Jodoh Tak Pernah Salah

Part 129 ~ Kericuhan Dalam Pesta



Part 129 ~ Kericuhan Dalam Pesta

3"Sepertinya wanita ular ini sangat menyukaimu. Kenapa kamu tidak mencoba untuk menjalin hubungan dengan dia?" kata Bara santai.     

"Bara kau mencampakkan dan memberikan aku seperti barang? Apa arti aku untukmu Bara?"     

"Semuanya sudah berakhir Egi semenjak kau tidak patuh kepadaku. Aku mau punya kekasih yang menurut dengan perintahku bukan mengabaikan perintahku. Aku tidak pernah memberikan orang kesempatan kedua dan kamulah yang merusak hubungan kita, bukan aku."     

"Tidak," bantah Egi. "Dila yang telah merusak hubungan kita."     

"Dila tidak merusak hubungan kita."     

"Kamu sudah mulai mencintainya Bara."     

"Aku tidak mencintai Dila," tepis Bara.     

"Kau tidak bisa membohongiku."     

"Aku tidak mencintai Dila."     

"Pergilah dari sini! Suasana hatiku sedang buruk. Aku tidak berani jamin tidak menyakiti kalian jika tidak pergi dari sini."     

Clara tertawa terbahak-bahak,"Karma dibayar kontan Bara. Aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan, kau merebut bisnis ayahku dan aku telah menjauhkan kamu dari istrimu."     

Bara naik pitam. Jika tak ingat Clara seorang wanita mungkin ia telah mencekiknya.     

"Clara. Kau benar-benar ular," kata Bara. Ia tak menyangka Clara akan merusak rumah tangganya.     

"Bara," panggil Egi. "Tidak adakah kesempatan kedua untuk kita?" tanya Egi lagi.     

"Kamu masih mengharapkan dia Egi? Kau benar-benar memalukan," cecar Clara.     

"Clara. Tutup mulutmu!" Egi menghardik Clara hingga wanita itu terdiam.     

"Seharusnya aku tidak mendengarkanmu. Kamu memperburuk hubunganku dengan Bara."     

"Aku tidak memperburuk," bantah Clara.     

"Aku hanya ingin membuat kamu sadar jika kamu berada di cinta yang salah."     

"Aku tidak pernah salah mencintai," kata Egi diplomatis.     

"Kalian bisa pergi dari sini?" tanya Bara lagi. Ia benar-benar marah dan suasana hatinya buruk.     

"Jika kami tidak pergi kamu mau apa?" tantang Clara.     

"Jaga batasan kamu Clara. Andaikan kamu laki-laki mungkin aku sudah mencekikmu. Bersyukurlah kamu wanita sehingga aku tidak perlu menggunakan tanganku untuk memukul kamu."     

"Aku wanita sesungguhnya, sementara kamu adalah laki-laki jadi-jadian," cibir Clara.     

Clara sudah memancing emosi Bara, dalam satu sentakan kuat ia menjambak rambut Clara. "Aw...sakit," rintih Clara kesakitan.     

"Kau yang mulai duluan. Aku tidak pernah mengganggumu, tidak pernah," kata Bara dengan suara bariton.     

"Kau yang duluan mengganggu kami," kata Clara setelah melepaskan diri dari Bara.     

"Jika kau tidak mengusik papa, aku pun tidak akan mengusikmu."     

"Papa kamu juga pernah mengusikku. Jangan sok suci, aku hanya membalas perbuatannya."     

Egi jengah melihat pertengkaran antara Bara dan Clara.     

"Sudahlah. Hentikan Clara! Jangan bicara lagi. Dari percakapan ini gue tahu lo ternyata cuma manfaatin gua. Lo sebenarnya enggak bantu gue tapi membantu bokap lo."     

"Egi, lo harus buka mata, buka telinga, buka pikiran lo. Lo tidak seharusnya mencintai dia. Suatu saat lo akan sadar siapa orang yang sangat mencintai lo. Gua sangat mencintai lo bukan ketua dewan terlaknat itu," suara cempreng Clara menyindir Bara.     

"Kau jaga batasan Clara," ujar Bara akan menampar Clara, namun tangan seseorang mencegahnya.     

"Bos jangan lakukan itu,biar aku saja yang memberi perempuan ini pelajaran," kata Dian meletakkan makanan yang diambilnya untuk Bara ke atas meja.     

"Benar-benar mencari masalah. Jika di Padang kalian bisa lepas dari orang-orangku, tapi kali ini aku tidak akan melepaskan kalian," ucap Dian mengancam.     

"Hei lo siapa?" cibir Clara. "Cuma asisten tapi lagaknya seperti nyonya rumah."     

" Apa maksud lo?" Dian naik pitam.     

"Lo bersikap layaknya nyonya Aldebaran. Mengenaskan sekali capek-capek mengikuti dia bertahun - tahun tapi nyatanya dia menikah dengan orang lain," kata Clara mencibir.     

