Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Sepasang



Sepasang

0Aku menatap Oma yang sedang merajut di sisiku, dengan sebelah tanganku menggenggam tangan Astro. Kami sedang duduk di teras belakang setelah percakapan panjang bersama Ayah dan Ibu sesaat lalu.     

Kami membahas apa saja yang harus dilakukan sebagai tindakan pencegahan atas apapun yang mungkin terjadi. Entah bagaimana, tapi aku merasa seperti baru saja mendapatkan pelatihan singkat untuk menjadi seorang pemain peran.     

Aku menaikkan kedua kaki dan bersila di atas kursi panjang, lalu memeluk lengan Oma dan menyandarkan kepala di bahunya. Terasa aneh saat aku ingin bermanja dengan Oma, tapi ada Astro yang menahan sebelah tanganku. Aku memberi Astro tatapan sebal saat dia menatapku dengan tatapan menderita. Dia tak perlu cemburu pada Oma, bukan?     

"Faza kenapa jadi manja begini?" Oma bertanya sambil mengelus puncak kepalaku.     

"Faza kan kangen. Ga ketemu Oma seminggu lebih."     

"Baru seminggu, belum sebulan." ujar Astro.     

"Aku mau pulang tiap minggu." ujarku sambil menoleh padanya dan memberinya tatapan tajam. Sebetulnya aku tahu tak akan bisa pulang setiap minggu. Aku hanya ingin Oma tak merasa terlalu berat karena aku jarang pulang.     

"Ga bisa, Honey. Dua atau tiga minggu sekali mungkin bisa. Nanti aku yang anter. Kamu ga boleh pulang sendiri."     

Aku memberinya tatapan sebal. Tak bisakah dia menghibur Oma sedikit saja? Namun dia justru menatapku dengan tatapan yang tenang dan mantap. Seolah aku memang harus menuruti keinginannya.     

"Oma ga masalah Faza mau pulang kapan aja, tapi Oma mau nagih janji Faza buat nelpon Oma setiap hari." ujar Oma.     

Kalimat Oma membuatku merasa buruk. Aku sudah mengingat hal itu, tapi tak juga menelpon karena mematikan handphone selama berbulan madu.     

"Nanti Faza telpon Oma setiap pagi. Faza usahain pulang kalau Astro punya waktu." ujarku.     

Oma tersenyum dan mengelus pipiku, lalu memperlihatkan dua boneka rajutan buatannya. Sebuah boneka laki-laki tua dan sebuah boneka perempuan tua. Oma menyodorkan kedua boneka itu padaku, "Boneka ini bisa Faza peluk kalau Faza kangen opa sama Oma."     

Astro melepas genggaman tangannya hingga aku bisa meneliti boneka itu dengan lebih baik. Boneka itu dirajut dengan rapi dan apik. Siapapun tak akan menyadari boneka ini adalah buatan seorang perempuan tua andai saja terpasang di etalase toko pusat perbelanjaan.     

"Makasih, Oma." ujarku sambil mengecup pipi Oma.     

"Dijaga baik-baik ya karena Oma cuma bikin sepasang."     

Aku mengangguk dan tersenyum manis. Aku akan menaruh kedua boneka ini di mobilku nanti.     

"Oma masuk dulu ya. Mau istirahat." ujar Oma sambil bangkit dengan membawa perlengkapan merajutnya dan menghilang di pintu ke arah dapur.     

Aku menatap Astro sebal, "Bisa kan kamu ngehibur Oma sedikit? Ga perlu terlalu jujur begitu."     

"Aku lebih suka jujur dari pada bikin oma berharap yang ga bisa kita tepatin. Oma juga ngerti kok kalau kita sibuk." ujarnya sambil mengamit tanganku dan menggenggamnya kembali.     

Aku tahu dia benar. Aku hanya tak ingin Oma terlalu sedih karena berjauhan denganku, "Ga bisa kita nginep di sini malem ini? Nginep di rumah kamu besok aja."     

Astro menggeleng, "Ada yang mau diomongin ayah sama ibu ke kamu. Kita harus nginep di rumahku malem ini."     

"Kan tadi udah dibahas."     

