Jodoh Tak Pernah Salah

Part 411 ~ Pengorbanan Dila



Part 411 ~ Pengorbanan Dila

0Dila kembali ke kamar perawatan Herman dengan perasaan yang tak karuan. Ia menghapus air matanya dan bersikap seperti tak ada kejadian apa-apa. Pembicaraan dengan Iqbal menyesakkan dadanya. Iqbal sudah tak seperti kakak yang ia kenal. Tak ada sifat melindungi seperti dulu. Ayah berhasil mempengaruhi Iqbal hingga tega melakukan semua ini.     

Herman bangkit dari ranjang hendak mengambil minum. Tenggorokannya kering. Dila dengan cepat mengambil gelas dan mengisinya dengan segelas air. Dila memberikannya pada sang mertua.     

"Terima kasih Dil."     

"Sama-sama pa. Seharusnya papa bangunkan Alvin kalo mau minum."     

"Dia ngantuk Dil. Makanya papa enggak mau ganggu dia tidur. Kamu darimana?"     

"Dila dari kantin pa. Lapar. Papa mau roti?" Dila menawarkan roti yang ia beli di kantin.     

"Enggak usah Dil. Papa masih kenyang. Papa cuma haus saja kok. Bara belum balik?"     

"Belum pa. Kayaknya ada urusan penting yang harus mereka selesaikan."     

"Bara memang selalu sibuk kayak gitu. Kalo kerja lupa waktu. Workholic banget dia."     

"Sebagai bos dari banyak perusahaan emang kayak gitu pa. Dila ngerti kok. Ditangan dia nasib para karyawan bergantung. Banyak orang menggantungkan hidup dari perusahaan yang dipimpin Bara."     

"Kamu istri pengertian Dil."     

"Sudah seharusnya seperti itu pa. Aku harus mendukung dia."     

"Kamu tidak cemburu sama Dian?"     

Dila tertawa terkekeh, "Mana mungkin aku cemburu pa. Aku tahu hubungan mereka. Bara menganggap Dian sebagai adik. Dian menganggap Bara seperti kakak. Aku bisa melihat bagaimana interaksi mereka berdua. Tak ada yang perlu dicemburukan pa."     

"Syukurlah kamu mengerti. Papa takut kamu akan cemburu melihat kedekatan mereka."     

"Mereka sudah lama dekat pa. Bahkan lebih dulu Dian kenal Bara daripada aku. Aku tahu bagaimana Bara pa."     

"Papa senang jika kamu tidak memiliki prasangka buruk. Papa takut kamu dipengaruhi orang lain dan menggoreng isu kedekatan mereka agar hubungan kalian renggang. Sampai kapan pun papa enggak rela jika Bara dan kamu pisah. Papa tahu jika Iqbal dan Defri ingin memisahkan kalian. Bara dianggap mencemarkan nama baik keluarga," ucap Herman beruraian air mata.     

Hati Dila merasa tercabik dan teremas kala mendengar ucapan papa 'Sampai kapan pun papa enggak rela jika Bara dan kamu pisah.'     

Rasa nyeri dan ngilu menyergap Dila. Entah kenapa firasat Herman sangat kuat. Apakah ini insting seorang ayah? Dila menelan ludah. Tak bisa berkata apa-apa. Dia berusaha menyembunyikan luka yang ada di hatinya. Tak lama kemudian Bara datang bersama Dian. Mereka tak datang berdua. Mereka juga bersama dokter Redi dan perawat.     

"Melihat kondisi Bapak. Sudah mulai sehat. Hari ini Bapak sudah boleh pulang."     

"Benarkah dokter?" Wajah Herman sumringah.     

"Tubuh Bapak sudah bersih dari racun. Perawatan selanjutnya bisa di rumah. Saya akan resepkan obat buat Bapak sebelum pulang."     

"Terima kasih Pak," balas Herman.     

Dokter Redi dan perawat pun keluar dari ruangan itu.     

"Alhamdulilah papa udah bisa pulang. Kami akan temani papa sampai sembuh. Iya kan sayang?" Bara menatap Dila.     

"Benar papa." Dila sok bahagia padahal hatinya menangis dan menjerit.     

Dian mengemasi barang-barang Herman. Dila melihat Dian seperti anak perempuan Herman. Dia begitu telaten mengurus Herman seperti mengurus orang tuanya sendiri. Dila bahagia melihat Dian yang selalu setia bersama keluarga suaminya.     

Mereka makan malam bersama. Hari ini ART sudah menyiapkan menu spesial menyambut kepulangan majikan mereka. Semuanya berkumpul, bercanda tawa dan gembira. Dila memutuskan untuk istirahat lebih dulu karena badannya tidak enak.     

