Halo Suamiku!

Sang Xia Ikut Membantunya (4)



Sang Xia Ikut Membantunya (4)

1Tetapi pada akhirnya, Rong Zhan tidak terlalu menekan dan masih perhatian padanya. Alhasil, ia tidak perlu berusaha keras dan perlahan-lahan menghilangkan kobaran nafsunya yang menggelora.     

Di tengah malam, Sang Xia tiba-tiba terbangun untuk minum air dan dengan hati-hati melihat bahwa anak-anaknya masih tidur dengan aman. Sedangkan pria yang berbaring di sisinya sempat ia abaikan selama sesaat.     

Hanya saja, begitu ia kembali setelah minum air, ia melihat kaki Rong Zhan… tiba-tiba terentang.     

Karena Sang Xia menyadari bahwa ranjang itu hanya tempat tidur kecil berukuran satu meter, sementara Rong Zhan memiliki kaki yang panjang, tangan yang panjang, dan tubuh yang kuat, belum lagi mereka harusnya berbagi tempat.     

Seketika itu juga Sang Xia merasa tertekan.     

Dengan lembut, akhirnya ia naik ke tempat tidur, memikirkannya selama sesaat, menurunkan tubuhnya, masuk ke selimut, dan berhenti tepat di bawah perut Rong Zhan, hingga akhirnya, suara gemerisik terdengar dari bawah selimut, dan siluet kepala yang ditundukkan segera terlihat.     

Seketika itu juga, semuanya menjadi tak terlukiskan.     

 ...     

Ketika Rong Zhan terbangun, kemudian…     

Ia benar-benar merasa melayang.     

Keesokan harinya.     

Ketika Rong Zhan terbangun lagi, ia benar-benar merasa segar.     

Sementara Sang Xia yang sedang berbaring di sisinya seolah tidak ingin menggerakkan satu jari pun.     

Sejujurnya, ia sangat menyesal.     

Padahal, semalam ia hanya ingin menghibur Rong Zhan, tetapi di tengah perjalanan, ia tidak menyangka bahwa Rong Zhan begitu bersemangat, dan akhirnya menyiksanya sampai mati. Namun, ia tidak bisa berteriak keras karena mulutnya tertutup. Bahkan ia tidak bisa mengatakan apa pun hanya untuk memohon belas kasihan.      

Alhasil ia hanya bisa merintih tertahan.     

Semakin ia melawan, justru Rong Zhan bergerak dengan semakin kuat.     

Hingga Rong Zhan benar-benar telah mencapai puncak kepuasannya, ia baru berhenti.     

Baru pada siang hari ketika ia akan pergi keluar, Sang Xia bangun perlahan dengan menggerakkan seluruh tubuhnya.     

Selama waktu itu, saat kedua anaknya ingin menemukannya, ia segera mengusir mereka dan meminta keduanya untuk pergi ke ayah mereka yang segar bugar.     

 **     

Siang itu, ia membawa kedua anaknya untuk menemui Sang No.     

Hari itu, Sang No tidak masuk kelas dan meminta cuti.     

Meski alasannya tidak diketahui, tetapi Sang No tahu itu untuk An Xiaoyang.     

Gadis kecil itu terlihat sangat lelah. Bahkan ia belum bangun sejak kecelakaan tadi malam. Karena itu, Sang No begadang semalaman kemarin.     

Dokter mengatakan bahwa An Xiaoyang pasti akan bangun, tapi apa yang Sang No pikirkan adalah mungkin gadis itu terlalu lelah dan tidak cukup tidur setiap hari.     

Dan hari itu, Sang Xia dan Sang No membuat janji temu di sebuah restoran yang tidak jauh dari rumah sakit, yang mana tempat itu juga tidak jauh dari sekolah. Sang Xia ingat ketika ia pergi ke sekolah di Kota G, ia sangat menyukai Bubur Abalone di sana.     

Namun, tentu saja, pada saat itu, ia harus menghasilkan uang sendiri demi bisa menikmatinya. Terlebih lagi, Keluarga Sang tidak akan membiayainya meski ayahnya adalah walikota.     

"Kak, menurutmu apa yang bisa aku lakukan? Aku benar-benar tidak tahan melihatnya terus seperti ini, tetapi kondisinya tidak baik dan hatinya sensitif. Aku–" Setelah Sang No bertemu dengan kakaknya, ia mencurahkan semua isi hatinya. Sungguh, ia benar-benar tidak bisa menahan segala yang diderita An Xioayang.     

Hanya saja, belum sempat ia selesai mengatakan semuanya, Sang Xia lebih dulu menginterupsi.     

Pada titik ini, Sang Xia ingin membantunya dan gadis itu. Bagaimanapun, mereka semua berada di tahun ketiga SMA. Belajar tentu adalah hal yang lebih penting. Jika mereka tertunda oleh hal-hal lain, kerugiannya akan lebih besar daripada keuntungannya.     

"Sang No, pertama-tama, kamu harus tidak boleh hanya memperhatikan kesensitifannya, tetapi juga menjaga martabatnya sendiri. Selain itu, aku benar-benar punya cara untuk meluluhkannya dan membantumu dengan cara yang baik."     

"Apa?"     

Mata Sang No tampak berbinar.     

"Tapi aku punya satu syarat." Meski Sang Xia sedikit ragu, tapi ia tetap mengatakannya, dan sorot matanya berubah tegas.     

"Aku akan menyetujui syarat apa pun. Selama dia tidak menderita secara fisik, aku bisa melakukan apa saja."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.