Halo Suamiku!

Malam Pernikahan (5)



Malam Pernikahan (5)

2Tetap tidak bisa menghilangkan hawa panas dan keindahan di dalam kamar itu.     

 **     

Keesokan harinya.     

Ketika Josh kembali membuka mata, itu adalah awal hari baru untuknya. Saat itu, sinar matahari yang tampak keemasan perlahan menyinari seluruh kota Roma.     

Di balik tirai putih di salah satu kamar kastil, juga bersorot cahaya matahari yang begitu indah.     

Tampaknya, semuanya begitu hangat dan lembut, seolah-olah segala yang menindasnya telah menghilang begitu saja.     

Dunia menjadi indah di mata Josh sekarang.     

Sebagai seorang pembalap, ia memang memiliki jam biologis yang cukup mengerikan. Bagaimanapun, ia harus melatih kualitas fisiknya setiap hari.     

Tetapi ketika bangun hari ini, ia merasa tidak ingin bergerak.     

Bukan hanya karena rasa tidak nyaman yang membakar di antara kedua kakinya, tetapi juga karena ada lengan ramping yang bertumpu di antara pinggang dan di bawah dadanya.     

Dengan lembut ia mencoba untuk menyingkirkannya, tetapi lengan itu dengan mudah semakin menjebak dirinya dalam pelukan.     

Ketika Josh akhirnya membuka matanya perlahan, ia harus mengatakan bahwa dirinya benar-benar ragu jika itu mungkin hanyalah mimpi belaka.     

Ia tidak yakin jika ada seorang pria di sisinya yang telah menjeratnya semalaman.     

Tapi kenyataannya, ia memang benar-benar tidur dengan pria ini.     

Dan segalanya berjalan terlalu cepat.     

Tapi tampaknya, mereka membiarkan alam mengambil jalannya. Tadi malam, mereka seperti dua orang yang mati-matian memberi kehangatan satu sama lain, mati-matian menyerahkan diri masing-masing, juga dua orang yang mati-matian melebur bersama.     

Hanya saja ketika bangun, emosi yang membara berhasil menariknya dan semuanya menjadi begitu rasional kembali.     

Mau tidak mau, Josh mengambil napas dalam-dalam dan jantungnya mulai berdetak kencang.     

Sejujurnya, ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi Bo Jing ketika ia bangun nanti. Lagi pula, sebelum ini, ia benar-benar menganggapnya sebagai kakak ipar.     

Melarikan diri.     

Ya, sebaiknya ia lebih dulu melarikan diri, atau ketika Bo Jing bangun nanti, semua hanya akan terasa begitu memalukan.     

Akhirnya, ia dengan lembut menyingkirkan lengan Bo Jing, tapi itu sangat berat.     

Alhasil, ia hanya berhasil duduk sembari menarik selimut hingga ke dadanya dan mengambil napas dalam-dalam. Namun, detik berikutnya, ia tiba-tiba menjerit, pinggangnya serasa ditarik, tubuhnya langsung jatuh, dan kepalanya membentur bantal dengan lembut.     

Sialan.      

Ia benar-benar tersentak.     

Apa, apa yang terjadi?     

Ketika akhirnya ia membuka matanya lagi, sorot matanya yang bingung bertemu dengan mata Bo Jing yang besar dan dalam.     

"Kenapa kamu panik?" Suaranya terdengar sangat unik, malas, dan memiliki khas orang setelah bangun tidur.     

Wajah Josh memerah seketika dan ia hanya mampu terbata-bata, "Ti-tidak."     

Mereka sama-sama telanjang, tetapi keduanya berada di bawah selimut hangat beludru tipis. Ketika mereka akhirnya sama-sama bangun, itu membuat Josh sangat tidak nyaman, canggung, dan malu.     

"Kamu tidak ingin tidur lagi? Kamu tidak tidur sampai jam dua pagi tadi."     

Suara Bo Jing begitu samar sehingga Josh seperti tidak bisa mendengar emosi yang berlebihan.     

Sebenarnya Josh masih sangat mengantuk dan lelah. Tapi ia hanya tidak ingin Bo Jing bangun saat ini dan ia sendiri ingin pergi karena terlalu malu. Namun sekarang, ia hanya bisa membentengi wajahnya dengan dinding tebal dan telinga yang serasa terbakar, "Aku ingin pergi ke kamar mandi."     

Sontak, Bo Jing tampak terpana ketika mendengar pernyataan itu, dan kemudian ia melepaskan tangannya, "... Um."     

Tanpa membuang waktu lagi, Josh segera bangkit sembari melihat gaun pengantinnya yang sudah lama kusut. Dalam rasa paniknya, ia hanya bisa mengambil kemeja putih yang dilemparkannya ke ujung tempat tidur, meletakkannya di tubuhnya, dan turun tanpa alas kaki.     

Ia bergegas pergi seperti ada orang yang sangat mengerikan di tempat tidur. Dalam misi melarikan diri pun, ia tidak berani menoleh ke belakang dan tidak peduli apakah dirinya telah berhasil lolos atau tidak.     

Dan tepat ketika kakinya yang ramping, putih, dan lembut turun dengan penuh semangat, tiba-tiba ia tersandung dan hampir jatuh.     

Josh terdiam, "..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.