Bara mengantarnya ke kamar dan membantunya berbaring di ranjang. Bara menyentuh kening Dila.     

"Tak panas." Bara berkata. "Apa ini efek embrio itu sayang? Bukankah besok kita melakukan test pack memastikan kamu hamil apa tidak?"     

"Benar." Dila menggenggam tangan Bara dan menciumnya.     

"Semoga kita mendapatkan hasil yang baik."     

"Amin."     

Bara mengecup kening Dila lalu ia mencium perut datar Dila. Entah anak itu sudah ada atau belum.     

"Pasti kamu kecapekan karena ada tiga embrio yang berjuang dalam rahim kamu."     

"Sepertinya begitu. Tapi aku bahagia. Ada anak kamu disini." Dila mengelus perutnya.     

"Aku tak sabar mengetahui hasilnya besok."     

"Sama. Aku juga sayang. Tidurlah di sebelahku. Temani aku tidur," pinta Dila memelas.     

Bara mengikuti keinginan Dila. Entah kenapa Bara melihat ada yang berbeda dari istrinya. Bisa jadi ini permintaan si kecil. Bara sangat yakin jika Dila telah mengandung buah cinta mereka.     

Dila memeluk Bara dengan erat. Satu kakinya menindih tubuh Bara.     

"Maaf aku manja sayang." Dila meminta maaf karena tidak enak.     

"Tidak apa-apa. Aku malah senang melihat kamu manja seperti. Aku merasa dibutuhkan dan dicintai."     

"Aku sangat mencintai kamu."     

"Aku juga mencintai kamu Dila." Bara kembali mengecup kening Dila.     

"Bahagia dicintai," ucap Dila dengan wajah berbinar-binar. "Tadi kemana sama Dian?"     

"Kami mau mengecek sesuatu."     

"Cek apa?" Tanya Dila kepo.     

"Tidak usah kamu tahu. Kamu tidak boleh banyak pikiran."     

"Cerita dong sayang. Kenapa enggak mau cerita." Tiba- tiba Dila menangis, membuat Bara merasa bersalah.     

"Sayang kenapa nangis. Cup….cup…."     

"Kenapa enggak mau cerita sama aku. Biasanya kamu cerita aja."     

"Aku enggak mau bebani pikiran kamu."     

"Aku tidak apa-apa. Berbagilah denganku sayang."     

"Kami menyelidiki siapa yang telah menaruh kalajengking di taman. Mereka sengaja menaruhnya," ucap Bara membuat Dila gemetar.     

Dila tahu siapa pelakunya, namun jika ia cerita bisa jadi Bara marah besar dan melakukan pembalasan yang lebih sadis. Bara akan membalas orang yang mencelakainya dengan kejam. Kasus anggota dewan kasus teranyar dan terviral sepanjang masa. Suamiya begitu menyeramkan ketika menghancurkan para dewan yang ingin merampas jabatannya. Dila membenamkan kepalanya di dada Bara. Ia tak ingin Bara tahu perubahan sikapnya. Dila menciumi aroma tubuh Bara dengan rakus, ia sadar tak akan bisa lagi mendekap Bara dan memeluknya seperti ini.     

Pertemuan Daranila dengan Iqbal membahas hal tentang Bara. Dila menyetujui usul dari Iqbal demi melindungi suaminya. Dila tak akan membiarkan orang-orang menghancurkan suaminya. Pengorbanan ini sangat berat namun ia harus melakukannya demi kebaikan bersama.     

"Apa kalian sudah tahu siapa yang melakukannya?"     

"Belum. Tapi kami pasti akan menemukannya. Tikus sekali pun tak akan lolos dari Aldebaran.     

Dila mencengkram lengan Bara, "Berjanjilah padaku tidak akan melakukan hal-hal seperti itu. Aku tidak ingin kamu menjadi pembunuh sayang. Jika ingin berubah jangan setengah-setengah. Perbanyaklah sabar."     

"Aku menempatkan sesuatu berdasarkan porsinya sayang. Kadang jika kita diam mereka akan melunjak dan menganggap kita lemah. Sesekali harus diberi pelajaran. Aku tidak akan membunuh mereka, hanya sekedar memberi pelajaran."     

Dila berharap sampai kapan pun Bara tidak akan tahu siapa yang telah melakukannya. Dila tak ingin Bara dan Iqbal berseteru. Dila bimbang pada siapa harus memihak jika keduanya berseteru. Satu suami dan satunya kakak kandungnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.