Chapter 50 : Pelukan Hangat dari Ayah
Chapter 50 : Pelukan Hangat dari Ayah
"Hmm… Bukankah mereka adalah kumpulan prajurit yang kuhajar waktu itu di aula pelatihan" gumam Ryouichi.
Para prajurit itupun menyadari keberadaan Ryouichi yang memperhatikan mereka sedaritadi. Mereka pun berjalan mendekati Ryouichi. Ryouichi yang melihat hal itu pun menjadi waspada jika mereka ingin membalas dendam.
"Ada apa dengan kalian? Apa kalian mau membalas dendam karena kekalahan kalian kemarin?" tanya Ryouichi.
Para prajurit itu saling bertatapan satu sama lain dan mereka langsung menundukkan kepala mereka kepada Ryouichi.
"Maafkan perilaku kami yang tidak sopan kepada anda kemarin. Kami harap anda mau memaafkan kami" ucap salah satu prajurit itu.
"Angkatlah kepala kalian. Aku tidak benci kepada kalian, kalian hanya perlu dibina saja agar menjadi prajurit yang lebih baik" ucap Ryouichi.
"Baik, instruktur Ryouichi" ucap salah satu prajurit itu.
"I-instruktur? Sejak kapan aku menjadi instruktur kalian?" ucap Ryouichi terkejut.
"Kami sangat menghormati anda, dan memutuskan untuk menjadikan anda sebagai instruktur kami. Meskipun anda menolak untuk menjadi instruktur kami, namun kami akan tetap memanggil anda sebagai instruktur Ryouichi" ucap prajurit itu.
Ryouichi pun terlihat menghela nafas.
"Baiklah, terserah kalian" ucap Ryouichi pasrah.
"Instruktur, mengapa anda terlihat kebingungan seperti itu?" tanya salah satu prajurit itu.
"Ah, apa kalian tahu dimana lokasi favorit jendral untuk bersantai?" tanya Ryouichi antusias.
Para prajurit itu saling berpandangan satu sama lain dan akhirnya sepakat tentang sesuatu hal.
"Sepengetahuan kami, lokasi favorit jendral ketika hendak beristirahat adalah di pohon sakura di belakang gedung ini yang kebetulan juga berdekatan dengan kolam. Mengapa anda bertanya seperti itu?" tanya prajurit itu heran.
Setelah mendengar hal itu Ryouichi pun langsung tersenyum dan berlari meninggalkan para prajurit itu.
"Terima kasih atas infonya, aku harus pergi. Sampai bertemu lagi" ucap Ryouichi.
"Ba-baiklah…" ucap salah satu prajurit itu dengan ekspresi heran.
Ryouichi pun menemui Enzo dan juga Akari yang tengah bermesraan di taman.
"Enzo!" teriak Ryouichi.
Enzo yang tengah di suapi makanan oleh Akari pun tersentak kaget.
"Ke-ketua?! Mengapa anda berteriak seperti itu?" tanya Enzo.
"Aku sudah tahu rencana kita selanjutnya dan aku butuh bantuanmu untuk itu… Ah maaf, apakah aku menganggu waktu kalian berdua?" ucap Ryouichi.
Enzo pun melihat kearah Akari, Akari pun tersenyum dan mengangguk.
"Baiklah, mari kita berbicara berdua, ketua" ucap Enzo.
Ryouichi dan Enzo pun akhirnya membicarakan rencana mereka untuk membuat Rose dan Jendral berbaikan.
"Apa anda yakin dengan rencana ini, ketua? Bukankah rencana anda agak sedikit ekstrem?" tanya Enzo.
"Rencana ini memang memilik resiko yang tinggi, namun aku yakin kita dapat membuat Rose dan jendral berbaikan" ucap Ryouichi percaya diri.
"Baiklah kalau begitu, kalau begitu saya akan mengajak Kolonel Rose menuju tempat itu." ucap Enzo.
"Kupercayakan tugas ini padamu, Enzo" ucap Ryouichi.
Enzo pun mencari Kolonel Rose, sedangkan Ryouichi menemui jendral yang tengah bersantai dengan Brigadir Jendral Ivan di pohon sakura yang dibicarakan oleh beberapa prajuritr tadi.
"Jendral! Jendral!" teriak Ryouichi yang berlari kearah jendral.
"Ada apa, Ryouichi? Mengapa kau terlihat terengah-engah seperti itu?" tanya jendral heran.
"Rose… Rose… Dia…" ucap Ryouichi terbata-bata.
Jendral yang mendengar nama Rose diucapkan pun langsung berdiri dan membuat ekspresi khawatir.
