THE RICHMAN

The Richman - Lawyer\'s Party Night



The Richman - Lawyer\'s Party Night

1Oliver Hawkins, siapa dia? Pria yang tergila-gila pada Sheina Anthony selama ini. Dia rela melakukan segalanya untuk Sheina meski Sheina dengan terang-terangan mengakui bahwa dia menyukai pria lain. Bahkan seminggu setelah pengakuan jujurnya pada Sheina, itu tak merubah apapun. Sheina tetap menyibukkan diri dengan pekerjaannya, bagitu juga Olvier Hawkins. Dia bahkan semakin asik menikmati hari-harinya dengan pekerjaan dan karirnya yang semakin menanjak. Oliver Hawkins masih berada di puncak hingga kini, tak ada yang menandinginya, bahkan Sheina Anthonypun begitu jauh darinya.     

Emilia masuk ke ruangan Shiena dengan sebuah undangan berwarna Gold dengan pita hitam.     

"Apa ini?" Alis Sheina.     

"Untuk pertama kalinya firma kita mendapatkan undangan ini." Ujar Emilia dengan mata berbinar. Saat dia bekerja untuk Oliver Hawkins, undangan ini datang setiap tahun, apa firmanya seburuk itu sampai tidak pernah mendapatkan undangan.     

"Mengapa diberikan padaku?" Tanya Sheina.     

"Karena undangan itu tertera atas namamu." Jawab Emilia logis. Sheina mengrenyitkan alisnya, "Apa bos tidak dapat undangan?"     

Emilia menggeleng, "Sepertinya sudah lama bos menjadi oposisi dari hirarki lawyer-lawyer senior." Ujar Emilia.     

"Mengapa dia tetap idealis sampai kehilangan kolega." Gumam Sheina.     

"Itulah bos kita." Emilia tersenyum. Firmanya adalah firma hukum berkembang, bos yang idealis membuat firma ini sulit berkembang. Para klien kakap memilih lari ke firma yang memiliki nama lebih jelas seperti milik Oliver Hawkins atau Marshall Hawkins. Beberapa memilih Olivia Jhonson sebagai pengacara mataduitan yang sangat mahir memainkan uang pelicin. Sudah bukan rahasia umum, tapi Olivia Jonson tak pernah tertangkap hingag sekarang, koleganya yang luas dan dimana-mana membuat wanita berusia lima puluh dua tahun itu tetap eksis sampai sekarang. Biasanya kalangan jetzet dan selebriti yang senang memakai jasanya.     

Sheina mengelupas namanya dan mengganti nama itu dengan nama bosnya, Clark Stevenson. "Berikan pada bos." Ujar Sheina sembari menyodorkan undangan itu pada Emilia.     

"Kau gila?" Alis Emilia berkerut.     

"Aku tidak tertarik pada acara seremonial seperti itu." Sheina tersenyum sekilas sebelum kembali membenamkan diri dalam pekerjaannya. Mendadak sebuah panggilan dari telepon lokal di mejanya berdering, Emilia mengurungkan niatnya keluar dan menunggu di ambang pintu.     

"Ya boss." Jawab Sheina, begitu mendengar suara dari seberang. Itu adalah suara Clark. "Malam ini kau akan pergi denganku ke malam penghargaan." Ujarnya.     

"Tapi aku tidak mendapatkan undangan." Bohong Sheina.     

"Aku barusan meminta Emilia mengantarnya ke ruanganmu. Mungkin dia sedikit terlambat." Ujar Clark.     

"Oh, ya, dia baru saja datang." Bohong Sehina sekali lagi sembari memberikan isyarat pada Emilia untuk kembali mendekat. Wanita itu mendekat ke arah Shiena.     

"Aku akan menjemputmu pukul tujuh malam nanti."     

"Apa tidak sebaiknya kita bertemu di lokasi?" Alis Sheina berkerut.     

"Kau tak ingin pergi bersamaku?"     

"Oh tidak, bukan seperti itu. Sore ini aku berjanji untuk mengantar barang milik bibiku, aku takut terlambat." Terpaksa Sheina harus berbohong sekali lagi.     

"Ok, kita bertemu di lokasi." Tutup Clark.     

"Ok boss." Sheina meletakkan gagang telepon dan menatap Emilia. "Boss sudah mendapatkan undangan yang sama." Ungkap Sheina kemudian.     

"Apa?" Emilia membulatkan matanya. "Kau gila, kita hampir saja tertangkap basah bersekongkol untuk menipunya." Ujar Emilia.     

