My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Sebagai Seorang Kakak



Sebagai Seorang Kakak

3Alexis mengundang Chleo untuk makan bersama saat itu juga dan Chleo menerimanya dengan senang hati.     

Layaknya seorang sahabat yang sudah lama tidak bertemu, mereka berdua tidak pernah kehabisan bahan obrolan. Ada begitu banyak yang ingin mereka ceritakan dan ungkapkan, tapi anehnya, tidak ada satupun dari mereka yang menyinggung soal lamaran Alexis tahun lalu di the Great Wheels.     

"Jadi saat ini kau mencoba mendekati adikmu untuk memulai dari awal?"     

Alexis menganggukkan kepalanya. "Sejujurnya, aku bahkan sama sekali tidak tahu bagaimana mendekatinya. Rasanya canggung sekali."     

"Perlakukan saja sama seperti saat kau memperlakukan Diego."     

Alexis tertawa renyah mendengar saran itu. "Percayalah, Diego dan Darwin sangatlah berbeda walaupun usia mereka hampir sama."     

"Apa yang berbeda?"     

"Diego sama sepertimu. Jahil, usil, dan juga anak yang periang. Sedangkan adikku, dia susah diajak bicara. Aku bahkan hampir-hampir tidak pernah mendengar suaranya."     

"Kurasa dia membutuhkan waktu untuk beradaptasi."     

"Aku juga berpikir yang sama. Itu sebabnya aku menunda keberangkatanku kemari karena ingin mengenalnya. Akhir-akhir ini dia mulai banyak bicara, tapi harus aku duluan yang mengajaknya bicara. Kalau tidak, dia tidak akan pernah mau membuka suaranya."     

"Betapa manisnya dirimu. Kau akan menjadi kakak yang baik."     

"Aku sedang mencobanya." Alexis kembali tersenyum sambil memotong daging steak sebelum memasukkannya ke dalam mulutnya. "Bagaimana denganmu? Apakah terjadi sesuatu yang bagus? Sepertinya kau menemukan pria idamanmu."     

Chleo tersedak mendengar pernyataan dari pemuda itu. Alexis membantunya mengambilkan air di gelasnya lalu menyodorkannya ke arah Chleo untuk diminumnya.     

"Apakah kalimatku begitu mengejutkan?" Alexis bertanya sambil menelengkan kepalanya begitu batuk Chleo mereda.     

"Alex, kau…" ada perasaan bersalah terpampang jelas pada pancaran mata Chleo.     

Alexis memberikan senyuman lembutnya yang khas untuk meneduhkan kegelisahan Chleo.     

"Sekarang aku tahu apa yang berbeda denganmu. Kau tampak jauh lebih dewasa dari tahun lalu. Kau bukanlah gadis polos dan lugu seperti saat pertama kali aku bertemu denganmu. Kau tampak seperti seseorang yang sudah mengalami masalah yang berat dan berhasil mengatasinya. Apakah mungkin pria ini penyebabnya? Wajahmu tampak lebih bersinar dari terakhir kali aku bertemu denganmu."     

Chleo menundukkan wajahnya merasa pipinya memanas mendengar tebakan yang hampir benar dari pemuda itu.     

Ah, bahkan Alexis menyadari bahwa dirinya jatuh cinta pada orang lain, tapi kenapa dirinya tidak langsung menyadari perasaannya yang sesungguhnya?     

Chleo mengambil napas panjang lalu membuka tasnya untuk merogoh sesuatu. Dia mengeluarkan sebuah kotak biru doger dan menyodorkannya ke arah Alexis.     

Sekali lihat, Alexis langsung tahu isi kotak itu lalu memberikan senyuman tipis.     

Disaat dia melihat Chleo menjemputnya dengan menggunakan kaos turtle-neck, perasaannya sudah merasa tidak enak. Disaat dia menyadari ada perubahan pada aura gadis itu, dia sudah merasa curiga.     

Anehnya, dia tidak begitu merasa terkejut ataupun kecewa saat Chleo mengembalikan kalung pemberiannya.     

Mungkin Alexis sudah menduganya disaat gadis itu mulai jarang menghubunginya. Chleo juga membalas pesannya dengan singkat tanpa berniat untuk melanjutkan obrolan.     

Seingatnya, disaat dia pergi ke luar negeri atau pulang ke Rusia, gadis itu akan meluangkan waktu untuk menghubunginya. Dan dengan kalimat manja, Chleo tidak akan merasa segan untuk meminta jatah oleh-oleh darinya saat Alexis kembali ke Amerika.     

Kalau setelah dipikir-pikir, Chleo selalu memperlakukannya seperti saat dia bersama dengan sepupunya. Karena Chleo tidak memiliki seorang kakak yang bisa memanjakannya, Chleo menganggap Alexis seperti kakaknya.     

