My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Aku Menyukaimu



Aku Menyukaimu

1'Chleora, aku menyukaimu.'     

Kapan pertama kali Chleo mendengar ungkapan ini? Ah, dia ingat pertama dia mendengarnya ketika dia lulus SMP. Teman sepermainannya yang sudah dia anggap seperti sahabat tiba-tiba menyatakan perasaannya di hari kelulusan mereka.     

Sudah berapa kali kah Chleo mendengar kalimat ini? Chleo sendiri tidak ingat. Semenjak masuk SMA sudah terlalu banyak pemuda yang mengucapkan hal sama padanya. Di hari itu pula adiknya tiba-tiba muncul mengajak para pemuda itu berbicara. Keesokan harinya para pemuda tersebut tidak muncul lagi dan Chleo melupakan mereka semua.     

Lalu semenjak dia kuliah di universitas Seattle ini, sudah semakin jarang pemuda yang mendekatinya. Mungkin karena Chleo muncul sebagai anak perempuan biasa sementara banyak anak perempuan cantik dari kalangan keluarga yang bagus, sehingga para pemuda sama sekali tidak meliriknya.     

Tadinya Chleo mengira tidak akan ada pemuda lagi yang tertarik padanya. Bukannya karena dia ingin didekati pria, dia hanya merasa agak sedikit kesepian. Anak perempuan disini tidak mau berteman dengannya karena menganggapnya tidak sederajat dengan mereka. Sementara anak lelaki disini maunya hanya ingin mendekati perempuan yang cantik dan berkelas.     

Sedangkan Chleo… dia sengaja memakai kaos serta sweater lengan panjang dan celana jeans untuk memperkuat samarannya. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan asal-asalan dan terkadang dia akan memakai kacamata tebal jika dia terlalu lama berkutat pada monitor komputernya.     

Penampilan Chleo mencerminkan gadis yang cuek dan tidak pernah merawat dirinya sendiri. Itu sebabnya para pemuda merasa malas mendekatinya.     

Benar. Tidak ada pemuda yang ingin mendekatinya. Tadinya dia berpikir begitu, tapi ternyata…     

'Chleo West, aku menyukaimu. Jika tim kami yang menang hari ini, apakah kau bersedia menjadi pacarku?'     

Salah seorang idola kampus rupanya telah menyukainya diam-diam. Dia malah menembaknya secara terang-terangan membuat teman-temannya berdehem menggodanya.     

Waktu itu Chleo tidak tahu harus menjawab apa. Dia ingin menolak, tapi rasanya tidak sopan. Apalagi dia tidak ingin penolakannya yang menyebabkan kekalahan pertandingan football antar kampus. Dia juga tidak ingin menerimanya, karena dia tidak memiliki perasaan apa-apa pada pemuda itu.     

"Good luck – semoga beruntung." Chleo hanya mengucapkan kalimat pemberi semangat pada pemuda itu. Dia tidak membalas pernyataan itu atau menolaknya.     

Pada akhirnya kampus mereka kalah dengan skor tipis dan pemuda itu tidak muncul lagi dihadapannya. Chleo juga tidak mengharapkan apa-apa ataupun kecewa. Dia kembali menjalani kehidupan kuliahnya dengan normal.     

Lalu kemudian…     

'Chleo, aku menyukaimu. Aku yakin kau sudah menyadarinya. Semenjak mata kita beradu pertama kali, aku sudah terpesona. Jantungku berdebar dan aku tidak bisa menyingkirkanmu dari pikiranku.'     

Alexis, pemuda yang paling dekat dengannya menyatakan perasaannya. Kala itu Chleo merasakan sesuatu menanggapi ungkapan pemuda itu. Dia merasa berdebar-debar dan merasa senang, sesuatu yang belum pernah dialaminya ketika mendapat pengakuan dari pemuda lain.     

Mungkin karena cara Alexis mengutarakannya sangat bersungguh-sungguh dan tidak main-main seperti pemuda lainnya. Dia bahkan telah memikirkan masa depan mereka dengan niatan untuk menikahinya. Mungkin itulah sebabnya hati Chleo sedikit bergetar dan merasa senang mendengar ungkapan perasaan pemuda itu.     

Lalu sekarang…     

Chleo mendengar pernyataan yang sama untuk kesekian kalinya. Ungkapan perasaan yang sangat sederhana. Tidak bertele-tele ataupun romantic. Yang dilakukan Axelard hanyalah menggenggam tangannya, mengecup punggung tangannya dan menatapnya dengan sepasang mata biru safir yang tegas dan penuh kepercayaan diri yang kuat.     