"Ya, untung aku tidak segera mengantar undangan ini." Sheina menarik kembali undangannya dan memilih untuk melemparnya ke dalam laci.     

"Kau bisa pergi sekarang." Ujar Sheina.     

"Ok boss." Jawab Emilia sengan seringai lebar dan bergegas meninggalkan ruangan bosnya itu. Sehina bekerja dengan tidak tenang, dia mencemaskan acara malam penghargaan untuk para lawyer. Meski dia sudah pernah menghadiri acara serupa, tapi setelah bekerja untuk Clark Stevenson, ini adalah kali pertamanya menghadiri acara semacam ini. Rumors yang berkembang, para pengacara dari Clark Stevenson and partner tidak pernah diperhitungkan dalam acara-acara tahunan besar sedemikian karena kurang kualified, dan engah mengapa Sheina tidak terima dengan stempel itu. Malam ini dia bertekad untuk mengubah pandangan orang-orang terutama para lawyer dari firma lain, bahwa firma Clark Stevneson bekerja dengan hati, mereka bahkan layak masuk dalam hitungan lawyer-lawyer papan atas dengan bayaran mahal sekalipun.     

Sheina bergegas pulang setelah berkas terakhirnya selesai dia periksa. Masih banyak waktu menuju pukul tujuh malam. Dia masih sempat mandi, merias wajahnya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang cocok untuk pesta dengan pria-pria dan wanita-wanita terhormat dan cerdas, tentu saja Sheina tidak ingin mengecewakan kesan pertama mereka.     

Saat berada di Oliver Hawkins and Partner, Shiena berdiri di belakang, hampir seperti bayang-bayang sementara semua spotlight tertujupada Oliver Hawkins. Tapi malam ini tampaknya sejarah akan berubah, mungkin nasib baik akan menghampiri Clark malam ini. Setidaknya pria itu sudah setia pada panggilannya, sempai detik ini. Dengan idealisme yang dia miliki, sebenarnya Clark layak dinominasikan dalam daftar para pengacara terbaik. Lagi pula Clark selalu menuntaskan kasusnya tanpa melibatkan uang sogokan, dia dalah pekerja yang baik dan jujur.     

Sheina memilih mengenakan gaun berwarna biru tua dengan perhiasan satu set dari baru safir berwarna biru yang elegan. Dia keluar ari apartmentnya dan bernait untuk masuk ke dalam lift, menuju ke area parkir mobilnya sebelum menuju ke sebuah ballroom hotel bintang lima tempat acara itu dihelat.     

***     

Beberapa pengacara seior datang dengan pasangan mereka, berberpaa memilih datang dengan kolega, sementara Sheina masih menunggu kedatangan Clark. Dimana pria berusia empat puluh lima tahun itu? Mengapa dia belum juga memberikan kabar. Sheina jelas tak ingin berpapasan dengan Oliver Hawkins hanya sendirian. Setidaknya jika hadir bersama Clark, dia tidak akan terkesan bahwa kedatangannya dalam acara ini adalah atas keinginannya sendiri melainkan atas perintah bosnya.     

Sheina berusaha menghubungi Clark, dan baru di panggilan ke dua, Clark menerima panggilannya. "Masuklah lebih dulu, aku menyusul." Ujar Clark.     

"Are you kidding boss?" Alis Sheina berkerut.     

"Mobilku mogok di jalan, bisakah kau masuk lebih dulu." Ujar Clark.     

"Kau menipuku boss?" Alis Sheina berkerut.     

"Masuklah dan tunjukkan kartunamamu, jangan mempermalukan firma kita." Ujar Clark. Sheina mengakhiri panggilannya, seperti kecurigaannya, Clark pasti tidak mendapatkan undangan untuk acara ini. Dia akan datang bersama dengan Sheina dan mendompleng wanita itu sementara dia sendiri tidak mendapatkan undangan. Sementara Sheina menolak datang bersama atau dijemput dari apartmentnya adalah untuk menghindari hubungan asmara yang tak dia inginkan. Hubungan asmara di dalam lingkungan kerja hanya akan membuat situasi menjadi sulit, dan Sheina tidak ingin itu terjadi.     

Dia melangkah masuk ke ballroom dan menulis namanya juga nama firmanya dengan huruf besar, kemudian membubuhkan tandatangan dengan sedikit emosional. Setelah itu dia masuk dan memilih meja yang masih kosong, meski tak banyak yang kosong.     

