Part 323 ~ CEO Harapan
Part 323 ~ CEO Harapan
Dila telah menyatakan cinta padanya. Suami mana yang tidak tersanjung dan terharu jika dicintai oleh istrinya. Mereka saling mencintai dan sudah berani mengungkapkan perasaan masing-masing. Ungkapan cinta dari Dila merupakan hadiah paling mahal yang pernah Bara dapatkan. Perjuangannya tidak sia-sia dan cintanya telah berbalas.
Bara menciumi puncak kepala istrinya. Setelah itu ciumannya turun ke pipi Dila. Rasa sayang dan cinta yang dimilikinya semakin besar pada Dila. Semakin hari semakin bertambah. Bara bersyukur karena telah di jodohkan dengan wanita sehebat Dila. Andai saja Herman dan almarhum Ranti tidak memaksanya menikahi Dila, mungkin ia mau pun Egi tidak akan berada di titik ini. Menjadi lelaki normal dan kembali ke kodrat.
Bara gemas menciumi pipi istri terus-terusan hingga membuat Dila protes.
"Sayang sudah ciumnya." Bara mengelap pipinya.
"Kenapa?"
"Kamu kayak palasik."
"Gapapa palasik asal bisa cium kamu terus," balas Bara sekenanya memainkan rambut Dila.
"Bucin ya sayang." Dila meledek suaminya.
"Aku gapapa dibilang bucin. Kebucinan aku bukti sayang dan cinta sama kamu. Terima kasih telah mencintaiku sayang."
"Jangan berterima kasih karena sudah seharusnya seorang istri mencintai suaminya."
"Dila," panggil Bara lirih.
"Iya." Dila mendongak melihat suaminya.
"Apa kamu sudah memaafkan papa?" Tanya Bara hati-hati.
Dila terdiam dan tak menjawab pertanyaan Bara. Dila mengerjap dan melamun. Entah kenapa rasanya masih sakit dibohongi, walau sekarang ia telah mencintai suaminya. Andai Herman tak menjodohkan mereka mungkin hal-hal buruk yang menimpanya belakangan ini tidak akan terjadi. Namun Dila kembali percaya pada takdir.
Mungkin inilah jodoh yang terbaik dikirimkan Tuhan untuknya. Jika tak menikah dengan Bara ia tak akan sekuat sekarang. Jika tak menikah dengan Bara mungkin laki-laki itu masih berbuat maksiat dan berhubungan Egi, bahkan mereka akan gay seumur hidup. Jika tak menikah dengan Bara, ia tak akan sabar, sabar dalam menghadapi ujian memiliki suami seperti Bara.
Dila telah memetik hasil dari kesabarannya. Bara sudah straight, bertaubat bahkan sangat mencintainya. Bara melindunginya melebihi nyawanya sendiri.
Bara masih menunggu jawaban Dila dengan perasaaan deg-degan. Berharap jika istrinya telah memaafkan papanya. Bara tak menyalahkan papanya atas pernikahan ini. Bara bersyukur dipaksa menikah dengan Dila.
"Sayang." Bara mengelus lengan Dila.
"Ya sayang." Dila sadar dari lamunannya. "Maaf aku melamun."
"Jika kamu belum bisa memaafkan papa tidak apa-apa. Lupakan pertanyaanku." Bara mengalah dan tak mau memaksa. Bara sudah tahu sifat istrinya. Dila tak suka dipaksa dan ditekan, malah ketika dipaksa Dila akan membangkang.
"Aku sudah memaafkan papa," ucapnya cepat. "Jika aku menerimamu berarti aku telah memaafkan papamu."
Bara terharu sampai meneteskan air mata. Akhirnya Dila memaafkan papanya. Bagaimana pun Herman perantara hubungan mereka. Bara tak bisa membiarkan istri dan papanya tidak akur semenjak kematian mamanya.
"Kenapa menangis sayang?" Dila kaget dengan reaksi suaminya.
"Akhirnya kamu memaafkan papa," balas Bara terisak menghapus air matanya.
"Tidak perlu menangis." Dila mengusap pipi suaminya lembut.
"Terhura sayang," cebiknya bak seorang gadis.
"Terharu." Dila meralat ucapan Bara. Ia merentangkan tangan dan meminta Bara memeluknya.