Sebenarnya, Alexis sudah lama menyadari kenyataan ini. Tapi dia tidak ingin dipandang sebagai seorang kakak, karena itulah dia memutuskan untuk mengajaknya kencan dan mengungkapkan perasaannya.     

Alexis mengetuk kotak biru doger itu dengan jari telunjuknya.     

"Apa kau bahagia?"     

Pertanyaan Alexis yang tiba-tiba ini mengejutkan Chleo.     

Apakah Chleo bahagia?     

Bisa dibilang dia cukup bahagia bersama dengan Axelard, tapi disaat bersamaan dia merasa hampa. Dia tidak tahu mengapa, suaminya itu tidak seperti biasanya dan lebih terkesan menjaga jarak dengannya.     

Chleo memutuskan untuk tetap diam dan hanya memberikan senyumannya tanpa menjawab pertanyaannya.     

Dia tidak tahu bagaimana dengan insting Alexis yang sekarang, tapi Alexis yang dulu sangat mengenali dirinya yang berbohong. Karena itu dia lebih memilih tetap diam daripada pemuda itu menyadari kebohongannya.     

"Ceritakan padaku bagaimana kalian bertemu. Aku ingin tahu orang seperti apa yang berusaha merebut adik perempuanku satu-satunya."     

Chleo terpana mendengar kalimat terakhir pemuda itu, lalu kemudian dia tertawa kecil disusul dengan tawa pada pemuda itu.     

Keduanya melanjutkan acara makan bersama dengan perasaan lega seolah beban yang sebelumnya membebani mereka terangkat begitu saja.     

Secara diam-diam mereka memutuskan untuk tetap berteman walaupun Chleo menolak Alexis. Jika Alexis tidak keberatan berteman dengan Chleo, maka Chleo juga dengan senang hati menerima perhatian pemuda itu.     

Ditambah lagi, kali ini Alexis sungguh tulus ingin melihat Chleo bahagia sehingga dia rela menjadi seorang kakak sesuai yang diinginkan gadis itu.     

Tanpa terasa mereka menghabiskan waktu bersama di restoran selama lebih dari empat jam. JIka seandainya pemilik restoran tidak mengusir mereka, keduanya pasti tidak akan selesai mengobrol.     

"Astaga, ini pertama kalinya aku diusir dari restoran." jika orang yang mendengar kalimat Chleo, mereka pasti akan berpikir Chleo sedang mengeluh, tapi anehnya Chleo mengucapkannya dengan nada jenaka membuat Alexis tertawa geli.     

"Aku juga. Apa boleh buat, sekarang jam makan malam sehingga restoran menjadi penuh."     

Memang benar, tempat restoran ini semakin ramai dengan didatangi para pengunjung.     

"Sepertinya sudah saatnya kita berpisah disini. Aku akan kembali ke apertemen, bagaimana denganmu?"     

"Kurasa aku akan menemui Axelard."     

"Kenapa? Apa kau sudah merindukannya?"     

"Alex, berhenti menggodaku." rajuk Chleo sambil memasang muka cemberut membuat Alexis tertawa geli sambil mengacak rambutnya.     

Keduanya masih berbasa-basi singkat sebelum akhirnya berjalan ke dua jalan yang berbeda.     

Alexis masih tersenyum saat bertatapan muka dengan Chleo, namun saat dia berbalik, senyumannya memudar digantikan dengan senyuman sedih.     

Alexis mengambil napas panjang lalu memaksakan diri untuk tersenyum.     

Dia akan baik-baik saja. Alexis meyakinkan dirinya sendiri bahwa patah hati yang dirasakannya akan sembuh seiringnya berjalannya waktu.     

Barulah setelahnya dia berjalan dengan langkah mantap seolah telah siap menyongsong selembar kehidupan yang baru.     

Di sisi lain, Chleo mengambil ponselnya didalam tasnya untuk menghubungi Axel. Sepasang matanya membelalak lebar saat melihat begitu banyaknya miscall dari Axelard.     

Pria itu menghubunginya? Dan dia tidak menjawabnya?     

Seketika Chleo menjadi panik sendiri dan langsung menghubungi kembali pria itu. Tapi giliran Axelard yang tidak mengangkat teleponnya.     

Sekali lagi dia menghubungi pria itu dan hasilnya tetap sama.     

Dua kali, tiga kali, bahkan hingga kebelasan kalinya, pria itu tetap tidak menjawab panggilannya.     

Sayang sekali, Chleo sama sekali tidak tahu, Axelard berada di seberang jalan mengawasinya bersama Alexis semenjak keduanya keluar dari restoran tersebut.     

Gerak-gerik mereka terasa intim sekali seolah keduanya adalah pasangan kekasih.     

'Chleo, apakah kau masih mencintai Alexis?'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.