Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Pulang Ke Akkadia



Pulang Ke Akkadia

2Therius sudah bertekad akan selalu melindungi Emma dan tidak akan membiarkannya takut dan sedih karena apa pun. Ia berharap Emma akan dapat melihat ketulusannya dan kemudian belajar mencintainya.     

"Hmm.." Akhirnya Emma mengangguk canggung. Ia menatap tangannya yang ada dalam genggaman Therius dan kembali meminta Therius melepaskannya. "Lepaskan tanganku."     

Therius menggeleng. "Kau adalah calon istriku. Bukankah kita harus menunjukkan kemesraan di depan orang lain agar mereka tidak mencurigai hubungan kita?"     

Emma memutar matanya dan menarik lepas tangannya dengan sekuat tenaga. "Dalam mimpimu!"     

Xion tertawa terbahak-bahak saat melihat interaksi di antara Emma dan Therius. Aha... pasangan ini memang lucu sekali, pikirnya.     

Sayangnya, di ruangan itu hanya ia yang dapat melihat kelucuan dari peristiwa yang terjadi. Therius dan Emma sama-sama menganggapnya tidak lucu dan segera mendelik ke arah Xion.     

"Kau sudah berjanji untuk menjalankan peranmu selama lima tahun ke depan," kata Therius. "Apakah kau memang tidak bisa dipercaya dan tak akan memegang janjimu?"     

Emma menggigit bibirnya mendengar pertanyaan Therius. Ia akhirnya menghela napas panjang dan menggeleng.     

"Aku tidak akan melanggar janjiku." Ia buru-buru menambahkan. "Tapi kita hanya akan bersikap seperti pasangan di depan orang lain. Kalau hanya ada kita bertiga, kita tidak perlu berpura-pura. Jadi awas, kau jangan sampai mengambil kesempatan!"     

"Aku mengerti." Therius mengangguk. "Tetapi tidakkah menurutmu kita harus melatih peran kita agar terlihat natural? Kalau sampai orang-orang curiga, aku tak yakin rencana kita akan berjalan dengan baik."     

"Hmmph... Jangan kuatir. Aku tidak perlu latihan. Aku pasti bisa," tukas Emma. "Sekarang, bagaimana dengan kita? Kapan kita pindah ke The Dragonite?"     

"Kita bisa pindah sekarang. Aku akan meminta Atila menyiapkan barang-barangmu dan memindahkannya ke sini. Aku akan menunjukkan kamarmu," jawab Therius.     

Ia lalu bangkit berdiri dan memberi tanda agar kedua temannya mengikutinya. Therius, Emma, dan Xion berjalan keluar dari lounge dan di depannya telah menunggu seorang prajurit yang mengendarai buggy.     

"Kita naik ini biar kau tidak capek berjalan," kata Therius. Emma senang sekali mendengarnya. Ia merasa tidak senang kalau harus berjalan kaki melintasi The Dragonite yang begini luas. Ketiga orang muda itu lalu naik buggy yang segera melaju melintasi lorong dan membawa mereka melewati berbagai ruangan dan aula.     

Kapal The Dragonite berbentuk sebuah gedung besar dengan beberapa lantai dan ada aula serta lobi utama yang menghubungkan berbagai bagian pesawat.     

Ada begitu banyak orang dan buggy berlalu lalang. Suasananya mengingatkan Emma pada mall besar di Shanghai yang sibuk dan dipenuhi banyak orang. Sungguh, pesawat ini seolah memiliki ekosistemnya sendiri.     

Mereka tiba di sebuah area yang terlihat seperti deretan kamar hotel dan turun dari buggy. Supir buggy tetap diam di lobi kecil itu setelah penumpangnya turun. Ia selalu harus siaga seandainya Pangeran Licht membutuhkannya.     

"Kamar kita ada di area sini," kata Therius sambil menunjuk deretan pintu di sebelah kanan. "Kita tinggal berdekatan."     

Mereka masuk ke kamar pertama dan kedua serta ketiga, dan menemukan bahwa ketiganya tampak mirip. Ukurannya lebih besar dan mewah daripada kamar mereka di The Coralia. Emma sangat menyukai jendela besar yang memberinya pemandangan keluar. Saat ini dari jendelanya ia dapat melihat lembah hijau di bawah bukit tempat pangkalan Daneria berada.     

