Orang Tua Menangkap Kecurigaan (1)
Orang Tua Menangkap Kecurigaan (1)
Dua kata itu seolah ditujukan bukan hanya orang tuanya, tetapi juga... gadis kecil itu, dan untuk…
Untuk dirinya sendiri
Karena mungkin sebenarnya ia bisa bersantai dan pergi besok, tapi jika tetap tinggal… apa yang akan ia lakukan?
Ayah akan menemani ibu di rumah sakit malam ini, sementara ia akan membawa Leng Xiaomo pulang dan tinggal di rumah, namun…
Mereka bukan lagi kakak adik yang memiliki hubungan sederhana seperti sebelumnya, jadi ia tidak bisa tinggal lebih lama.
Leng Yunchen pun hanya tersenyum tipis saat mengatakan ini.
Sedangkan Leng Xiaomo hanya menatapnya sembari berkedip beberapa kali di tempat. Ada banyak hal yang sebenarnya ingin ia katakan, tetapi dengan keberadaan orang tuanya di sini, ia tidak bisa mengatakan apa-apa, tidak sepatah kata pun.
Sampai akhirnya, ia hanya bisa berbalik untuk membelakangi Leng Yunchen.
Jika ingin pergi, pergi saja.
Leng Xiaomo tahu bahwa kakaknya pasti sudah muak dengan cintanya yang tidak wajar dan ia tahu bahwa pria itu ingin melarikan diri ke kota yang jauh, sehingga meski ia mengalami kecelakaan sekali pun, Leng Yunchen pasti tidak akan terlalu mempedulikannya karena ia merasa tidak memiliki hubungan apa pun dengannya.
Lagi pula, ia sangat takut jika dirinya akan terlibat.
Leng Xiaomo sendiri tahu bahwa cepat atau lambat mereka akan berpisah, tetapi ia tidak menyangka perpisahan itu akan terjadi dengan begitu tiba-tiba.
Hanya dalam beberapa jam tersisa, Leng Yunchen akan meninggalkan dirinya. Bukan hanya ke kota lain, melainkan mereka tidak akan berada di satu negara, tidak di belahan bumi yang sama... Entahlah, ia tidak tahu kapan pertemuan mereka berikutnya dan apa yang akan terjadi selama masa-masa itu.
"Nak, kenapa kamu terburu-buru... Kamu tidak ingin berada di rumah sama sekali…?"
Di saat ibunya kembali membuka suara, Leng Xiaomo tidak bisa lagi mendengarnya dengan jelas. Ya, kabut di matanya telah mengaburkan pandangan. Dan kini, ia hanya tahu bahwa perasaannya benar-benar akan berakhir tak bersisa.
Ia mencintai kakaknya selama bertahun-tahun, secara diam-diam, tetapi pada akhirnya, hanya ia yang tahu betapa besar cintanya.
Satu-satunya orang yang bisa ia andalkan kini hanyalah dirinya sendiri.
"Xiaomo, Xiaomo…?"
Di saat ibunya memanggil namanya, barulah Leng Xiaomo berhasil kembali menguasai diri, tiba-tiba ia bangkit dari tempat duduknya dan berkata dengan suara yang sedikit serak, "Ada apa, Bu?"
Ibu Leng menatapnya dengan sorot keterkejutan, "Kenapa kamu tiba-tiba menangis, apa yang terjadi?"
Air mata Leng Xiaomo jatuh seperti layang-layang dengan garis putus-putus pada satu waktu. Tidak peduli bagaimana ia menyekanya, linangan itu seolah tidak bisa dihentikan. Tetapi meskipun demikian, ia masih bersikeras, "Tidak, aku baik-baik saja."
Baru di saat itu, ibu Leng beralih memandang putranya.
Matanya yang sangat indah menatap serius.
Leng Yunchen juga hanya diam saat ini. Ia tidak tahu harus berkata apa dan tidak bisa mengatakan apa-apa.
Bibir Gu Liang akhirnya mengerucut dengan lembut, bahkan sorot matanya menjadi semakin intens. Tidak mungkin jika ia tidak dapat melihat bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan kakak beradik ini.
Sementara ayah yang dingin itu sepertinya juga menyadari sebuah petunjuk. Tanpa pikir panjang, ia segera mengambil alih keadaan, "Yunchen, keluar!"
Setelah itu, ayah Leng memimpin untuk berjalan lebih dulu.
Tidak ada perlawanan. Bahkan Leng Yunchen sendiri sudah bisa menebak apa yang akan ditanyakan ayahnya.
Dan begitu kedua orang itu pergi, hanya ibu dan anak perempuannya yang tersisa di dalam bangsal.
Dengan lembut, Gu Liang menarik tangan Leng Xiaomo untuk memintanya duduk di sampingnya, sedang ia bersandar di kepala tempat tidur. Setelah Leng Xiaomo membantunya duduk, ia mendengar ibunya perlahan bertanya, "Nak, kamu sedang marah dengan kakakmu?"
Sontak Leng Xiaomo tertegun sesaat, baru kemudian dengan perlahan ia pun menggelengkan kepala.