"Clara jaga ucapan lo," balas Dian. Tak mempedulikan keadaan sekitarnya Dian mengambil segelas wine dan menyiramnya ke wajah Clara.     

Gadis manja dan pecicilan itu mengamuk karena baju pestanya basah dan penampilannya berantakan.     

"Lo benar-benar menyebalkan. Gue akan membuat perhitungan dengan lo."     

"Silakan saja aku tidak takut sama sekali. Sekali lagi kamu mengusik bos aku bersumpah akan memberimu pelajaran."     

Dian menatap Egi, seolah ingin memakannya.     

"Dan lo Egi jauhi Bara mulai detik ini."     

"Hai ular putih, apa hak lo melarang gue menjauhi Bara?" Egi naik darah dan tak terima disuruh meninggalkan Bara.     

"Lo hanya asistennya bukan istrinya," cecar Egi lagi.     

"Dila telah meninggalkan Bara berarti kesempatan gue untuk kembali ke sisi Bara semakin besar."     

"Jangan mimpi. Bos tidak akan pernah kembali pada lo."     

"Satu hal yang perlu kau ketahui Bara itu milikku, sekali milikku, tetap milikku."     

Dian tersenyum evil menatap Clara dengan tatapan mencibir dan merendahkan.     

"Ternyata ada wanita yang lebih malang di dunia ini. Wanita itu mencintai seorang pria gay, tapi sayang sang pria sangat mencintai pasangan prianya," sarkas Dian.     

"Lo menyindir gue?" Clara tak terima.     

"Yang merasa saja," balas Dian ketus.     

Clara tak terima di cemooh. Ia menjambak rambut Dian hingga tatanan rambut Dian berantakan. Tak hanya itu, Clara mengambil makanan yang dibawa Dian dan menumpahkannya di gaun Dian. Keributan tak dapat dihindari. Clara dan Dian saling jambak, pukul dan tendang. Dasar Dian jago bela diri, ia menonjok hidung Clara hingga berdarah. Tangisan Clara menggema seantero ballroom. Mereka jadi pusat perhatian. Egi sudah kewalahan melerai pertengkaran mereka. Para tamu beranggapan jika Clara dan Dian bertengkar karena memperebutkan Egi.     

Bara mengabaikan mereka. Saat ini yang ia inginkan adalah menemukan Dila dan membawanya pulang ke rumah. Bara merengsek di antara kerumunan orang-orang yang menyaksikan pertengkaran Clara dan Dian. Wajah keduanya sudah tak berbentuk lagi. Clara paling babak belur dalam pertengkaran ini karena Dian menghajarnya.     

Sudut mata Bara menemukan sosok wanita dalam balutan dress hitam selutut. Melangkah perlahan-lahan mendekati sang wanita. Saat mencapai pintu ballroom, Bara mengulurkan tangan untuk menyentuk bahu sang wanita di depannya.     

"Dila!"     

Sosok wanita yang ada di depannya tertegun lalu menoleh. Kekecewaan menghantam diri Bara melihat wanita yang di depannya bukanlah istrinya.     

"Aku bukan Dila," kata wanita itu.     

"Maafkan aku. Aku salah orang," kata Bara dengan suara serak.     

Bara menarik napas panjang lalu meneruskan langkahnya ke dalam ballroom. Terdiam cukup lama Bara baru sadar jika ada keributan. Bara segera merengsek masuk melihat kerumunan orang-orang. Ia melihat Clara dan Dian bertengkar. Egi sudah kewalahan melerai, bahkan Egi memeluk Clara agar tak lagi bertengkar dengan Dian.     

Bara geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya yang seperti anak kecil. Dalam satu gerakan cepat, ia menggendong Dian meninggalkan ballroom. Para tamu menyaksikan mereka namun tak berani bersuara.     

"Bos turunkan aku. Aku harus memberi Clara pelajaran."     

Bara menurunkan Dian di lorong sepi.     

"Sudah Dian. Cukup! Clara sudah babak belur. Jika kau terus menghajarnya Wira Setiawan bisa membunuhmu."     

Dian dan Bara duduk di dekat kolam air jernih dan menatap bulan yang bersinar di langit. Terdiam cukup lama, Dian mengajak Bara bicara.     

"Bos kelihatan sedih sekali. Apa sangat merindukan Dila?"     

Bara menoleh, terdiam cukup lama. Ia tak memberi jawaban. Dian pun maklum jika Bara malu mengakui perasaannya.     

"Bos tidak bisa membohongi aku. Bos merindukan Dila bukan?"     

"Apa kamu ingin menyalahkan aku atas kepergian Dila?"     

"Aku rasa Dila akan kembali jika bos mau kembali ke kodrat. Dari surat Dila aku paham. Dia ingin bos straight."     

"Apa?" Bara mengelus wajahnya kasar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.