seperti sudah lama mengenalnya
seperti sudah lama mengenalnya
Semula Aisyah mengira jika Arya sudah pergi dan tidak menunggunya tapi ternyata, saat Aisyah selesai membayar obat dan hendak pergi meninggalkan tempat itu, Arya menunggunya dan dia memanggilnya.
"Hei, tunggu!" Teriak Arya yang terus memanggil Aisyah.
Aisyah menoleh dan melihat jika Arya sedang melambaikan tangannya.
Aisyah mengerenyitkan dahinya dan dia berjalan mendekati Arya.
"Ada apa? Tadi kamu memanggil aku?" Tanya Aisyah sambil menunjuk kearah dirinya sendiri.
Arya mengangguk dan tersenyum padanya.
Wajah tampan Arya terlihat semakin tampan saat dia tersenyum dan untuk sejenak Aisyah terpesona dengan senyuman Arya yang membuatnya terdiam sejenak.
Arya melihat Aisyah yang melamun dan dia melambaikan tangannya kearah wajahnya.
"Hei, kamu kenapa? Apakah ada yang aneh dengan wajahku?" Tanya Arya. Dia menyentuh wajahnya dan merasa dirinya baik-baik saja.
Aisyah langsung tersentak dan dia tersenyum dengan canggungnya.
"Oh, hehehe … tidak ada yang aneh kok, kamu tenang saja. Hanya saja kamu terlihat berbeda saat kamu sedang tersenyum," ucap Aisyah, wajahnya memerah karena malu.
Arya menahan tawanya dan dia langsung kembali serius.
"Oh, apa yang berbeda dengan aku? Aku merasa sangat penasaran, tapi aku jauh lebih penasaran dengan nama kamu," ucap Arya dan dia mengulurkan tangannya, lalu melanjutkan ucapannya, "perkenalkan nama aku Arya. Kalau boleh tahu, siapa nama kamu?" Ucap Arya dan dia tersenyum kembali.
Aisyah langsung membalas senyumannya dan dia kembali merasa terpesona dengan senyuman Arya.
"Nama aku Aisyah, salam kenal ya! Ngomong-ngomong kenapa kamu ada didaerah sini. Memangnya kamu tinggal didaerah sini juga?" Tanya Aisyah, dia baru pertama kali melihat Arya selama tinggal di tempatnya saat ini.
Arya tertawa dan tanpa sadar dia menggaruk kepalanya.
"Oh, hahahaha …, aku tidak tinggal didaerah sini tapi aku kesini karena mencari obat untuk mama aku, kebetulan aku sudah mencari di beberapa Apotik tidak menemukannya. Untung saja disini ada jadi aku tidak perlu repot-repot mencarinya lebih jauh lagi," ucap Arya. Dia merasa sedikit canggung karena seumur hidupnya dia tidak pernah bicara dengan wanita apalagi sebanyak ini, menurutnya Aisyah wanita pertama yang bicara paling banyak dengannya.
Aisyah terkejut karena ternyata Arya juga sama dengannya.
"Kamu membeli obat untuk mama kamu. Kenapa kita sama sekarang, aku juga sedang membeli obat untuk mama aku. Hehehehe … kebetulan sekali ya!" Ucap Aisyah, dia tertawa bersama dengan Arya.
"Oh, hahahha … ternyata kita memiliki kesamaan ya! Aku tidak menyangka jika kita bisa sama seperti ini," ucap Arya. Dia terus tertawa tiada henti. Keduanya langsung akrab dan berbicara bersama.
Malam semakin larut dan Arya menawarkan Aisyah untuk naik ke dalam mobilnya.
"Aisyah, bolehkah aku mengantar kamu sampai ke rumah kamu. Coba kamu lihat, malam semakin larut. Sangat tidak baik jika wanita muda berjalan sendiri," ucap Arya. Dia menawarkan tumpangan untuk Aisyah.
Aisyah merasa canggung tapi memikirkan ucapan Arya memang benar adanya.
"Ehh … tapi aku takut merepotkan kamu, aku … aku bisa pulang sendiri," ucap Aisyah, dia mencoba menolaknya namun didalam hatinya sebenarnya enggan untuk menolaknya.
Arya meraih tangan Aisyah dan memaksanya untuk ikut dengannya.
"Tidak merepotkan sama sekali, hanya mengantar pulang tidak akan membuat aku merugi juga kan," ucap Arya. Dia masih tertawa dan menganggap jika dia masih bercanda saja.
Aisyah tertawa dan akhirnya dia tidak bisa menolak permintaan Arya.
Setelah mereka masuk ke dalam mobil. Arya menyalakan mesin mobilnya dan mobil itu pun melaju menuju rumah Aisyah.
