Misi pembebasan (1)
Misi pembebasan (1)
Dia tertawa puas karena dia bisa mengambil saham lima persen itu dan dia merasa jika ini adalah jalan menuju kemenangannya untuk mengusir Daffin dari perusahaan miliknya.
Mark bersama Tuan Smith sedang tertawa bersama, karena kerjasamanya kini telah berhasil.
"Hahahaha … bagus! Akhirnya kita bisa membungkam anak sombong itu. Dia hanya anak baru kemarin dan belum mengerti tentang dunia bisnis dan kini, dia pasti kehabisan akal untuk menjatuhkan saya. Hahahaha … dia akhirnya mengetahui, siapa saya sebenarnya. Rasakan itu Daffin Narendra. Kamu hanya bisa marah dan putus asa saja. Atau mungkin sedang menangis dan merengek meminta bantuan kakeknya," ucap Mark. Dia tertawa keras dan merasa sangat puas karena bisa membuat Daffin yang menurutnya sudah dalam keadaan kebingungan.
Tuan Smith terus tertawa dan dia melihat kearah Mark dengan wajah penuh kegembiraan.
"Kamu benar Mark, anak itu benar-benar sangat menyebalkan. Saat saya melihat wajahnya di acara meeting. Saya benar-benar sangat tidak menyukainya, dia begitu arogan dan juga sombong. Hahahaha … inilah balasan bagi orang yang belum memiliki pengalaman tapi sudah sombong didepan kita para senior yang jauh lebih berpengalaman dari dirinya," ucap tuan Smith. Dia menyesap minuman yang ada didepannya dan mereka terus tertawa tiada henti. Demi merayakan kemenangan pertamanya.
"Besok akan ada acara pertemuan di sebuah kapal pesiar. Apakah anda akan datang kesana?" Tanya Mark secara tiba-tiba. Dia menatap wajah tuan Smith yang ada didepannya saat ini.
Tuan Smith menaruh gelas yang baru saja dia habiskan isinya dan menatap kearah Mark.
"Tentu saja, saya harus hadir di tempat itu. Itu kesempatan yang sangat besar dan saya yakin jika Daffin juga akan datang. Hahahaha … saya ingin melihat ekspresi dari wajahnya saat dia mengalami kekalahan untuk yang kedua kalinya dan itu sangatlah menyenangkan," ucap tuan Smith, sia tertawa tiada henti. Dia merasa sangat puas saat membayangkan wajah Daffin dan ekspresinya saat dia berada dalam kekalahan dan juga kekecewaan yang dia hadapi saat ini.
Namun, prediksi keduanya telah salah. Karena Daffin jauh lebih pintar dari mereka.
***
Di dalam kamarnya.
Daffin yang masih memeluk Sinta diatas tempat tidur merasa terkejut mendengar suara ponselnya sendiri.
Drrrttt … Drrrtt …
Suara ponsel Daffin mengejutkan Daffin dan Sinta yang berpelukan mesra dan tidak ingin saling melepaskan satu sama lainnya.
Daffin melepaskan bibirnya yang masih menempel di bibir Sinta dan mengumpat sendiri.
"Sial! Siapa lagi sih yang mengganggu!" Umpat Daffin dan dia menoleh kearah meja yang tidak jauh dari tempat tidurnya.
Sinta mengusap lembut pipi Daffin dan mengecup pipi Daffin dengan lembut.
"Sayang, sepertinya ada panggilan penting untuk kamu, ayo dijawab dulu!" Ucap Sinta.
Daffin menoleh kearah Sinta dan tersenyum lembut kearahnya.
"Baiklah sayang, aku mau menjawabnya dulu. Kamu jangan kemana-mana dan tetap seperti ini," ucap Daffin. Dia mengedipkan mata genitnya dan sebelum bangun dia mengecup ringan kening Sinta.
"Iya sayang, aku menunggu kamu disini," jawab Sinta sambil melemparkan senyum manis dari sudut bibirnya.
Daffin menganggukkan kepalanya dan dia pun bangun lalu meraih ponsel itu secepatnya.
Daffin melihat ID pemanggil itu dan itu dari Marco.
Daffin menekan tombol 'ok' dan dia pun langsung menjawab, "halo!"
Marco pun langsung menjawab, "halo bos. Anda dimana? Bagaimana dengan rencana kita? Apakah kita akan melakukannya hari ini?" Tanya Marco, dia melihat kearah Arya yang sedang bekerja karena hari ini adalah hari pertama dia bekerja di perusahaan Daffin.
Daffin menepuk dahinya. Dia melupakan masalah si pemegang saham itu.
Daffin terlalu fokus dengan percintaannya dengan Sinta.
"Oke, kita bisa lakukan hari ini juga. Kamu tahu ada dimana dia sekarang? Dan keluarganya bagaimana?" Tanya Daffin, dia berjalan menjauhi Sinta karena dia takut jika Sinta mendengar misinya yang cukup berbahaya malah membuat Sinta menangis dan merengek untuk dirinya tidak pergi menemui bahaya.
"Keluarganya sudah aman bos, tinggal pria itu saja. Menurut informasi, malam ini dia akan menyerahkan surat pengalihan saham itu kepadanya. Anehnya tempat itu berada di ujung kota ini dan tempatnya cukup menakutkan. Semacam gedung kosong yang tidak terpakai," ucap Marco. Dia menjelaskan semuanya. Marco tidak bisa turun ke dalam misi ini karena dia tidak memiliki keahlian semacam ini. Jadi Daffin dan Arya saja yang akan turun menangani masalah ini.
