih sepi. Ga ada yang ganggu kalau kita ..."     

"Uugh, stop it." aku menegurnya sambil berbisik saat merasakan tangannya merayap di punggungku.     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, tapi tak mengatakan apapun. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan.     

Kemarin malam aku berhasil menahannya dengan susah payah setelah menemaninya memuaskan hasrat beberapa kali. Semalam pun sama. Aku memang bisa beristirahat lebih lama, tapi dia akan selalu mencari kesempatan saat aku sedang lengah hingga membuatku merasa sedang mengurusi seorang anak nakal.     

"Kita nginep di apartemen dulu satu malam ya. Baru pulang rabu pagi." ujarnya sambil mengecup puncak kepalaku.     

Tiba-tiba saja aku mengingat pakaian yang dia pilihkan untukku. Sepertinya wajahku memerah sekarang.     

"Kenapa ga langsung pulang aja? Aku mau ketemu Opa sama Oma. Ini udah seminggu aku pergi dari rumah. Aku juga belum sempet nanya gimana check up Opa yang terakhir."     

"Kamu ga akan bisa menghindar, Honey. Nurut aja ya, Istriku yang Cantik." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Astaga, bagaimana aku akan menolaknya?     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSI.F & TAMAT di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.