Acara ini adalah acara bergengsi, sebuah kehormatan bagi pengacara yang diundang ke acara tersebut. Hal itu jelas membuat semua meja hampir penuh oleh lawyer dari seluruh penjuru kota New York.     

Sebuah keputusan bodoh memang meninggalkan Oliver Hawkinds and Partner dan bergabung di firma kecil milik Clark, tidak satupun orang yang mengenali Sheina selain beberapa pengacara kacangan yang datang bersama bos mereka, yang pernah berhadapan dengan Sheina di pengadilan.     

Sementara itu wartawan tampak berlarian keluar, tampaknya seorang pengacara populer baru saja datang dan mereka akan melakukan penggambilan gambar. Sheina duduk dan saat pelayan menawarinya minum, dia mengambil satu gelas agar tidak mati gaya. Sementara di meja bulat miliknya, tak ada seorangpun yang mengajaknya mengobrol. Mereka memiliki pasangan mengobrol masing-masing.     

Ternyata yang datang adalah manusia paling terkenal di bidang ini, Oliver Hawkins, dan dia datang bersama dengan Marshall Hawkins. Dua pria paling mematikan di kota. Beberapa orang berdiri dari mejanya untuk bersalaman dan menwarakan tempat kosong di meja mereka. Marshall menyapa dengan tulus sementara mata Oliver melompat dari satu meja ke meja lainnya, seolah ada yang dia tuju. Dan benar saja, tatapannya terhenti pada Sheina dan mejanya yang ditempati oleh hampir semuanya adalah pengacara kurang terkenal.     

Diluar dugaan semua orang, bahkan saat Olivia Jhonson menawarkan mejanya, Oliver justru bebisik sesuatu pada ayahnya dan kedua pria itu mengarah ke bangku Sheina. Membauat hampir semua mata di ruangan itu membulat bingung.     

"Sheina." Marshall mengulurkan tangannya sebelum Sheina melakukannya.     

"Marshall." Jawab wanita itu, seolah mereka adalah orang yang memiliki hubungan dekat hingga wajar jika hanya menyebut nama. Sheina melirik ke arah Oliver dan pria itu mengulurkan tangannya. "Mss. Anthony." Sapanya formal, itu membuat Marshall sang ayah sempat mengrenyitkan alisnya, tapi dia tahu bahwa dua orang muda di dekatnya itu sedang tidak dalam hubungan yang baik saat ini.     

"Mr. Hawkins." Jawab Sheina sambil menjabat uluran tangan Oliver.     

Suasana menjadi hening di seantero bangku, mereka tampaknya sungkan berbicara tentang keberhasilan mereka seperti beberapa waktu sebelum Marshal dan Olvier bergabung di meja itu. Tentu saja keberhasilan kecil itu tidak ada apa-apanya jika di bandingkan dengan keberhasilan yang diraih Marshall selama karirnya, juga Oliver yang sedang naik daun saat ini. Sebenarnya dia pengacara yang sudah sejak lama karirnya gilang gemilang dan sekarang kian menanjak saja.     

Oliver dan Marshall justru tak berbicara sama sekali tentang karir mereka, mereka mengajak beberapa orang yang duduk di meja itu untuk bekernalan dan meminta mereka menceritakan tentang diri mereka. Beberapa terlihat malu-malu karena merasa tak layak menceritakan pencapaian kecil mereka, sementara yang lain tampak sedang dalam suasana interview dan begitu berambisi mendapatkan posisi di kantor Marshall ataupun Oliver. Meskipun Marshall sudah jarang menangani kasus-kasus di persidangan tapi firmanya tetap berkibar dibawah asuhannya. Pengacara-pengacara yang bekerja dibawahnya juga bukan pengacara-pengacara sembarangan, beberapa mengacara senior, beberapa pengacara muda berbakat.     

"Sheina, bagaimana denganmu?" Tanya Marshall.     

"Stuck in that place." Jawab Sheina ragu, dan Oliver tampak membuang mukanya, seolah tak ingin terlibat dalam percakapan itu.     

"Kau berada di rel yang salah nak." Ujar Marshall. "Kau kereta listrik yang berada di rel kerena kayu." Ujar Marshall memberikan gambaran. "Bergabunglah denganku." Marshall memberikan tawaran dan Sheina menatap ke arah Oliver sementara pria itu tampak sibuk dengan ponselnya dan menelepon, meski tak jelas apa yang dikatakannya.     

"Atau kau ingin kembali bekerja bersama puteraku?" Alis Marshall bertaut, tapi senyum mengembang di wajahnya.     

