Kak, Aku Mencintaimu (4)
Kak, Aku Mencintaimu (4)
Terutama ketika tanpa sengaja tatapan mereka bersirobok, mereka seolah menghindari pandangannya.
Seketika itu juga, sorot mata Leng Yunchen berubah. Terlebih, saat giliran Leng Xiaomo melakukan pemeriksaan setelah dirinya. Ia berdiri menunggu, dengan mata terus memerhatikan gerakan orang-orang di belakangnya, karena takut seseorang akan diam-diam menyerang adiknya.
Karena baik ia maupun Leng Xiaomo tidak membawa barang bawaan apa pun dalam perjalanan ini, jadi begitu turun dari pemeriksaan keamanan, Leng Yunchen langsung menariknya pergi dengan cepat.
Mau tak mau Leng Xiaomo berjuang untuk menyingkirkannya, tetapi Leng Yunchen justru mengeluarkan borgolnya lagi dan kembali memborgolnya tanpa ampun.
"Apa kamu gila? Bukankah pembicaraan kita sudah selesai!" ucap Leng Xiaomo dengan teriakan tertahan.
Hingga berhasil menarik perhatian beberapa orang yang ada di sekitar.
Alhasil, Leng Yunchen menekan bahunya sambil berucap tegas kata demi kata, "Beri aku sedikit kedamaian. Jika kamu tidak naik pesawat itu dan diawasi oleh mereka, akankah kita begitu bermasalah? Tidakkah kamu tahu berapa banyak masalah yang telah kamu sebabkan untukku?! Ini semua untuk keselamatanmu. Jika kamu ingin hidup, ikuti saja aku dengan patuh. Orang-orang itu telah muncul."
Begitu Leng Yunchen mengatakan ini, mata Leng Xiaomo langsung tertutup kabut air, bahkan kepalanya terasa berdengung selama beberapa saat. Kemudian, ia dengan lembut menggelengkan kepala, seolah bertanya dengan tidak percaya, "Kamu benar-benar berpikir aku adalah beban dan membuat banyak masalah untukmu? Kamu benar-benar berpikir bahwa seharusnya aku sama sekali tidak perlu datang ke Kota G untuk menemuimu? Sekarang aku yang harus bertanggung jawab atas semua ini, kan...?"
Kini, giliran Leng Yunchen yang tampak mengerutkan kening dengan erat seraya menatapnya. Ia tidak menanggapi lagi, yang bisa dianggap sebagai persetujuan atas ucapan Leng Xiaomo.
Sekuat tenaga Leng Xiaomo mencoba mengendalikan diri dengan tersenyum perlahan, "Kalau begitu, seharusnya kamu tidak perlu peduli padaku. Ini adalah pilihanku sendiri. Aku telah menjadi beban bagimu, jadi menyerahlah."
Leng Yunchen segera menariknya ke tempat persembunyian dengan wajah muram sambil meremas dagu Leng Xiaomo dengan keras, "Kamu pikir aku ingin peduli padamu?! Jika sesuatu terjadi padamu di sini, bagaimana aku bisa memberi tahu orang tuaku?!"
Begitu kata-kata itu dilontarkan, Leng Xiaomo seolah bisa mendengar kepingan-kepingan dari suaranya yang hancur.
Ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat, berusaha tidak menangis di depan Leng Yunchen, tidak ingin dipermalukan lagi dan ingin menegakkan satu-satunya martabatnya, tetapi ia masih lemas. Sungguh, ia tidak bisa menahannya. Rasa sakit ini terlalu kuat dan ia hanya bisa menundukkan kepala hingga air matanya jatuh berlinang.
Ternyata Leng Yunchen sama sekali tidak peduli dengan hidup atau matinya. Padahal ia pikir, kakaknya begitu mengkhawatirkan dirinya.
Tapi rupanya, Leng Yunchen hanya takut jika ia harus menanggung tanggung jawab atas apa yang terjadi karena tidak bisa menjelaskannya kepada orang tuanya.
Kini, hirupan napas saja serasa membakar hati Leng Xiaomo. Rasanya benar-benar sesak sekaligus memilukan.
Sementara Leng Yunchen yang melihat pemandangan ini hanya tampak berkedip beberapa kali, bibirnya tertutup rapat, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa.
Tidak dapat disangkal bahwa meskipun kata-kata Leng Yunchen begitu kejam, tapi setidaknya sebagian dari ucapannya itu benar, sedang separuh sisanya, jika tidak benar, pasti sangat benar.
Ia harus membuat Leng Xiaomo menyerah atas cintanya!
Lalu keduanya naik ke pesawat dua dua puluh menit kemudian untuk menempuh waktu selama dua jam.
Sebelum naik pesawat hari itu, Leng Yunchen juga secara khusus memberi kabar orang-orang di Kota A. bisa dibilang bahwa Kota A adalah rumah aslinya dan sebagian besar kontak keluarganya ada di sana. Jadi ia meminta seseorang untuk menjemput mereka dan juga membawakan sesuatu untuknya di sana.