Permintaan Fee
Permintaan Fee
"Kemana adik angkatmu?" tanya Fee sambil mengusap matanya.
"Ia menghilang. Kami sudah mencarinya selama lima tahun. Kalau ia masih ada... mungkin ia seusia denganmu," kata pria itu sambil menghela napas panjang.
Ia memang tertarik melihat Fee saat pertama kali menolongnya. Entah kenapa gadis itu mengingatkannya akan Vega, anak kandung ayah angkatnya yang diculik orang tak dikenal lima tahun yang lalu. Mereka telah mencarinya ke seluruh dunia tetapi tak berhasil menemukan jejaknya.
Sudah ratusan kali petunjuk yang salah membawa mereka pada gadis yang salah. Semakin lama harapan kedua orang tuanya semakin terkikis namun mereka selalu membuka pintu untuk menerima petunjuk baru, walaupun semua itu hanya membawa kepedihan baru.
"Oh..." Fee mengangguk. "Aku turut menyesal mendengarnya. Kuharap kalian akan menemukannya."
Pria itu hanya menatap Fee dan tidak berkata apa-apa. Ia duduk di samping Fee dan melayangkan pandangannya ke seberang jalan dan merenung. Tadinya ia hendak bertanya lebih lanjut tentang siapa Fee dan mengapa ia menangis, tetapi kini ia membatalkan niatnya.
Bagaimana kalau ia salah lagi? Ia tak mau memberi harapan palsu kepada ayah angkatnya dan membuatnya kembali bersedih. Sudah cukup duka yang mereka alami selama lima tahun terakhir ini.
"Siapa namamu?" Akhirnya ia menoleh ke arah Fee dan menatapnya dengan pandangan ramah. "Namaku Mischa Rhionen."
Fee sejenak merasa ragu, apakah ia harus menyebutkan namanya kepada orang asing ini atau tidak. Akhirnya, karena merasa berutang budi, ia menyebutkan namanya pelan-pelan.
"Namaku Fee.. Fee Lynn-Miller."
"Oh... begitu, ya?" Mischa mengerutkan keningnya keheranan. Ia sempat mencari tahu siapa lelaki yang dua minggu lalu membawa Fee pergi dan dengan cepat ia mengetahui identitasnya. Itu adalah Pangeran Renald Hanenberg dari Moravia. Walaupun saat itu ia sedang mengenakan pakaian kasual dan tampak seperti seorang mahasiswa, ia tak dapat mengelabui Mischa.
Apa hubungan Fee Lynn-Miller dengan pangeran putra mahkota Moravia? Benarkah ia istri sang pangeran?
Atau jangan-jangan, Mischa yang salah mengenali orang?
Semua pertanyaan itu memenuhi pikirannya saat ia mengamati wajah gadis cantik yang sedang bersimbah air mata ini. Rasanya Mischa ingin sekali menghapus air matanya dan menghiburnya, tetapi ia menahan diri karena tahu gadis ini sudah menikah.
"Apa yang membuatmu bersedih?" tanya Mischa dengan penuh perhatian.
Fee menggeleng. Ia tak ingin masalah rumah tangganya diketahui orang lain. Tidak mungkin ia akan memberi tahu orang asing ini bahwa ia menikah dengan pangeran dari Moravia dan kini sedang menangisi nasibnya.
"Hmm.. Mungkin kau masih kesulitan untuk bercerita sekarang. Kalau suatu kali nanti kau memerlukan bantuanku.. apa saja, kapan saja... Jangan sungkan-sungkan menghubungiku." Mischa mengeluarkan selembar kartu berwarna hitam dari sakunya dan menyerahkannya kepada Fee.
Gadis itu mula-mula tidak mau menerimanya, tetapi pandangan Mischa yang begitu sungguh-sungguh membuatnya merasa tidak enak menolak. Akhirnya Fee pun menerima kartu itu dengan anggukan kecil.
"Terima kasih."
Ketika ia menaruh kartu itu di dalam tasnya, tanpa sengaja Fee melihat mobil Mercedes hitam yang biasa menjemputnya telah berhenti di pinggir jalan. Ah, John sudah tiba.
Fee buru-buru bangkit dari bangku taman dan membungkuk sedikit ke arah Mischa.
"Supirku sudah datang. Terima kasih atas bantuanmu. Selamat tinggal."
Tanpa menunggu jawaban, Fee segera berlari menuju ke mobil. John telah keluar dan membukakan pintu belakang untuknya. Ketika Fee masuk ke dalam, ia terkejut melihat ternyata Ren duduk di kursi belakang.
