Aku Mencintaimu, Selamat Tinggal (4)
Aku Mencintaimu, Selamat Tinggal (4)
Untuk sesaat kepalanya terasa kosong.
Bahkan tangan dan kakinya seperti mati rasa.
Kemudian ia menyalakan ponsel itu sembari terus melihat ke arah layar. Tapi jelas, tatapan itu seolah melukai matanya.
Napasnya pun hampir membeku.
Dan setelah Leng Yunchen berhasil menyalakannya, ia langsung memasukkan kata sandi yang bisa ia ketahui begitu saja. Seperti yang diharapkan, ia berhasil masuk tanpa hambatan.
Kini, hati Leng Yunchen semakin tenggelam.
Sungguh, ponsel yang sesungguhnya telah ditemukan. Tapi jika boleh jujur, ia lebih suka jika tidak menemukannya.
Karena meskipun ia sudah menebak dan memprediksi, tapi ketika hal itu benar-benar terjadi, hatinya masih tetap dikejutkan hingga jantungnya berdetak tak terkendali.
Rasa takut seketika muncul dan hawa dingin menjalar dari bawah kaki menuju ke punggung.
Xiaomo.
Akhirnya, ia mengerti segalanya setelah melihat ponsel ini. Benda penting milik Profesor Han sebelum ia meninggal ternyata disembunyikan di ponsel ini, yang sengaja diselipkan pada adiknya.
Apalagi setelah turun dari pesawat, barang-barangnya ada di sini. Jadi mana mungkin adiknya tidak tahu yang sebenarnya?
Tapi ia sama sekali tidak pernah memberitahunya.
Karena hal ini akan menyebabkan kematian. Itulah kenapa gadis kecil itu menyembunyikannya dan tidak ingin ia tahu.
Tapi—-
Leng Yunchen kini memegang ponselnya dengan erat dan saat itu ia segera membuat panggilan telepon untuk seseorang.
Jelas, siapa lagi jika bukan Xiaomo.
Hanya saja, kali ini.
Giliran Leng Xiaomo yang tidak menjawab. Lebih tepatnya, dimatikan.
Mau tak mau, Leng Yunchen menekan telepon beberapa kali berturut-turut tetapi panggilannya tetap tidak terhubung. Sampai pada akhirnya, ia meninju dinding dengan pukulan keras sambil mengutuk keras, "Sialan!"
Ia bergegas keluar dengan ransel adiknya dan langsung menyeberang jalan. Tanpa memedulikan apapun lagi, ia pun bergegas pergi dengan motornya. Namun kali ini, ia tidak langsung kembali ke markas pangkalan militer, melainkan menuju ke bandara.
Leng Yunchen tahu bahwa adiknya masih menonton konser dan pesawat menuju ke Amerika baru akan berangkat malam nanti, jadi ia hanya ingin menunggu di sana.
Benaknya terus bertanya-tanya, kenapa Leng Xiaomo tidak memberitahunya? Kenapa ia begitu bodoh? Ia mencoba untuk menyelesaikan hal sepenting ini sendiri!?
Entah kenapa, Leng Yunchen benar-benar merasa gila dan marah.
Saat ini pun, ponselnya terus berdering. 20 menit telah berlalu, sementara orang-orang di pangkalan militer telah menunggunya.
Tapi mungkin hanya Leng Yunchen yang tahu bahwa mereka tidak perlu pergi.
Apa yang dikatakan sebagai bukti itu benar-benar palsu!
Ya, seseorang berniat membunuh mereka.
Jadi sekarang, pikirannya sangat kalut. Ia mengemudi sepanjang jalan menuju ke bandara dengan perasaan cemas sekaligus khawatir. Bahkan kini, ia bisa memikirkan segalanya dengan lebih jernih.
Sekarang ia tahu bahwa wanita bernama Lin Qingya jelas bukan penumpang biasa.
Mata dingin Leng Yunchen dari balik helmnya sedikit menyempit dan memancarkan kilatan yang tak terdefinisikan.
Sungguh, ia benar-benar telah membiarkan wanita itu lolos hari ini!
Kemudian, ketika Leng Yunchen menghubungi markas militer, ia memberikan perintah dengan dingin, "Semuanya, tidak ada yang diizinkan untuk bertindak tanpa izin!"
Tanpa membuang waktu lagi, Leng Yunchen bergegas ke bandara sembari berharap jika semuanya akan berjalan tepat waktu
Tentu saja, ia harus menunggu adiknya dan menanyakan semua hal yang telah ia alami.
Bahkan meski ia mengatakan jika dirinya tidak akan pernah peduli padanya lagi
Namun, kenyataan adalah kenyataan. Leng Xiaomo tetaplah adiknya. Tidak peduli seperti apa dirinya, ia tidak bisa mengabaikannya. Ya, ia tidak bisa melakukannya sama sekali.
Tentu ia tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada adiknya. Terlebih lagi, ia tidak bisa membiarkannya jatuh ke tangan musuh!