The Alchemists: Cinta Abadi

Astaga...



Astaga...

0Fee tertawa kegelian, ia berusaha menyingkirkan tangan Ren, tetapi gagal. Apronnya kini telah terlepas dan tangan Ren kembali merayapi kulitnya dan masuk dari bawah rok seragamnya. Sia-sia saja Fee meminta suaminya berhenti. "Nanti seragamnya kusut."     

"Hmm... kalau takut kusut, dilepas saja, ya. Sini aku bantu lepaskan," kata Ren sambil tangannya bergerak lincah mengangkat rok Fee yang menutupi kaki dan paha mulus istrinya. "Salah sendiri kau menggodaku dengan seragam pelayan seksi..."     

"Ini tidak seksi. Pakaiannya sopan," bantah Fee.      

Namun demikian, gadis itu segera menyadari bahwa seumur hidupnya ia memang belum pernah mengenakan seragam pelayan sebelumnya. Dulu waktu ia bekerja di resort, ia mengenakan seragam petugas penerima tamu yang resmi, dan kemudian seragam petugas kebersihan sama sekali tidak menarik.     

Kali ini, seragamnya yang rapi dan menarik dengan tambahan apron kecil di pinggangnya membuatnya terlihat seperti mengenakan kostum wanita pelayan dalam fantasi seks pria yang paling umum, selain kostum suster dan pramugari.     

Tidak lama kemudian seragam pelayan yang cantik itu telah teronggok di lantai bersama apronnya, sementara sang empunya tengah asyik memadu kasih dengan sang tamu di atas tempat tidur.     

***     

Seminggu pertama Fee bekerja di Kafe Magnolia, ia masih mendapatkan training tentang perusahaan kecil itu, menu yang mereka miliki, jam kerja, tanggung jawab masing-masing staf, karakteristik tamu, dan masih banyak lagi. Ia memulai tiga hari pertama dengan mengamati dan membantu pelayan yang sudah senior sambil belajar mengenai tugasnya sendiri.     

Setelah masa trainingnya selesai, Fee akhirnya mulai bekerja untuk melayani tamu-tamu kafe di jam makan siang. Selain para karyawan yang bekerja di area sekitar situ, kebanyakan tamu mereka adalah turis yang mulai banyak mendatangi Moravia. Sesekali ada juga mahasiswa yang makan siang di sana untuk merayakan acara khusus.     

Karena Kafe Magnolia adalah kafe kelas atas yang harga hidangannya cukup tinggi, tidak banyak mahasiswa yang mampu makan di sana. Sehingga mahasiswa yang datang biasanya adalah mahasiswa yang kaya atau sedang merayakan acara khusus.     

Baru beberapa hari Fee bekerja langsung melayani tamu setelah menyelesaikan trainingnya, ia segera menjadi favorit para pelanggan di kafe. Para pelanggan lama sangat menyukainya karena ia ramah dan senyumnya menular, membuat orang-orang yang melihatnya akan serta-merta merasa mereka juga ikut bahagia.     

Sementara para tamu baru segera menjadi pelanggan tetap. Kecantikannya yang luar biasa membuat sangat banyak tamu tertarik untuk datang dan makan di sana. Turis-turis yang makan di sana juga sangat kagum ketika mengetahui gadis pelayan ini menguasai banyak bahasa.     

Pada suatu hari, ada pasangan Amerika yang duduk memesan makanan dan dengan susah payah menyebutkan nama menu dalam bahasa Jerman yang sulit untuk lidah mereka. Dengan senyum lebar, Fee menawarkan mereka untuk memesan dalam bahasa Inggris yang fasih. Kedua tamu itu saling pandang dengan gembira dan memesan makanan dalam bahasa Inggris.     

Di lain kesempatan ada pasangan Italia yang ingin memesan makanan tetapi bingung hendak menanyakan apa saja bahan yang digunakan di dalamnya untuk menghindari alergi. Pelayan yang sedang melayani mereka mencoba menebak-nebak apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh sang tamu, tetapi selalu gagal.     

"Ada apa?" Fee yang kebetulan sedang lewat dengan membawa nampan, berhenti dan menanyakan apa yang sedang terjadi.     

"Entahlah.. Dari tadi mereka menunjuk beberapa menu ini dan sepertinya hendak menanyakan sesuatu. Tetapi aku tidak bisa mengerti apa pertanyaannya..." kata Ella, pelayan tersebut.     

Fee segera menoleh kepada pasangan turis Italia tersebut dan tersenyum ramah. Ia lalu bertanya kepada mereka untuk mencoba mengulangi pertanyannya.     

Pasangan itu menghela napas, karena sudah malas mengulangi kata-katanya sedari tadi. Sang wanita mengomel pelan kepada suaminya dalam bahasa Italia, "Duh.. sudah kubilang dari tadi, kita makan di restoran Italia saja. Di sana kau bisa menayakan tentang bahan makanannya dengan lebih lancar. Kita tidak boleh mengambil risiko kau terkena alergi kacang."     

"Oh.. Bapak dan Ibu ada yang alergi kacang? Kalau begitu, sebaiknya ibu jangan memesan makanan yang ini, dan yang ini.. Selebihnya aman," kata Fee dengan ramah dalam bahasa Italia yang sempurna, sambil menunjuk dua gambar makanan di menu.     