"Ada apa dengan dia?" tanya jendral dengan penuh kekhawatiran.
"Rose tenggelam di kolam yang ada disana" ucap Ryouichi sembari menunjuk arah kolam.
"Apa kau bilang!?" seru jendral.
Tanpa berkata banyak, jendral langsung berlari meninggalkan Ryouichi dan juga Brigadir Jendral Ivan. Ryouichi yang melihat perilaku dari jendral pun tersenyum, Brigadir Jendral Ivan yang menyadari ada hal yang aneh pun menegur Ryouichi.
"Rencanamu sungguh menarik" ucap brigadir jendral Ivan.
"Saya harap anda tidak membocorkan rahasia ini" ucap Ryouichi yang terkejut oleh ucapan brigadir jendral Ivan.
Brigadir Jendral Ivan pun tersenyum sembari menghisap rokoknya.
"Tenang saja, aku mendukung rencanamu ini. Sudah saatnya pria tua itu berbaikan dengan putrinya" ucap brigadir jendral ivan.
"Terima kasih banyak, kalau begitu saya permisi" ucap Ryouichi.
Ryouichi pun meninggalkan brigadir jendral Ivan.
"Sungguh anak yang menarik. Namun sayang sekali, nasibmu di masa mendatang akan menjadi sangat tragis" ucap brigadir jendral Ivan.
Jendral yang telah sampai di kolam itu pun terlihat cemas. Tanpa pikir panjang, dirinya pun langsung terjun kedalam kolam yang sangat dalam itu untuk mencari Rose.
Ryouichi yang baru sampai pun kaget melihat jendral yang langsung terjun kedalam kolam itu.
"Oi, oi, oi, bukan ini rencanaku…" ucap Ryouichi kebingungan.
Beberapa saat kemudian, Rose bersama dengan Enzo pun menghampiri Ryouichi.
"Ryouichi? Apa yang kau lakukan?" tanya Rose.
"Ah tidak, aku hanya…" ucap Ryouichi.
Tiba-tiba jendral keluar dari kolam itu, dirinya tidak menyadari kehadiran Rose.
"Ryouichi, apa yang harus kulakukan ? Aku tidak menemukan Rose! Aku takut dia sudah tenggelam terlalu dalam" ucap jendral ketakutan dan khawatir serta panik.
"Jendral?" tanya Rose heran.
Jendral yang menyadari keberadaan Rose pun terkejut dan heran. Ryouichi pun memberi kode kepada Enzo untuk segera melarikan diri dari tempat itu.
"Kalau begitu saya permisi" ucap Ryouichi yang langsung berlari meninggalkan jendral.
Enzo pun juga langsung melarikan diri dari tempat itu bersama dengan Ryouichi.
"Ehem, kalau begitu aku juga akan pergi dari sini" ucap jendral dengan seragam yang basah.
"Tunggu sebentar" ucap Rose.
Jendral yang hendak pergi pun membatalkan niatnya.
"A-ada apa Rose?" tanya jendral.
"Mengapa kau masuk kedalam kolam itu? Bukankah kau tidak bisa berenang juga?" tanya Rose.
"Ah itu, aku tadi hanya khawatir karena Ryouichi berkata bahwa dirimu tenggelam. Jadi aku langsung terjun ke kolam itu tanpa berpikir panjang" ucap jendral sembari memegang kepalanya.
"Apa kau bodoh? Kau bisa mati tenggelam karena pola pikirmu itu" ucap Rose.
"Aku hanya tidak ingin putriku satu-satunya meninggalkanku. Se-setidaknya jika putriku mati tenggelam, aku ingin ikut mati juga dengan cara yang sama... Me-meskipun nantinya hal itu bisa membuat masalah yang cukup besar" ucap jendral.
Rose pun tersentak kaget setelah mendengar ucapan dari jendral.
"Ma-maaf kalau sudah menyebutmu sebagai putriku, kalau begitu aku pergi dari sini" ucap jendral dengan nada bersalah.
Jendral pun berbalik badan dan berniat untuk pergi dari tempat itu.
"Aku tidak mau menerima permintaan maafmu" ucap Rose.
Jendral pun terdiam setelah mendengar perkataan dari Rose. Sorot matanya pun menjadi penuh dengan kesedihan, dirinya hanya bisa menerima fakta bahwa putrinya bahkan sudah tidak mau memaafkan dirinya lagi.
"Begitukah, betapa malangnya diriku. Seorang yang kuat dan memiliki jabatan tinggi, namun aku perlu semua itu. Aku hanya berharap setidaknya putriku dapat memaafkan diriku meskipun hanya sedikit saja" ucap jendral dalam hati.