"What?" Olvier menyambar pembicaraan itu. "Sepanjang jalan menuju ke tempat ini, dia tampak gelisah. Mungkin kalian butuh waktu untuk mengobrol berdua." Marshall bangkit dari tempatnya duduk. "Oliveia Jhonson tampak begitu menarik malam ini." Marshall tersenyum sembari menepuk pundak Oliver.     

"Good luck dad." Balas Oliver dan pria tua itu meninggalkan Oliver berdua saja bersama Sheina, sementara beberapa yang duduk di tempat itu tampak mulai kembali menikmati suasana dan mengobrol dengan lawan bicara masing-masing.     

"How are you doing?" Tanya Oliver.     

"Fine." jawab Shiena singkat. "What about you?" timpalnya.     

"Seperti yang kau lihat, semuanya berjalan baik." Jawab Oliver, benar-benar percakapan yang canggung. "Untuk pembicaraan kita yang terakhir, aku sungguh minta maaf." Ujarnya tulus.     

"Aku jgua minta maaf karena meninggalkanmu sendiri." Sheina terlihat mau dan wajahnya bersemu merah.     

Oliver tersenyum menatap Sheina, "Aku begitu bodoh melakukan semua itu untuk mendapatkanmu kembali." Sesalnya.     

"Ya." Angguk Sheina ragu dan itu membuat mereka tertawa. "Thanks karena kau mengungkap kebenarannya pada akhirnya."     

"Itu juga penting bagiku." Ujar Oliver.     

"Ya." Sheina mengangguk setuju. Kecanggungan di antara mereka belum sepenuhnya cair.     

"Kau tahu, Clark adalah kakak kelasku." Ujar Olvier.     

"Really?" Alis Sheina bertaut.     

"Yep." Angguk Oliver. "Dia salah satu pria favorit di jamannya." Imbuh Oliver. "Dia cerdas dan tampan. Hanya saja peristiwa buruk membuat karir ayahnya sebagai pengacara hancur, sejak saat itu dia menjadi sulit didekati, idealis dan sedikit kaku." Jujur Oliver.     

Sheina membuka matanya lebar, "Aku baru tahu tentang itu." Jujurnya.     

"Ya. Ayahku berusaha menghubunginya untuk memberikan pekerjaan padanya di awal karir, tapi dia menolak. Dia memilih untuk meniti karirnya sendiri dan sekarang terjebak dengan idealismenya."     

"Apa dia tidak mendapatkan undangan untuk acara ini?" Tanya Sheina.     

"Awalnya dia selalu di undang, tapi tak pernah hadir. Baru dua tahun lalu dia hadir dan membuat kekacauan dengan pidatonya yang ngawur." Jujur Oliver.     

"Apa yang dikatakannya?"     

"Steve Wild adalah rekan kerja ayahnya yang terlibat dalam kasus yang sama, tapi Steve lolos dari hukuman sementara ayah Clark dipenjara. Steve berkarir dan sekarang bekerja untuk Olivia Jhonson, saat Steve dipanggil untuk mendapat penghargaan, Clark maju dan meninjunya. Kemudian dia membuat pidato yang tidak masuk akal. Security membawanya keluar dan dia tak pernah lagi mendapatkan undangan." Ujar Oliver. Sheina mengingat kejadian itu, meski dia tak di undangan dalam perhelatan akbar tahunan itu, tapi dia ingat pagi itu Clark memimpin rapat dengan mata lebam. Tampaknya dia mendapatkan pukulan balasan malam itu.     

"Aku merasa kasihan padanya." Ujar Sheina.     

"Dia tak tertolong." jawab Oliver. "Jika kau ingin kembali berlari, sebaiknya terima tawaran ayahku." Ujar Oliver.     

"Bekerja untuk Marshall Hawkins?" Alis Sheina berkerut dalam, "Itu sebuah kehormatan." Imbuhnya, Oliver tersenyum mendengar jawaban itu.     

"Apa tidak ada lagi ruangan kecil di pojok yang pas untukku di kantormu?" Tanya Sheina malu-malu dan Oliver tersenyum lebar.     

"Tentu saja, kau bebas memilih ruanganmu di kantorku." Jawabnya, dan itu membuat Sheina tersenyum malu. Oliver awalnya ragu, tapi tangannya bergerak untuk meraih tangan Sheina di bawah meja, dan Sheina tidak menolaknya saat Oliver mengenggam tangan itu, Sheina membalas genggaman tangan Oliver.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.