Menunggu Kabar Bahagiamu
Menunggu Kabar Bahagiamu
Bibi Wu kebetulan melewati pintu saat ini. Melihat lampu di kamar tamu menyala, dia mendorong pintu dan berjalan masuk. Lalu, dia bergumam, "Nyonya Muda, ini…"
Mendengar suara itu, Chen Youran menolehkan wajahnya ke samping. Alis dan matanya yang halus terlihat elegan di bawah lampu, sementara bibirnya yang merah perlahan terbuka dan berkata, "Lin Xia akan pergi ke luar negeri besok. Aku akan mengemasi barang-barangnya dan mengantarkannya ke rumah sakit besok pagi."
"Rumah sakit?!" tanya Bibi Wu yang terkejut.
"Dia ada di rumah sakit karena mengalami kecelakaan mobil," jawab Chen Youran sambil terus membereskan pakaian Lin Xia.
Mendengar pernyataan itu, Bibi Wu bertanya lagi, "Bagaimana kondisinya sekarang?"
"Tidak terlalu bagus…" Chen Youran menggelengkan kepalanya.
"Nyonya Muda, sebaiknya biarkan saya saja yang melakukannya. Nyonya Muda duduk saja dan beristirahat." Bibi Wu menghela napas berat dan merasa bahwa hidup Lin Xia sangat menyedihkan.
***
Di sisi lain, pria elit berjas dan wanita cantik keluar masuk di ruang perjamuan itu. Mereka saling berbincang dan tertawa bersama-sama. Ji Jinchuan tampak memegang sampanye dan mendengarkan pria yang berbicara di depannya dengan cuek. Dia melirik Gu Jinchen dan pasangan wanitanya yang berada tidak jauh darinya. Kemudian, dia meminta izin untuk pergi pada pria di depannya dan berjalan mendekat ke arah Gu Jinchen.
Gu Jinchen pun menatap pria yang berjalan ke arahnya. Tampak ada hawa dingin di bagian bawah matanya, yang seolah bisa membuat orang mati seketika karena kedinginan. Tampak pula senyum resmi di wajahnya saat menyapa Ji Jinchuan, "Presiden Ji…"
Ji Jinchuan berdiri di hadapan mereka dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Sosoknya tinggi dan tegap. Dia mengangkat sampanye di tangannya dengan lembut dan berkata pada Gu Jinchen, "Presiden Gu, aku dengar kamu memiliki rencana akan merambah di dunia hiburan. Selamat atas apa yang ingin kamu capai…"
"Terima kasih…" Gu Jinchen juga mengangkat gelas sampanye miliknya dan menyesapnya.
"Sepertinya, kamu sedang mendapatkan kebahagiaan ganda," ujar Ji Jinchuan yang melirik Yi You.
Melihat Ji Jinchuan menoleh padanya, Yi You menunjukkan senyum yang sopan dan murah hati. Setelah mendengar kata-katanya, dia secara refleks menatap Gu Jinchen. Harapan di matanya mengungkapkan hal yang ingin diketahuinya.
"Kalau ada acara bahagia, aku tidak akan lupa untuk mengundang Presiden Ji," kata Gu Jinchen yang memberikan jawaban yang ambigu.
"Youyou tahu kamu akan sangat bahagia. Kami yang sudah menjadi suami istri akan menunggu kabar bahagiamu." Ji Jinchuan menekuk sudut bibirnya. Di bagian bawah matanya masih tampak hawa dingin yang seperti biasanya.
Gu Jinchen mengangkat sudut mulutnya dan kembali ke kesadarannya. Lalu, dia berkata, "Sampaikan salam untuknya dariku."
Setelah sapaan sederhana, Gu Jinchen pergi bersama Yi You. Ji Jinchuan melihat punggung mereka dengan senyuman yang sedikit dingin di sudut mulutnya. Dia meletakkan gelas sampanye di tangannya pada nampan pelayan yang lewat. Kemudian, dia berjalan melewati ruang perjamuan menuju ke teras. Telinganya akhirnya terasa jauh lebih tenang. Dia lalu mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan. Setelah beberapa saat, telepon pun terhubung.
"Kamu sedang apa?" Suara Ji Jinchuan terdengar hangat dan rendah.
"Aku baru saja selesai mengeringkan rambut…" jawab Chen Youran sambil membenahi rambutnya yang tergantung di satu sisi.
Mendengar suara Chen Youran yang lembut, Ji Jinchuan memandangi langit malam di luar dan berkata dengan suara pelan, "Pestanya benar-benar membosankan."
Suara Ji Jinchuan juga sangat lembut, seperti pemandangan malam yang dingin di luar, seolah mencairkan kegelapan sedikit demi sedikit. Mungkin karena efek anggur yang dia minum.
"Kalau begitu, pulanglah… Aku akan menunggumu." Hati Chen Youran dipenuhi dengan kegembiraan dan suaranya menjadi lebih lembut.
Hati Ji Jinchuan juga terasa luluh dan sangat gembira. Sangat menyenangkan mendengar ada seseorang yang menunggunya kembali ke rumah. Setelah menutup telepon, dia tidak peduli lagi dan langsung berpamitan kepada tuan rumah pesta untuk pulang lebih dulu. Dia pun langsung pergi dengan tergesa-gesa. Dia ingin melihat istrinya sesegera mungkin, memeluknya dan juga memilikinya seutuhnya.