Satu Kelahiran Dua Harta: Cinta Seorang Miliarder

Gadis itu mengepalkan tangannya. Nona ini lebih tidak berperasaan dari yang dia kira.     

Dia menarik napas dingin yang tajam. Setelah melihat kembali gumpalan uang di atas meja, dia mengertakkan gigi dan menelan obat dengan air.     

Setelah pil dibasuh di tenggorokannya dengan air, dia meletakkan gelasnya, menggerakkan bibirnya, dan bertanya, "Nona Song, saya telah melakukan apa yang anda pesan; apakah anda… puas sekarang?"     

"Bagus. Ini perlu untuk kita berdua. Aku yakin kamu tidak ingin hamil, benar kan? Kudengar pacarmu tidak tahu tentang ini, jadi perlu ada tindakan pencegahan ekstra, bukan begitu? "     

"Ya, kamu benar, jadi… bisakah aku pergi sekarang?"     

Nona itu mengangguk pelan. Sambil melirik uang di atas meja, dia berkata, "Ambil uangnya dan pergi!"     

"Terimakasih…"     

Gadis itu tidak merasa diremehkan saat dia mengambil uang tunai dari meja; dia akan pergi ketika yang lain menelepon lagi.     

"Tunggu!"     

Apa lagi ini?     

Dia mulai kesal tetapi harus menekannya sebelum berbalik. Wajah sedingin es Song Enya menatapnya dengan serius saat dia memperingatkan, "Kamu sebaiknya menyimpan masalah ini di antara kita berdua. Jika orang lain tahu tentang ini... kurasa kamu sudah tahu apa yang aku mampu, kan?"     

Pernyataan terakhir wanita itu diseret dengan berbahaya, membuatnya menggigil di punggungnya. Khawatir dengan ekspresi tidak menyenangkan yang lain, dia dengan cepat meyakinkan, "Nona Song, jangan khawatir; saya akan tetap bungkam… Ini adalah rahasia di antara kita, dan tidak ada orang lain yang akan mengetahuinya!"     

"Senang mendengarnya."     

Gadis itu mengangguk dengan gugup. Setelah membungkus tubuhnya dengan erat, dia melarikan diri dari tempat itu.     

Pintu ditutup dengan suara keras, lalu semua menjadi sunyi di dalam suite hotel yang luas.     

Setelah melemparkan pandangan dingin ke ponsel yang tergeletak di sofa, dia perlahan bangkit dan berjalan menuju cermin. Song Enya menatap wajah yang terpantul di cermin dan menggigit bibirnya dengan keras. Segera, jejak merah tipis terlihat merembes melalui sudut mulutnya di bawah tekanan kuatnya.     

Mempersempit matanya, dia tiba-tiba mengulurkan tangan untuk mengacak-acak rambutnya lalu menarik dan menarik bajunya. Tali pundak dan ujung pakaiannya akhirnya robek. Agar lebih bisa dipercaya, dia memutuskan untuk terlihat compang-camping dan lusuh sebisa mungkin. Setelah melihat ke cermin sekali lagi, dia akhirnya puas dengan usahanya; Nona lalu masuk ke kamar tidur dengan kepala terangkat tinggi.     

Tempat tidur di dalam kamar berantakan.     

Mu Yancheng tergeletak di atas tempat tidur, menempati lebih dari separuh ruang tempat tidur tiga meter dengan tubuhnya yang berpunggung lebar dan berbadan kurus.     

Waktu berlalu tanpa sadar, dan segera, saat itu pukul tiga dini hari; langit akan segera berubah cerah. Setelah melirik ke luar jendela, dia perlahan berbaring di sebelah pria itu. Matanya terus terbuka lebar; dia tidak mengantuk sama sekali.     

Dia sudah sampai sejauh ini. Karena ini masalahnya, dia akan melakukan apa saja untuk mencapai apa yang dia inginkan!     

Dia tidak bisa kehilangan saat ini.     

…     

Mu Yancheng perlahan sadar. Sebelum dia bisa membuka matanya, dia merasakan sakit kepala yang datang. Saat dia perlahan membuka matanya, saraf optiknya tiba-tiba menjadi kejang yang menyakitkan tanpa peringatan!     

Apa yang terjadi?     

Ugh… Kepalaku terasa berat…