Marco hanya bisa memberi penjelasan dan menyelediki semuanya lalu melaporkan semuanya kepada Daffin.
Daffin pun mengerti dan dia akan melakukan misi itu malam ini. Namun, dia tidak mau membuat Sinta merasa khawatir jadi dia tidak akan menceritakan ini semua kepadanya.
"Baiklah, katakan pada Arya. Malam ini kita bertemu didepan kantor dan kamu tidak perlu ikut. Kamu mengerti kan?!" Ucap Daffin. Dia tidak mau merepotkan orang lain.
Tapi dia juga butuh satu orang yang bisa membantunya dan Arya terlihat sangat cocok. Selain dia pintar dalam dunia bisnis, dia juga memiliki ilmu bela diri yang bisa membantunya saat ini.
"Baiklah bos, saya akan memberitahukannya. Ngomong-ngomong, apakah anda ingin menyelesaikan semua pekerjaannya ini. Saya minta maaf bos karena mengganggu anda, tapi berkas -berkas ini sangat penting dan semuanya butuh anda periksa. Jadi, bisakah anda …." Marco menghentikan ucapannya karena dia takut jika Daffin marah padanya.
Daffin menghela nafas panjang dan melihat kearah Sinta yang masih berada diatas tempat tidur, menunggunya untuk kembali.
"Baiklah, saya segera kesana," ucap Daffin. Dia mengakhiri panggilan teleponnya dan menaruh kembali ponselnya diatas meja.
Daffin berjalan mendekati Sinta dan naik keatas tempat tidur.
Sinta tersenyum dan langsung memeluknya kembali.
"Sayang, kamu sudah selesai?" Tanya Sinta dengan suara lembut dan itu terdengar sangat indah ditelinga Daffin.
Daffin membalas pelukannya dan mengecup lembut puncak kepalanya.
"Sayang, aku harus pergi ke kantor. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kamu … kamu, kamu tidak marah sama aku kan?" Tanya Daffin, dia merasa enggan untuk melepaskan Sinta dalam pelukannya.
Sinta mengangkat wajahnya dan melihat wajah tampan Daffin yang kini berada tepat didepannya saat ini.
"Sayang, kamu selesaikan semua pekerjaan kamu dulu. Nanti malam masih ada waktu untuk kita bersama, ya kan?" Ucap Sinta. Dia mengusap lembut wajah Daffin dan mencoba untuk menenangkan hati Daffin yang Sinta ketahui jika Daffin pasti enggan berpisah dengannya.
Daffin menangkap tangan Sinta dan mencium lembut telapak tangannya
"Ta ... Tapi sayang, aku tidak ingin berpisah dengan kamu. Apalagi besok, mulai besok kita akan berpisah. Aku … aku, aku sungguh tidak sanggup sayang, Padahal aku hanya ingin menghabiskan waktu sepanjang hari ini bersama kamu," ucap Daffin dengan nada manja. Dia merasa sangat menderita jika harus meninggalkan Sinta. Apalagi dia masih ingin melanjutkan percintaannya yang menurutnya belum cukup untuk stock tiga harinya.
Sinta tersenyum dan dia memeluk tubuh Daffin dengan erat.
"Sayang, kita berpisah hanya tiga hari. Tapi kenapa rasanya seperti mau berpisah berabad-abad saja. Hehehehe … sudah ya! Lebih baik pergi ke kantor dulu, nanti malam kita lanjutkan lagi," ucap Sinta. Dia terus membujuk Daffin yang merajuk dan terus merengek seperti anak kecil.
Daffin dengan berat hati langsung menganggukkan kepalanya dan menatap wajah Sinta sekali lagi.
"Sayang, kamu jangan berbohong ya! Nanti malam. Pokoknya nanti malam aku menginginkannya," ucap Daffin sambil tersenyum nakal kearah Sinta.
Sinta menganggukkan kepalanya dan tersenyum kearah Daffin.
"Iya, nanti malam. Aku akan memuaskan kamu, sudah lah. Ayo cepat selesaikan pekerjaan kamu, supaya bisa lebih awal pulangnya," ucap Sinta. Dia tertawa dan wajahnya memerah karena merasa malu dengan ucapannya sendiri.
Daffin tertawa dan dia kembali mengecup kening, hidung, kedua pipi dan berakhir di bibirnya Sinta. Cukup lama dia menghisap dan melumat bibir Sinta hingga dia hampir saja lepas kendali lagi. Namun Sinta langsung mendorong dada Daffin untuk menghentikannya.
"Sayang, jangan sekarang!" Ucap Sinta dengan suara nafas terengah-engah karena dia juga hampir ikut terbawa hasratnya sendiri.
Daffin melepaskan tubuh Sinta dan bangun dari tempat tidur.
Dia tersenyum kearah Sinta sebentar dan masuk ke dalam kamar mandi.
Sinta menatap tubuh Daffin yang perlahan hilang dalam pandangannya saat ini.
"Hhhmm ... Bukan kamu saja yang merasa rindu, tapi aku juga sama. Haisttt … aku pasti tidak akan bisa tidur karena aku sudah terbiasa tidur sambil memeluknya," ucap Sinta. Dia menghela nafas pendek dan kembali berbaring diatas tempat tidur. Dia menunggu Daffin keluar dari kamar mandi dan Mengambil ponselnya sendiri.
Sinta membuka ponselnya dan melihat ada pesan yang membuatnya merasa terkejut.