Dia Bukan Lagi Adikku (2)
Dia Bukan Lagi Adikku (2)
Tapi sekarang, ia merasa bahwa hal terpenting baginya telah berubah.
Nyawa adiknya dalam bahaya dan tidak ada yang lebih penting daripada itu sekarang.
Jadi kali ini, Leng Yunchen tidak bisa bertindak gegabah.
Namun, tidak berarti bahwa ia akan secara langsung menyerah atas kasus pelik ini, juga ia masih akan mengadili para penjahat yang pantas mempertanggung jawabkan ini semua.
Hanya saja, strateginya perlu diubah.
Kemudian, Leng Yunchen mengeluarkan ponselnya dan memasukkan kartu baru ke dalamnya.
Lalu ia memutar salah satu nomor yang terdaftar.
Di sana, telepon terhubung setelah dua deringan.
"Halo siapa ini?"
Suara yang begitu dewasa dan lembut terdengar setelahnya.
"Ayah," ujar Leng Yunchen sambil mengerutkan kening samar.
Ya.
Pangkatnya sendiri memang tidak cukup, tetapi pangkat ayahnya sudah menjadi jenderal. Meski orang itu sangat kuat, tapi dengan pangkat yang dimiliki ayahnya, maka orang-orang itu akan dapat diatasi dengan mudah. Apalagi keluarganya adalah keluarga dari beberapa generasi orang Jun dan fondasinya telah terpatri sangat dalam, yang tidak dapat diguncang oleh orang biasa.
Namun.
Meski ia sudah menjadi kolonel senior di ketentaraan, tapi ia bisa mencapai level ini dengan kemampuannya sendiri sejak awal, tidak bergantung pada ayahnya sama sekali. Karena itu, tidak ada yang tahu bahwa ia adalah putra Jenderal Leng Jue kecuali rekan-rekan seperjuangannya yang sangat akrab dengan ayahnya.
Bahkan tidak peduli seberapa sulit dan berbahayanya kasus sebelumnya, ia harus menyelesaikannya sendiri.
Tapi kali ini, ia tidak punya banyak waktu. Permasalahan Xiaomo adalah "kecelakaan" di luar tugas yang ditentukan, tetapi itu juga lebih penting baginya.
Jadi ia harus memberikan bukti langsung kepada ayahnya agar beliau bisa menangani kriminal internal ini.
Sementara ia sendiri yang akan mencari Xiaomo.
Jadi hari itu, Leng Yunchen menelpon ayahnya untuk menjelaskan kasus itu secara rinci. Tak lupa, ia juga mengirimkan bukti itu kepada ayahnya.
Tentu ayahnya masih sangat terkejut sekaligus tidak mengerti mengapa ia tidak menanganinya sendiri.
Namun, Leng Yunchen tidak menjelaskan kali ini, karena orang-orang dari organisasi itu adalah orang-orang yang tidak bermoral di dunia internasional, terlebih untuk kepentingan mereka. Jika ayah mereka tahu tentang Xiaomo, maka ia pasti akan sangat khawatir.
Dan Leng Yunchen tidak bisa membiarkannya.
Jadi Leng Yunchen berusaha tetap menghadapinya dengan santai dan langsung melompati barisan untuk meminta ayahnya menyerang penjahat inti.
Sedang dirinya pergi menunggu Xiaomo turun dari pesawat besok. Pertama-tama ia memastikan adiknya aman, baru kemudian mencoba untuk mengejar organisasi kriminal itu!
"Tumor ganas" semacam itu seharusnya tidak pernah ada.
Dan itu juga menjadi salah satu tugasnya untuk membasmi mereka.
Setelahnya, Leng Yunchen segera menutup telepon.
Kini, ia bersandar sedikit ke kursi belakang dengan kelopak matanya yang berkedut tanpa bisa dijelaskan. Ia pun mencubit bagian tengah alisnya dengan diselimuti perasaan tidak nyaman.
Lagi-lagi ia mengeluarkan ponselnya.
Untuk kembali membaca pesan singkat yang dikirimkan Leng Xiaomo sebelumnya.
Sesaat setelah pesan itu terbaca dengan teliti, Leng Yunchen jatuh ke dalam meditasi yang panjang.
(Kak, aku mencintaimu. Aku mencintaimu sepanjang hidupku. Aku tidak bisa mengubahnya. Selamat tinggal.)
Ia, benar-benar… mencintainya, sepanjang hidupnya?
… dan bukan hanya sekadar obsesi sesaat?
Waktu seolah berhenti berdetak!
Kembali Leng Yunchen melihat pesan itu dalam-dalam. Setelah cukup lama, ia perlahan menggosok matanya, yang tampak ada sedikit ejekan diri di kedalaman matanya.
Ia telah menangani banyak kasus selama bertahun-tahun dan ia pikir dirinya bisa membaca hati orang dengan sangat baik.
Tapi mengapa ia justru tidak bisa melihat bahwa Leng Xiaomo selalu mencintainya?!