"Kau seharusnya meminta maaf karena sudah membuat putrimu ini menjadi khawatir karena sikap ayahnya yang tidak memperdulikan keselamatannya sendiri." ucap Rose.
Jendral pun berbalik badan, dan melihat kearah Rose yang sedang memasang ekspresi sedih.
"Rose…" ucap jendral lirih.
Rose pun berjalan mendekati jendral yang sudah basah kuyup.
"Apa kau masih ingat ketika aku masih kecil dulu? Aku selalu bermain di tempat ini bersamamu. Aku masih ingat ketika kau memarahiku karena hampir tenggelam di kolam ini, kau masih tidak berubah" ucap Rose.
"Ya aku masih ingat, dan kau menangis karena aku memarahimu pada waktu itu" ucap jendral.
"Kau benar-benar memarahiku dengan keras waktu itu namun ketika aku mengadu pada ibu, dia hanya tersenyum dan membelai rambutku dengan lembut serta berkata 'kau nantinya akan mengerti mengapa ayah memarahimu seperti itu'. Semenjak saat itu, aku tidak pernah lagi bermain bersamamu" ucap Rose sembari memandang langit.
"Aku sungguh ayah yang buruk bukan ? Bahkan putriku hanya mengingat kenangan buruk tentangku" ucap jendral.
"Kau salah, sekarang aku mengerti arti dari perkataan ibu" ucap Rose sembari tersenyum.
"Apa maksudmu ? Aku hanyalah seorang ayah yang gagal, bahkan tidak dapat menyelamatkan keluarga yang kucintai. Dan sekarang, putriku satu-satunya membenciku." ucap jendral sembari memasang ekspresi sedih.
Rose pun menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Kau salah, kau bukanlah seorang ayah yang gagal dimataku. Aku tahu bahwa kaulah yang paling menderita karena kepergian ibu serta kakak. Aku selalu mendengarmu menangis setiap malam di ruanganmu" ucap Rose.
Jendral pun terdiam seribu bahasa setelah mendengar perkataan dari Rose.
"Bisakah aku meminta sesuatu hal? Mungkin ini terdengar seperti permintaan yang egois dariku" ucap Rose.
Jendral pun mengangguk pelan.
"Bisakah aku menangis sekarang? Bolehkah aku tidak bersikap tangguh lagi? Aku sudah muak dengan semua ini, aku sudah muak dengan semua kesedihan yang aku tanggung sendirian selama ini" tanya Rose.
"Rose…" ucap jendral lirih.
"Kau tahu, ibu selalu melarangku menangis. Dia hanya memperbolehkan aku menangis di dua kondisi , yang pertama ketika aku sedang berada dikamar dan kedua yaitu…" ucap Rose.
"Yang kedua ? " tanya jendral.
"Yang kedua adalah ketika berada di pelukanmu… Ayah" ucap Rose sembari menitikkan air mata.
Jendral pun mendekati Rose yang sedang menangis, dan memeluk dirinya dengan lembut.
"Maafkan diriku yang gagal menjadi seorang ayah bagimu. Aku tidak pernah peduli denganmu, dan hanya bisa melihat dirimu yang sedih sendirian" ucap jendral.
"Aku… Aku yang seharusnya minta maaf. Aku selalu berkata bahwa aku membencimu, namun sebenarnya aku membenci diriku yang tidak pernah lagi menganggapmu sebagai ayahku." ucap Rose sembari menangis keras di pelukan Jendral.
"Rose… Ayah sangat menyayangi dirimu, jangan pernah tinggalkan ayah" ucap jendral sembari menitikkan air mata.
Suasana diantara mereka berubah menjadi penuh kesedihan yang mendalam. Angin lembut pun berhembus dan menerpa keduanya.
"Ayah, maafkan aku yang selalu egois dan tidak pernah memikirkan perasaanmu. Aku minta maaf… Aku minta maaf..." ucap Rose sembari menangis dengan keras.
Jendral pun memeluk Rose dengan erat, sepasang ayah dan anak itu pun menangis. Suasana hangat pun menyelimuti mereka. Ryouichi yang melihat hal itu dari kejauhan pun ikut senang karena berhasil membuat mereka berbaikan. Disisi lain dirinya juga merasa sedih karena tidak punya orangtua lagi untuk dipeluk. Ryouichi terlihat menitikkan air matanya dan melihat ke langit.
"Aku jadi rindu dengan Kolonel Ryota…" ucap Ryouichi.