Ella, bersama dengan kedua turis Italia itu tampak tercengang mendengar Fee dalam berbicara dalam bahasa Italia.     

"Kau mengerti bahasa kami?" tanya sang tamu wanita keheranan. Fee memang tidak terlihat seperti gadis keturunan Italia. Tetapi bukan saja ia bisa berbahasa Italia, namun aksennya pun sempurna.      

Ella masih membelalakkan matanya lebar sekali saat ia menggamit lengan Fee dan bertanya, "Kau bisa bahasa Italia? Astaga... kau pandai sekali..."     

"Ahaha... kebetulan saja. Aku pernah tinggal di Italia sehingga bisa bahasanya," jawab Fee ringan. Ia tidak ingat kapan dan di mana ia pernah tinggal di Italia, tetapi dalam hati ia sangat yakin bahwa di masa lalu dirinya cukup akrab dengan negara itu.     

Pasangan tamu yang tadi sudah hampir kesal, kini menjadi sangat gembira. Wajah keduanya tersenyum penuh apresiasi dan melanjutkan memesan makanan yang mereka inginkan kepada Fee dalam bahasa Italia. Mereka mengikuti nasihatnya dan tidak memesan dua hidangan yang ia sebutkan tadi.     

Manajer kafe merasa sangat terkesan akan kemampuan bahasa asing Fee. Teman-teman kerjanya di shift siang juga kagum kepada gadis itu. Mereka masih tidak dapat mengerti mengapa Fee yang terlihat sangat cantik dan mengesankan itu mau bekerja sebagai pelayan di kafe mereka.     

"Oh.. aku memang senang bekerja. Karena aku hanya lulusan SMA, aku tidak dapat melamar pekerjaan yang mensyaratkan pendidikan tinggi.. Hanya pekerja menjadi pelayan yang lebih fleksibel dan tak menuntut ijazah macam-macam." Fee menjelaskan ketika Ella bertanya kepadanya tentang alasannya bekerja di Kafe Magnolia.     

"Oh.. begitu. Soalnya kami heran kenapa kau mau bekerja di sini.. Kami pikir kau itu dari keluarga kaya.." komentar Ella.     

"Benarkah? Ahahaha.. aku ini dari desa lho," kata Fee sambil tertawa kecil. "Aku dulu tinggal di sebuah desa di tepi danau. Sebelum aku pindah ke Almstad, aku bekerja sebagai penerima tamu di resort."     

"Oh, begitu. Lalu kenapa kau pindah ke Almstad?"     

"Aku pindah ke Almstad karena mengikuti suamiku," jawab Fee.      

Ella menekap bibirnya saat mendengar penjelasan Fee. Ia sama sekali tidak mengira Fee telah menikah. Gadis itu terlihat masih sangat muda. Biasanya, wanita di zaman modern akan menunda menikah hingga usia mereka di akhir 30-an, tetapi gadis ini sudah menikah di usia 20 tahun. Sungguh mengherankan.     

"Ohh.. aku tidak tahu kau sudah menikah," kata Ella sambil geleng-geleng kepala. "Banyak yang akan patah hati kalau mengetahuinya... ahahaha. Banyak sekali pelanggan kita yang datang ke sini hanya untuk melihatmu."     

"Ahaha.. kau ini bisa saja," kata Fee ringan. "Oh, ya... tolong rahasiakan bahwa aku sudah menikah, ya. Aku tidak suka membahas tentang kehidupan pribadiku di tempat kerja. Hanya kau yang tahu."     

"Tentu saja, Jangan kuatir. Lagipula kalau tamu-tamu itu tahu kau sudah ada yang punya, aku takutnya mereka akan jadi malas datang kemari.. hahahaha..."     

Ella sebenarnya hendak bertanya tentang bagaimana Fee bertemu suaminya dan apa pekerjaan pria itu. Namun, karena mendengar Fee tidak suka membahas tentang kehidupan pribadinya di tempat kerja, dan kenyataan bahwa Fee harus bekerja setelah pindah ke Almstad, Ella menyimpulkan bahwa suami Fee pasti hanyalah lelaki biasa yang penghasilannya tidak mencukupi untuk menghidupi mereka berdua di kota Almstad yang mahal, sehingga Fee harus ikut mencari nafkah, walaupun hanya dengan bekerja part time.     

"Fee, ada tamu yang baru datang. Tolong layani dia ya... aku akan break merokok sebentar," pinta Ella kemudian saat melihat pintu kafe dibuka dan masuklah seorang tamu baru. Dari penampilannya, mereka bisa menyimpulkan tamu yang baru datang ini adalah seorang mahasiswa kaya.      

"Bailklah," kata Fee sambil bergegas menghampiri tamu yang sedang menunggu di pintu untuk dipersilakan duduk di meja. "Selamat datang di Kafe Magnolia. Berapa tamu?"     

"Satu orang saja," jawab tamu itu sambil tersenyum tipis. Ketika Fee mengangkat kepalanya untuk memandang tamu itu baik-baik, ia menjadi terpaku di tempatnya dengan bibir sedikit terbuka.     

"Astaga..." Hanya itu kata yang mampu keluar dari bibir gadis itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.