Mencuri Hati Tuan Su

Jangan Menakuti Aku



Jangan Menakuti Aku

2"Ye Fei! Ye Fei!"     

Su Mohan yang pembawaannya selalu tenang, kali ini benar-benar panik, suaranya juga bergetar.     

Tubuh Su Mohan gemetar sambil mendekat untuk memeluk Ye Fei. Noda darah dari tubuh Ye Fei turut mengotori pakaian di tubuhnya di berbagai bagian.     

"Ye Fei, jangan menakutiku! Jangan menakut-nakuti aku!" Bibir tipis Su Mohan bergetar ringan. Ia mengulurkan tangan dan menepuk-nepuk pipi Ye Fei. Sorot ketakutan yang belum pernah terjadi sebelumnya melintas di matanya. Su Mohan meletakkan jarinya yang bergetar pada hidung Ye Fei untuk memeriksa napasnya.     

Panas ...     

Dan bernapas … Ya, dia masih bernapas!     

Su Mohan memasukkan Ye Fei ke dalam mobil dan pergi ke rumah sakit terdekat. Ia tidak memedulikan kerumunan orang di sekitarnya. Sebaliknya, Ye Fei tidak bisa merasakan kecemasan dari Su Mohan sama sekali karena ia hanya menutup matanya dengan tenang.     

Dengan kecepatan penuh, Su Mohan kemudian menghentikan mobil tepat di depan pintu rumah sakit. Terlepas dari petugas keamanan yang maju ke depan untuk menghalanginya, Su Mohan yang menggendong Ye Fei langsung berlari ke dalam rumah sakit sambil berteriak, "Tolong! Dokter!"     

Dokter dan perawat yang mendengar itu langsung mendorong brankar keluar dan meminta Su Mohan untuk menempatkan Ye Fei di atasnya. Beberapa orang mendorong tempat tidur itu sampai ke ruang operasi. Darah dari tubuh Ye Fei menetes di sepanjang jalan.     

Hingga pintu ruang operasi ditutup, tangan Su Mohan masih bergetar. Tidak sampai dua menit kemudian, ia kembali tenang. Ia segera menghubungi seseorang. "Aku ingin bertemu dengan beberapa dokter terbaik dalam sepuluh menit!"     

Setelah menutup telepon, Su Mohan duduk di bangku luar ruang operasi. Tubuhnya masih sedikit gemetar. Ia mengeluarkan sebatang rokok dan mencoba menyalakan korek api beberapa kali, tapi korek apinya tidak menyala. Jari-jarinya tidak mau menyerah. Ia terus menyalakan korek api beberapa kali, sehingga ia harus mengatupkan kedua tangannya. Beberapa menit kemudian, ia berhasil menyalakan rokok.     

Perawat melihat rokok di tangannya dan mengerutkan kening sambil mengingatkan, "Mohon maaf, Tuan, dilarang merokok di rumah sakit. Tolong kerjasamanya."     

Su Mohan sepertinya tidak mendengar. Ia menarik napas dengan berat.     

Perawat itu mengerutkan kening dan berencana mengingatkannya lagi. "Permisi, Tuan …"     

Sebelum perawat itu menyelesaikan kata-katanya, wajahnya tercengang. Su Mohan menatap pengganggu yang berdiri di depannya sambil mengerutkan kening dengan erat.     

Perawat yang menatap matanya seketika panik dan mundur beberapa langkah. Sepasang mata kemerahan yang indah itu sekarang menjadi benar-benar merah seperti setetes darah, penuh kejahatan, dan memiliki sorot yang kejam dan menakutkan.     

Perawat tidak berani berbicara lebih banyak dan pergi dengan tergesa-gesa. Ia hanya merasa jika ia berani berbicara lebih banyak lagi, pria itu akan mematahkan lehernya.     

Su Mohan sudah seperti seorang pecandu narkoba. Ia menghisap rokoknya satu per satu, membiarkan darah di lengan membasahi pakaiannya. Tapi ia tetap bergeming.     

Lebih dari sepuluh menit kemudian, beberapa dokter hebat dan terkenal datang untuk memberi salam kepada Su Mohan. Tapi mereka tidak mendapat tanggapan apa pun. Mereka langsung mengganti pakaian mereka dengan pakaian putih dan memasuki ruang operasi.     

Su Mohan dengan dingin menatap orang-orang yang mengenakan pakaian operasi warna biru dan jas putih itu. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul di benaknya. Jika Ye Fei tidak bangun lagi, ia ingin semua orang dimakamkan bersama wanita itu!     

Seiring berjalannya waktu, rokok di sela-sela jarinya terus berganti satu per satu, tak pernah terputus. Setengah jam kemudian, jari-jarinya masih bergetar, tapi ada ketenangan yang tak wajar di mata kemerahan yang tajam itu.     

Namun nyatanya, Su Mohan tidak setenang penampilannya. Ia semakin gelisah. Selama ia memikirkan genangan darah dari tubuh Ye Fei, ia jadi menggigil. Ia telah hidup selama lebih dari 20 tahun. Bahkan jika sebuah pistol diarahkan ke kepalanya, ia tidak pernah takut. Tapi sekarang, hanya karena mengingat genangan darah yang berasal dari tubuh Ye Fei, ia sangat takut sampai ia merasa putus asa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.