Halo Suamiku!

Tinggal Bersama (8)



Tinggal Bersama (8)

0Semua makanan itu.     

Membuat An Xiaoyang menelan ludah dengan susah payah, "Ah, Bibi, aku benar-benar merepotkanmu. Sebenarnya, kamu bisa memasak apa saja."     

Sayang sekali! Padahal Sang No memiliki fasilitas dan perlakuan seperti ini dari bibi, tapi kenapa ia selalu makan di kantin sepulang sekolah bersama teman-temannya!     

Ah, ia benar-benar tidak bisa menikmati hidup.     

Di saat yang sama, An Xiaoyang terpikirkan akan apa yang biasa ia makan untuk menghemat uang seperti roti kukus, acar, dan susu. Meski semua makanan itu tidak terlalu bergizi, tapi ia sudah merasa… cukup luar biasa.     

Semetara sekarang…     

An Xiaoyang serasa seperti seorang ratu. Ia bisa makan bubur daging tanpa lemak, bahkan pangsit udang kristal. Tidak hanya itu, masih ada dua piring kecil telur rebus yang sudah dikupas, yang membuatnya bisa makan tanpa harus merasa repot.     

"Xiaoyang nafsu makanmu sangat baik, sangat berbeda dengan Tuan Muda yang tidak suka makan. Jika kamu suka, makanlah lebih banyak. Jika dilihat, tubuhmu terlalu kurus."     

Begitu An Xiaoyang mendengar bibi selesai mengatakan ini, ia tampak tersenyum padanya, tetapi ia juga merasa sedikit terkejut. Sang No tidak suka makan? Bagaimana bisa? Selama ini, pemuda itu selalu makan banyak di depan dirinya setiap saat.     

Dan tepat di saat itu, pintu tiba-tiba berbunyi.     

An Xiaoyang yang sedang minum susu seketika tersentak.     

Ketika berbalik, ia melihat sosok di teras.     

Di hari yang begitu dingin, terlihat Sang No benar-benar mengenakan pakaian olahraga hitam. Meski tubuhnya terlihat ramping, tapi postur tubuhnya sangat tegap dan ia berkeringat banyak. Harus diakui bahwa ia benar-benar seorang pemuda dengan daya tarik yang kuat.     

Di saat An Xiaoyang sedang memikirkannya, ia tiba-tiba melihat Sang No melepas mantel hitamnya dan menggantungnya di rak. Rupanya masih ada kaos di dalamnya. Tanpa ragu, ia langsung menarik bagian bawah bajunya, mengangkatnya, menundukkan kepalanya, dan mengusap keringat di dahinya.     

Adegan itu tentu memperlihatkan enam otot perutnya yang kencang dan menawan, serta garis tulangnya yang seksi. Ditambah lagi, ia seorang laki-laki muda yang memiliki tinggi sekitar 182 sentimeter.     

Kini, An Xiaoyang balas menatapnya dan ia terpana.     

Namun, ketika sepertinya Sang No memperhatikan tatapan itu, An Xiaoyang segera menarik kembali pandangannya dan diam-diam menundukkan kepalanya untuk makan. Yang terlintas di benaknya saat ini hanyalah pemandangan yang baru saja ia lihat.     

Telinganya sontak memanas dan muncul warna kemerahan.     

Sungguh, ini sebuah kejutan yang luar biasa.     

Sementara itu, begitu melihat Sang No telah kembali, bibi segera menyambutnya dan bertanya apa lagi yang perlu ia persiapkan. Namun Sang No menolak dan kemudian ia dengan cepat menaiki tangga, kembali ke kamarnya untuk mandi, lalu berganti pakaian.     

Ketika ia turun lagi, sosok An Xiaoyang masih duduk di kursi.     

Sedangkan bibi yang melihatnya langsung tersenyum pada Sang No, "Tuan Muda, sarapan sudah siap. Bibi akan keluar dan membeli bahan untuk makan siang. Kalian bisa makan lebih banyak."     

Sang No mengangguk pelan, "Terimakasih, Bibi."     

Setelah bibi pergi, Sang No baru mendekat dan bersiap untuk sarapan.     

Sedangkan di tempatnya, An Xiaoyang sama sekali tidak berani mendongak dan hanya bisa merasakan napas segar dan dingin di sekitarnya. Kemudian sesosok putih duduk di kursi tepat di sampingnya dan mulai mengambil sumpit untuk makan.     

Di antara kedua orang itu, tidak ada yang mengambil inisiatif untuk berbicara lebih dulu.     

Mereka hanya sibuk dengan makanan mereka sendiri, meski keduanya jelas terlihat sangat dekat, tetapi suasana di sekitar dipenuhi dengan rasa malu yang tak terkatakan dan juga... perasaan lain yang tak dikenal muncul lagi.     

Kali ini, Sang No benar-benar tidak bisa melupakan piyamanya yang basah ketika ia bangun pagi tadi.     

Terlebih lagi, saat ia mengingat mimpinya tentang An Xiaoyang semalam…     

Uhuk!     

Mau tak mau, ia menelan makanannya dengan susah payah diiringi dengan telinganya yang terasa sangat panas.     

Ya, ia benar-benar tidak bisa melupakan apa yang ia lihat ketika mendorong kamar An Xiaoyang terbuka semalam.     

"... Kenapa kamu tidak berbicara? Apa yang kamu pikirkan..." Kali ini, An Xiaoyang mencoba lebih dulu membuka suara untuk menenangkan dirinya sendiri, seolah-olah tidak ada yang terjadi.     

"Uh, memikirkanmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.