Sepanjang jalan mereka pun mengobrol dan bukan seperti orang yang baru kenal bahkan mereka merasa sangat akrab dan cocok satu sama lainnya.
***
Di tempat lain.
Sinta dan Daffin baru saja sampai di rumah sakit.
Mereka pun turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalamnya.
Sinta terus dirangkul oleh Daffin dan tidak diizinkan satu inci pun ada jarak diantara keduanya.
Sinta menatap kearah Daffin yang terlihat santai dan tidak peduli dengan pandangan orang lain.
"Sayang, apakah ini tidak apa-apa? Ini di rumah sakit, kita terlalu dekat seperti ini dan orang-orang sepertinya memperhatikan kita," ucap Sinta sambil menyembunyikan wajahnya di dada Daffin karena dia merasa sangat malu.
Daffin melirik kearah Sinta dan tersenyum kepadanya.
"Biarkan saja mereka melihat, memangnya kenapa? Kamu istriku dan aku bebas ingin berbuat apapun dengan istriku. Kecuali dengan wanita diluar dari status istriku baru itu tidak di benarkan sama sekali," ucap Daffin. Dia tidak peduli dengan pandangan orang lain. Baginya, bisa memeluk Sinta dimana pun berada itu sudah membuatnya sangat bahagia dan orang lain sudah tidak masuk dalam dunianya karena di matanya Sinta adalah dunianya saat ini.
Sinta mengerti apa yang dikatakan Daffin, jadi dia tidak mau mengatakan apapun lagi.
Mereka pun terus berjalan hingga sampai di sebuah pintu ruangan khusus, kamar VVIP milik neneknya Sinta yang Daffin sediakan khusus untuknya.
Sinta merasa terkejut karena dia sudah lama tidak ke rumah sakit dan Daffin terus melarangnya ternyata Daffin sudah menyiapkan semuanya untuk neneknya dan itu semua dari yang terbaik diatas yang paling terbaik.
"Sayang, kenapa kita disini? Ruang rawat nenek bukan disini," ucap Sinta dan dia masih merasa sangat bingung.
Daffin tersenyum dan dia membawa Sinta masuk ke dalamnya.
Beberapa pengawal dan perawat menyambut ke datangannya.
Daffin dan Sinta tersenyum kearah mereka dan saat melihat wanita tua yang sedang terbaring lemah disana sudah membuka matanya, Sinta langsung melepaskan pelukannya dan berjalan menghampiri neneknya.
Daffin melepaskan Sinta dan membiarkan Sinta memeluk neneknya.
Daffin mengikuti Sinta dan berdiri tepat dibelakang Sinta saat Sinta memeluk erat tubuh neneknya.
"Nenek! Akhirnya nenek bangun juga," ucap Sinta dan air mata pun mengalir dari sudut matanya.
Neneknya pun tersenyum dan mengecup lembut kening Sinta.
"Sinta, cucuku. Nenek minta maaf ya nak! Nenek sudah menyusahkan kamu selama ini," ucap nenek sambil menitikkan air matanya. Dia tidak sadarkan diri dan dalam keadaan koma sudah lebih dari sebulan.
"Nenek jangan mengatakan itu. Aku merasa bahagia karena nenek bisa bangun kembali. Aku minta maaf karena aku jarang pergi kemari, hiks … hiks … hiks, aku cucu yang durhaka, aku minta maaf nek!" Ucap Sinta. Dia menangis tersedu-sedu dan Daffin merasa hatinya sangat sakit, dia tidak suka melihat Sinta sedih seperti ini.
Daffin mengulurkan tangannya dan dia mengusap lembut rambut Sinta.
Nenek pun melihat kearah Daffin dan melihat jika pria itu bukanlah Jeffery tapi pria yang baru dia lihat selama ini.
"Kamu siapa?" Tanya nenek dengan tatapan penuh pertanyaan.
Daffin tersenyum dan berjalan lebih dekat dengannya.
"Perkenalkan nama aku Daffin dan aku adalah suaminya Sinta," ucap Daffin, dia meraih tangan nenek dan mencium punggung tangannya.
Nenek pun terkejut dan dia melihat kearah Sinta.
"Suami? Kamu sudah menikah Sinta? Lalu Jeff, bagaimana dengan dia? Bukankah kamu terus menunggunya?" Tanya nenek, dia masih belum mengerti sepenuhnya.
Sinta melihat kearah Daffin yang terlihat ada api cemburu dari matanya.
Daffin paling tidak suka mendengar nama Jeffery. Tapi karena itu adalah neneknya Sinta. Daffin masih mencoba memakluminya.
Sinta meraih tangan neneknya dan Menggenggam erat tangannya saat ini.