Nanti, kalau kapal ini sudah terbang dan menjelajah luar angkasa, tentu pemandangan langit dari luar jendelanya akan tampak sangat mengagumkan.     

"Aku suka kamarnya," kata Emma puas.     

"Baik. Kalau begitu kalian bisa beristirahat dulu. Sebentar lagi barang-barang kalian akan dibawa kemari," kata Therius. "Kamarku ada di sebelah. Kalian bisa mengetuk pintuku kapan saja."     

Therius memilih kamar yang ada di antara kamar Emma dan Xion. Kalau ada apa-apa, akan mudah bagi mereka untuk berkoordinasi.     

""Di mana kliniknya?" tanya Emma sebelum Therius beranjak keluar dari kamarnya. Prioritas Emma selalu adalah keselamatan Haoran. Karenanya ia tidak lupa untuk menanyakan di mana klinik tempat mereka akan merawat Haoran.     

"Di sini ada rumah sakit di lantai dua. Atila akan mengantarmu berkeliling besok. Kau tidak usah terlalu merepotkan diri mengurusi Haoran. Dokter Salas akan memastikan ia baik-baik saja." Therius menatap Emma dengan sungguh-sungguh. "Kalau kau terlalu memperhatikan lelaki lain yang bukan aku... orang lain akan curiga. Ada terlalu banyak orang di Dragonite ini. Kau harus menjaga sikap."     

Emma mengerucutkan bibirnya saat mendengar kata-kata Therius. Ia tahu pria itu benar, tetapi ia benar-benar sebal karena harus mengurangi perhatiannya kepada Haoran.     

"Baiklah," jawab gadis itu akhirnya.     

"Satu hal lagi..." kata Therius sebelum ia keluar dari kamar Emma. Matanya menatap ke arah jari manis Emma yang masih mengenakan cincin titanium bermata topaz. Cincin kawinnya dan Haoran. "Orang akan curiga melihatmu dan Haoran mengenakan cincin pasangan. Kuharap kau mau melepaskannya. Kalau kau tidak mau melepaskan cincinmu, setidaknya lepaskan cincin Haoran dari jarinya."     

"Oh..." Emma tertegun mendengar kata-kata Therius. Ia sangat benci karena lagi-lagi pemuda itu benar. Ia terpaksa mengangguk. "Baiklah. Aku akan melakukannya."     

Therius mengangguk puas dan keluar dari kamar Emma menuju kamarnya sendiri. Sementara itu Xion yang berjalan di belakangnya hanya bisa mengerutkan kening.     

Ia masih belum dapat menebak misteri dengan cincin Emma yang berakhir bersama Therius di masa lalu. Apa yang menyebabkan Emma kehilangan cincin itu 20 tahun yang lalu? Mengapa Therius dapat memiliki cincinnya?     

Ia terpaksa menyimpan sendiri pertanyan-pertanyaan tersebut di dalam hatinya. Therius tidak pernah mau mengatakan apa pun kepadanya tentang cincin itu, karena baginya itu adalah rahasia hidupnya yang paling besar. Mungkin suatu hari nanti Xion akan mengetahuinya sendiri dengan cara lain.     

***     

Transfer barang-barang dan orang dari The Coralia ke kapal The Dragonite berjalan dengan efisien. Seperti yang dijanjikan Therius, keesokan harinya Atila membawa Emma menuju ke rumah sakit kapal dan menemui Natan yang sudah pindah tugas ke rumah sakit di The Dragonite.     

Emma merasa sangat lega saat menemukan bahwa Haoran sudah dipindahkan ke salah satu ruang perawatan di rumah sakit itu dan tampak dirawat dengan baik. Selama ada Natan di sana, Emma merasa ia tidak perlu kuatir akan apa pun.     

Setelah berpamitan kepada Profesor Amara dan beberapa petinggi pangkalan Daneria, rombongan Therius dan 10.000 prajurit di bawah komando Jenderal Moria di kapal The Dragonite lalu berangkat pulang menuju Planet Akkadia.     

Perjalanan mereka akan memakan waktu 2,5 bulan lagi. Dada Emma berdebar-debar saat membayangkan bahwa sebentar lagi ia akan dapat bertemu ayah dan ibunya.. serta adik lelakinya.     

Oh... ia sungguh merindukan mereka.     