"Aku menyukaimu,"     

Seketika Chleo merasa waktu disekitarnya berhenti saat itu juga. Dia merasa dia tidak ingin momen ini berakhir. Tangan dingin yang nyaman menggenggam tangannya, sepasang bibir delima yang ranum menyentuh kulit punggung tangannya, dan juga sepasang mata biru safir bagaikan lautan yang luas memandangnya dengan penuh kekaguman.     

Tanpa sadar Chleo menahan napasnya ketika dia merasakan sebelah tangan Axel yang bebas menyentuh sebelah pipinya dengan lembut.     

Ah, dinginnya enak sekali. Aneh sekali, mengapa dia merasa pipinya pernah ditangkup tangan dingin seperti ini? Mengapa dia merasa ini bukan pertama kalinya pipinya disentuh oleh tangan besar yang dingin ini?     

Chleo tidak lagi memikirkan pertanyaannya barusan. Dia menelan ludah dengan gugup ketika wajah Axel mulai mendekatinya. Jantungnya semakin liar tanpa bisa dihentikan lagi. Seketika kedua kakinya menjadi lemas tak berdaya. Padahal Axel hanya mendekatkan wajahnya, tapi kakinya sudah lemas seperti jeli.     

Tidak tahan melihat apa yang akan terjadi Chleo memejamkan matanya rapat-rapat… menunggu, tepatnya mengantisipasi apa yang akan dilakukan Axel terhadap dirinya.     

Aroma peppermint yang segar menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Dia bahkan seperti merasakan didekati oleh manusia salju karena suhu dingin meliputi tubuh bagian depannya. Dia bertanya-tanya apakah seluruh badan pria ini bersuhu dingin?     

[Author : Chleo, kok ga sadar juga sih kalau dia itu pangeran esmu!:woman_facepalming::woman_facepalming:]     

Satu… dua… Chleo tidak merasakan perubahan apa-apa.     

"Apa yang sedang kau lakukan? Mengapa kau memejamkan matamu?"     

Chleo mengerjapkan matanya beberapa kali dengan ekspresi bingung.     

Apakah dia sedang halusinasi? Apakah dia sedang bermimpi? Mungkin saja dia salah melihat ketika pria itu mendekatkan wajahnya? Apakah dia salah mendengar saat Axel mengatakan pria itu menyukainya?     

Chleo tidak menjawab pertanyaan Axel sama sekali dan hanya mendesah kecewa. Padahal tadinya dia merasa dia bisa terbang bebas di angkasa ketika mendengar ungkapan perasaan pria itu, namun kini dia merasa seperti langsung dijatuhkan kebawah ketika menyadari ternyata apa yang dialaminya hanyalah bayangannya belaka.     

Memangnya dia begitu putus asa mendapatkan pemuda tampan ini? Kenapa dia bisa membayangkan hal yang tidak mungkin terjadi? Axel sudah berusia diatas tiga puluh. Pria itu sudah sangat matang sedangkan dia… Dia bahkan masih kuliah. Dia yakin sekali pria dewasa ini hanya menganggapnya sebagai anak-anak saja.     

Beginilah kata orang, jangan berharap terlalu tinggi karena akan sangat sakit begitu jatuh ke bawah. Pepatah itu memang ada benarnya.     

Chleo mendengar suara seperti tawa kecil membuat keningnya mengerut. Apakah Axel tertawa? Menertawakannya? Kenapa?     

Chleo mendongak ke atas melihat Axel sedang menutupi matanya sendiri dengan senyuman lebar. Seketika tawanyapun lepas membahana seluruh ruangan.     

"Hahahahahahaha…Hahahahaha…"     

"Apa ini? Apa kau sedang mempermainkanku?" Chleo berusaha menyentakkan tangannya dengan kesal namun Axel masih menggenggamnya dengan kuat. "Lepaskan tanganku!" dia semakin menguatkan tarikannya agar bisa segera terlepas dari cengkeraman pria menyebalkan ini.     

Sayangnya, Axel tidak begitu saja mau melepaskannya. Malahan pria itu menarik tubuhnya mendekat dan kini Chleo terkukung dalam pelukan pria itu. Seketika Chleo merasa tubuhnya seperti diselimuti salju… bukan. Dia seperti diterpa angin yang sangat dingin. Ah, juga bukan.     

Pertanyaannya adalah… mengapa tubuh pria ini begitu dingin seperti es? Mengapa dia tidak merasa kedinginan meskipun tubuhnya saat ini serasa berendam di air es? Dan mengapa pula dia merasa nyaman dipeluk seperti ini?     

Sungguh. Ada yang tidak beres dengannya.     

[author: Luar biasa sekali, kamu tidak sadar juga kalau orang yang memelukmu adalah pangeran es:face_with_raised_eyebrow::face_with_raised_eyebrow:]     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.