"Kau.. di sini?" tanya Fee keheranan. Ren mengangkat sebelah alisnya dan balik bertanya.
"Kau tidak suka aku ikut menjemputmu?"
"Bu.. bukan. Aku pikir kau masih ada acara," kata Fee. Ia duduk di sebelah Ren dan buru-buru menyembunyikan sapu tangan Mischa yang ada di tangannya ke dalam tasnya. Tindakannya itu tidak luput dari perhatian Ren, tetapi pria itu sama sekali tidak menyinggungnya.
"Acara jamuan dengan tamu dari Jepang sudah selesai, dan aku mendengar kau menelepon John untuk menjemputmu. Karena itulah aku sekalian datang menjemputmu," kata Ren lagi.
"Oh..." Fee mengusap matanya yang kembali basah. Ia tak mengerti kenapa di saat ia selalu hampir putus asa dan bersedih akan hubungan mereka, Ren selalu berhasil membuatnya kembali bertahan. Tadi ia benar-benar merasa marah atas perlakuan Amelia, tetapi ia juga merasa tidak berdaya karena ia tidak mungkin mendatangi Ren di tempat ia sedang bekerja dan memarahi Amelia.
Di saat ia merasa begitu sedih, Ren ternyata datang menjemputnya. Kemarahan dan kesedihan yang ada di dadanya seketika menjadi hilang, diganti oleh rasa terharu. Ahh... mengapa ia begini lemah? Ren cukup datang dan memperlakukannya dengan baik, dan seketika Fee merasa bersalah jika ia marah.
"Kenapa kau menangis?" tanya Ren. "John bilang kau sedang tidak sehat? Apakah kau sudah datang ke Kafe Magnolia? Bagaimana jadinya di sana?"
Fee menggeleng. "Aku tidak ke sana. Aku tidak mau membahasnya di sini."
Ia mengangkat wajahnya dan melihat ke arah John yang segera mengemudikan mobil dan membawa majikannya pulang. Ren mengerti bahwa Fee tidak ingin membahas kehidupan pribadi mereka di depan supir, karena itu ia tidak mendesak istrinya.
Dua puluh menit kemudian mereka telah tiba di kediaman Ren. Fee segera berjalan masuk ke dalam rumah dan menuju ke kamar tidur. Ren yang keheranan segera berjalan mengikutinya.
"Ada yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya pria itu dengan pandangan menyelidik.
"Ren.. aku tidak bisa terus begini," kata gadis itu sambil menatap Ren dengan ekspresi lelah. "Aku tidak mau mengelola Kafe Magnolia. Kau tidak memberitahuku bahwa sebenarnya kau telah lama membelinya."
Ekspresi Ren sama sekali tidak berubah mendengar kata-kata Fee. "Memang aku sudah lama membelinya. Aku tahu kau ingin bekerja dan aku ingin memberikan tempat bekerja yang bisa membuatmu betah. Aku melakukannya untukmu."
Fee menghela napas. "Terima kasih. Tetapi sekarang aku tak bisa menerimanya."
"Kenapa tidak?" tanya Ren.
"Karena aku takut orang-orang akan berpikiran negatif tentangku. Di sekolah sudah banyak orang yang menggosipkanku sebagai simpanan laki-laki kaya hidung belang yang membiayai kuliahku.. dan nanti di kafe, orang akan mengira hal yang sama," kata Fee dengan suara putus asa. "Aku sangat benci situasi ini. Aku takkan pernah bisa membela diri apa pun yang terjadi. Selama aku tidak bisa menunjukkan kepada mereka siapa suamiku yang sebenarnya, aku tidak akan bisa membuat mereka percaya bahwa aku bukan simpanan lelaki hidung belang."
"Fee.. kenapa kau begitu peduli pada pendapat orang lain?" tanya Ren dengan kening berkerut. "Kau setuju untuk menyembunyikan pernikahan kita. Apakah sekarang kau akan berubah pikiran?"
Fee menggeleng-geleng resah. "Kau tidak tahu apa yang kurasakan. Kau tidak ada di sana. Aku tidak tahan dengan cibiran dan gosip orang di belakangku."
"Jadi... kau berubah pikiran?" tanya Ren lagi, seolah tidak mendengar penjelasan Fee. "Apa yang kau inginkan sekarang?"
Fee menatap Ren dengan sepasang mata basah. "Kurasa kita terlalu cepat menikah. Aku tidak tahu apakah aku dapat bertahan hidup seperti ini empat tahun lagi..."
"Kau.. ingin berpisah?" Ren menatap Fee tanpa berkedip.