***     

Rutinitas Emma kembali berlanjut di kapal The Dragonite. Seperti biasa, ia kembali belajar di ruang belajarnya bersama Atila dan Anddara yang masih setia mengajarinya berbagai pengetahuan tentang Akkadia yang ia butuhkan.     

Karena Emma sudah pandai membaca bahasa tulisan Akkadia, ia mulai banyak membaca buku-buku untuk menambah pengetahuannya. Pelajarannya bersama Therius dilakukan di ruang kerja Therius yang disediakan khusus untuknya. Di sana sang pangeran banyak melakukan pekerjaannya sendiri dan kadang berkoordinasi dengan Jenderal Moria.     

Ia menjadi lebih sibuk dari sebelumnya dan tidak dapat lagi melatih Emma secara teratur sehingga Emma lebih banyak menghabiskan waktu berlatih bersama Xion atau membaca di kamarnya.     

Emma tidak menyukai situasi yang terjadi di Dragonite karena ia terpaksa menyimpan cincinnya dan cincin Haoran di kamar agar tidak ada orang yang curiga. Ia juga terpaksa mengurangi kunjungannya ke rumah sakit setelah ia sempat mendengarkan secara tidak sengaja beberapa perawat menggosipkan apa kira-kira hubungan antara Emma dan pasien di ruang perawatan khusus tersebut.     

Dengan berat hati, Emma terpaksa hanya menjenguk Haoran seminggu tiga kali untuk mencegah agar orang-orang tidak curiga akan hubungannya dengan pemuda yang sedang sakit itu. Ia menahan semua perasaan sedihnya dan menghibur diri dengan mengatakan ia hanya perlu menahannya selama dua bulan saja.     

Nanti, begitu mereka tiba di Akkadia, ia akan dapat memastikan Haoran dirawat di tempat yang lebih privasi dan ia akan dapat mengunjunginya sesering mungkin.     

Tanpa terasa waktu dua bulan berlalu begitu cepat.     

"Kita sudah dekat," kata Xion dengan nada suara gembira saat mereka sedang makan malam bersama. Ia telah menghitung hari sejak mereka meninggalkan Planet Daneria dan akhir-akhir ini ia menjadi semakin ceria.     

Emma juga sudah menghitung, dan ia tahu apa yang dimaksud Xion.     

"Seminggu lagi," kata Emma dengan gembira.     

Ia sudah begitu banyak mendengar tentang Akkadia dan selama empat bulan terakhir ia juga telah membaca berbagai buku dan mendapatkan informasi tentang planet asal orang tuanya itu. Rasanya ia seolah sudah mengenal dan akrab dengan Akkadia.     

Kini, ia hanya perlu melihat dengan mata kepalanya sendiri. Ia tahu bahwa Planet Akkadia memiliki tiga buah bulan. Emma sudah melihat bahwa planet seperti Daneria memiliki dua buah buah dan keduanya tampak bersamaan di waktu malam, terlihat indah sekali.     

Ia ingin tahu seperti apa malam hari di Akkadia yang memiliki tiga buah bulan. Ketika ia menanyakan hal itu kepada Xion, pemuda itu mengerutkan keningnya.     

"Sebentar.. kurasa kau akan dapat melihat tiga buah bulan di Akkadia setelah kita tiba. Semua bulan itu memiliki orbit yang berbeda sehingga mereka tidak terlihat di waktu yang bersamaan. Hanya beberapa belas bulan sekali. Bisa dibilang dalam sepuluh tahun kita melihat tiga bulan itu di malam yang sama hanya sebanyak 7 kali."     

Emma pernah mendengar hal itu. Malam ketika ketiga bulan Akkadia tampak bersamaan di langit dirayakan oleh rakyat Akkadia sebagai sebuah festival. Ia tak sabar ingin melihatnya.     

"Kapan terakhir kali kau melihat ketiga bulan itu sekaligus?" tanya Emma.     

"Tahun lalu, sebelum kami berangkat ke planetmu. Kalau aku tidak salah hitung, seharusnya minggu depan kita akan dapat melihat ketiga bulan itu."     

"Setelah kita mendarat?" tanya Emma girang.     

Sungguh akan menjadi sambutan yang sangat mengesankan, jika kedatangannya ke planet asalnya disambut oleh malam istimewa dengan ketiga rembulan Akkadia bersinar di langit malam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.