"Bahas yang lain, Honey." ujarnya sambil mengecup jariku, melepas genggaman tangannya dan memeluk pinggangku.     

"Ada lagi?"     

Astro hanya menggumam mengiyakan. Dia memelukku lebih erat, meletakkan kepalaku di bahunya dan mengecup dahiku.     

Aku memeluk kedua boneka buatan Oma di dadaku, dekat dengan dua cincin yang tersembunyi di balik pakaianku. Entah kenapa dadaku terasa hangat sekarang. Aku pasti akan merindukan mereka setiap hari. Kuharap dengan menelepon Oma setiap pagi akan mengurangi rasa rindu.     

"Kamu tau kenapa opa sama oma bisa bareng sampai tua?" Astro bertanya.     

Aku menoleh padanya dan menggeleng. Aku memiliki pertanyaan yang sama selama bertahun-tahun ini, tapi tak pernah menanyakannya.     

"Aku ga tau apa analisaku bener, tapi mungkin karena mereka jujur sama diri sendiri."     

Aku mencubit pipinya, "Kalau kamu mau kita kayak Opa sama Oma kamu harus jujur sama aku, kamu tau?"     

Astro tersenyum lebar sekali dan mengecup bibirku, membuatku terkejut dan mendorong wajahnya menjauh.     

"Di sini ada kamera, kamu tau?"     

"Aku tau, tapi opa ga akan keberatan. Kita kan udah nikah." ujarnya sambil mengecup bibirku sedikit lebih lama, membuat wajahku memerah dan terasa lebih hangat.     

"Kapan kamu mau jujur sama aku?" aku bertanya setelah dia melepas kecupannya.     

"Nanti aku kasih tau semuanya. Aku ga mungkin ngasih tau kamu sekaligus. Nanti kamu pasti mikir aneh-aneh."     

"Aku ga mikir aneh-aneh."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kamu cantik."     

Bisa-bisanya dia membuat jantungku berdetak kencang hanya dengan sebuah pujian. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan.     

"Coba cerita, kamu ketemu Zenatta di mana?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiran.     

"Aku kenal dia dari SD. Dulu dia selalu main sama Angel. Kamu cemburu?" dia bertanya sambil mengelus bibirku perlahan.     

"Aku ga cemburu. Aku cuma lagi ngumpulin informasi. Kamu tuh selalu diincer sama perempuan aneh, kamu tau? Aku udah ga abis pikir sama kelakuan Angel selama ini, tapi ternyata ada yang kelakuannya lebih ga masuk akal dibanding dia."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Berarti kamu juga termasuk aneh kan?"     

"Aku kan ga pernah ngincer kamu."     

Astro menggumam dan menatapku dengan tatapan iseng, "Ga ngincer, tapi bersedia nunggu aku bertahun-tahun ya, Honey?"     

"Tapi aku ga pernah ngincer kamu. Aku akan lepas kamu kalau kamu emang suka sama perempuan lain."     

"Kalau gitu, kita cocok kan? Aku juga kan pernah bilang aku akan bebasin kamu milih." ujarnya sambil mengecup dahiku.     

Aku hampir saja tertawa, "Bebasin aku milih apanya? Kamu sama Zen udah kayak kucing sama tikus."     

"Rrgh, ga usah dibahas."     

"Kan kamu yang bahas duluan." ujarku dengan tawa yang tak lagi mampu kutahan.     

"Kamu nyebelin." ujarnya sambil mencubit pipiku.     

"Aku kan belajar dari kamu, Tuan Nyebelin Nomor Satu." ujarku sambil balas mencubit pipinya.     

Astro meraih tengkukku dan mencumbu bibirku dengan lembut. Aku berusaha menolaknya dengan mendorong wajahnya menjauh karena khawatir Opa atau Oma memergoki kami sedang bercumbu. Aku tahu Opa bisa saja mengecek rekaman kamera CCTV, tapi memergoki kami sedang bermesraan pasti akan terasa memalukan.     

"Kita ke kamar." ujarnya setelah melepas bibirku. Coba lihat wajahnya, merah sekali. Kurasa wajahku pun sama.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.