Dua sejoli itu berpelukan dalam suasana haru. Dila mengelus punggung suaminya. Menepuk-nepuknya seakan memberikan perlindungan.
"Besok kita temui papa dan menginap disana," ucap Dila melepaskan pelukannya. "Aku akan bicara dengan papa."
Bara memegang kedua tangan istrinya lalu mengecupnya dengan penuh cinta.
"Lucky to have you," ucap Bara membuat Dila melayang ke langit ke tujuh.
"Love you more," balas Dila.
"Apa pun yang terjadi jangan pernah tinggalkan aku sayang," pinta Bara memelas.
"Kenapa berkata seperti itu?"
"Entah kenapa aku takut saja jika kamu meninggalkan aku. Cukup sekali lari ke Perth kemarin," balas Bara terkekeh.
"Aku tidak akan meninggalkan kamu sayang kecuali kamu berulah dan kembali pada tabiat lamamu."
"Aku tidak akan mengulangi perbuatan terkutuk itu sayang. Aku berjanji padamu. Demi langit dan bumi aku bersumpah tidak akan mengulangi perbuatan laknat itu." Bara mengucapkan sumpahnya seraya memegang kepala Dila.
Dila meneteskan air mata karena terharu. Suaminya telah berubah menjadi orang yang baik.
"Berjanjilah tidak mengotori tangan ini dengan darah siapa pun. Jangan pernah lagi melakukan kejahatan sayang. Aku akan membenci kamu jika tangan ini melakukan kejahatan," ucap Dila membelai tangan Bara.
Dila sengaja mengatakannya karena dia tahu jika suaminya akan balas dendam pada Zico karena telah memperkosanya di masa lalu. Dila tak ingin Bara membalas dendam pada Zico karena pada hakikatnya urusan balas membalas bukanlah urusan manusia. Tuhan yang akan memberikan hukuman atas kesalahan manusia.
"Apa maksud kamu mengatakannya sayang?" Bara merasa terjebak dengan ucapan istrinya.
"Aku tidak ingin kamu membalas dendam."
"Apa maksudnya?" Mata Bara mendelik tajam.
"CEO Harapan benar-benar Zico pelaku pemerkosaan kalian."
Bummmmmm...
Ucapan Dila bak galaksi yang meledak di angkasa. Menghancurkan dan menggetarkan. Bara tak dapat menyembunyikan kekagetannya.
"Da-darimana kamu tahu?" Tanya Bara dengan bibir bergetar.
Dila mengambil smartphone dan memperlihatkan fotonya bersama Zico dan rekan kerja setelah mengadakan meeting. Bara melihatnya tanpa berkedip sedikit pun.
"Darimana kamu tahu dia benar-benar Zico?"
"Sikapnya berubah padaku setelah tahu aku istrimu."
"Bagaimana bisa dia tahu kamu istriku?" Bara masih dalam mode shock dan tak percaya.
"Televisi menayangkan kamu menerima pendemo Dharmasraya. Kala itu kami menontonya saat meeting dengan Zico. Teman-teman meledekku karena kamu tampil di TV."
"Kamu tadi menjebakku Dila?" Bara menggeram kesal.
"Aku tidak menjebakmu sayang," ucap Dila dengan mata berkaca-kaca.
"Aku tahu perbuatan Zico tidak dapat dimaafkan, tapi dendam tidak akan menyelesaikan semuanya. Hanya akan menambah luka baru dan sakit hati. Aku tidak mau kamu mengotori tanganmu. Ingat kata Ali bin Abi Thalib, balas dendam terbaik adalah menjadikan dirimu lebih baik. Jika kamu membalas dendam itu sama saja kamu jahatnya dengan Zico. Urusan balas membalas bukanlah urusan manusia, biarkan tangan Tuhan bekerja menghukum hambanya yang berdosa."
"Tapi aku tidak bisa terima Dila." Bara menjambak rambutnya kasar. Baru saja memulai rencana balas dendam dengan Dian, namun Dila telah melaranganya.
"Dosa tak perlu dibalas dengan dosa. Dendam tidak akan menjadikanmu bahagia namun hanya akan membuatmu terluka. Dengarkan aku sayang. Aku melarang demi kebaikanmu. Sifat pendendam hanya akan menjauhkan kamu dari Tuhan dan kamu akan kehilangan akhlak. Apa itu yang kamu inginkan?"